BAB II (B) Pertautan Epitemologi Bayani, ‘Irfani, dan Burhani dengan Pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
B. Pertautan Epitemologi Bayani, ‘Irfani, dan Burhani dengan Pendidikan Islam
Pertautan antara epistimologi bayani dan pendidikan Islam masa keemasan inilah yang berpengaruh signifikan terhadap perkembangan aliran konservatif, yaitu aliran pendidikan yang cenderung bersifat murni keagamaan, berorientasi kuat pada moral-etik dan mengambil jarak terhadap pengaruh rasional dari luar. Tidak hanya itu, pengaruh pertautan antar keduanya juga tampak pada simton dikotomik dalam warisan keilmuan Islam sehingga terasa minim apresiasi terhadap keilmuan intelektual.
Epistimologi bayani tersebut, menurut Mahmud, ternyata berpengaruh luas terhadap pendidikan Islam di Indonesia dewasa ini, terutama dalam konteks pesantren, yang memang disinyalir memiliki ikatan genealogis yang kuat dengan budaya dan tradisi pemikiran Islam abad Klasik-Pertengahan, dan juga terhadap pendidikan madrasah. Hal tersebut bisa dilihat pada wawasan etik-keilmuannya yang memprioritaskan ilmu keagamaan dan ilmu kebahasaan sebagai ilmu bantunya. Wawasan etik-keilmuan semacam itu mengalami penguatan dan pergeseran setelah gerakan neo-sufisme berpengaruh nyata atas sejarah umat Islam tanah air sehingga citra pesantren pun lekat dengan pelembagaan orientasi Fiqh Sufistik.[1]
Atas dasar itu, Mahmud melihat bahwa epistimologi pendidikan Islam sebagai matrik konseptual aktivitas kultural-performatif yang berkaitan langsung dengan dinamika praksis sosial-budaya perlu progresif mempertegas jari diri keberpihakannya pada tindakan penyadaran dan pemberdayaan. Dengan basis ijtihad dan tajdid, epistimologi pendidikan Islam perlu memadukan secara sinergis-dialektis antara epistimologi bayani, irfani dan burhani dalam struktur hierarkis-piramidal yang bermata ayat kauniyah dan ayat qauliyah dalam kerangka humanisasi, liberasi, transendensi demi mewujudkan pendidikan Islam transformatif.
Di tengah ketidaksanggupan pendidikan Islam dalam mengatasi berbagai hambatan yang telah mengebiri konsep pendidikannya hingga menjadi sedemikian statis. Karenanya tak diragukan lagi buku ini akan dapat memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi pencerahan dan pengembangan pendidikan Islam pada umumnya dan bagi pesantren dan madrasah pada khususnya. Sehingga dunia pendidikan Islam tidak lagi mengalami krisis peran sebagai ikon penting transformasi dinamika budaya, pemikiran, dan kehidupan umat.
[1]Mahmud Arief. 2008. Mewujudkan Pendidikan Islam yang maju. Online. (http://www. rusdimoh71@yahoo.com. Diakses 14 juli 2010).