Larangan Melampaui Batas Dalam Beragama
Di antara sifat yang wajib pada Rasulullah Tabligh yaitu menyampaikan Risalah dari Allah tanpa menyembunyikan sedikitpun tentang persoalan agama. Itu artinya bahwa Nabi Muhammad menyampaikan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah untuk umatnya dan tidak ditinggalkan suatu apapun. Begitu juga segala seuatu yang dilarang Allah agar dijauhi oleh Nabi dan segenap umatnya, telah disampaikan juga oleh Nabi kepada umatnya dan tidak ditinggalkan oleh Nabi satu pun juga. Selanjutnya segala sesuatu yang dapat mendekatkan diri umat islam kepada Allah dan surganya telah diperintahkan oleh Nabi kepada umatnya, dan segala sesuatu yang dapat mendekatkan umatnya ke neraka dan menjauhkan menjauhkan umat ini dari surga sungguh juga telah dilarang oleh Nabi agar ummatnya menjauhinya.
Baca Juga: Sunnah Tarkiyyah yang terlupakan
Dengan demikian maka jelaslah bagi kita bahwa segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah dan yang dilarangnya telah disampaikan oleh Nabi kepada kita. Tidak ada yang ketinggalan satupun juga. Atau dengan kata lain bahwa segala sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah telah dibimbim dan dicontohkan Nabi agar kita bisa meneladaninya. sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi dalam sabdanya:
مَا تَرَكْتُ شَيْئًَا مِمَّا أَمَرَكُمُ اللهُ بِهِ إِلاَّ وَقَدْ أَمَرْتُكُمْ بِهِ، وَلاَ تَرَكْتُ شَيْـئًا مِمَّا نَـهَاكُمُ اللهُ عَنْهُ إِلاَّ وَقَدْ نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ.
Aku Tidaklah meninggalkan sesuatua dari apa yang diperintahkan oleh Allah kepada kalian, kecuali sunguh aku telah memerintahkannya kepada kalian. Dan Begitu tidaklah aku meninggalkan sesuatu dari apapun yang dilarangan oleh Allah atasnya kepada kalian kecuali sungguh aku telah melarang kalian atas perbuatan tersebut (Baihaqi)
Dengan ini tepatlah apabila Allah menurunkan firmannya menelas wafatnya Nabi Muhammad surat Al-Maidah ayat ke-3 bahwa Allah telah menyempurnakan Agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad begitu juga nikmatnya. Allah juga meridhai agama Islam untuk kita semuanya.
Baca juga: Sunnah Fi'liyah dalam perspektif Ushul Fikih
Pernah pada suatu hari Rasulullah duduk memberi pengajaran kepada orang banyak, setelah itu Beliau berdiri. Di dalam pengaran itu Rasulullah mengingatkan para Shahabat tentang tentang ancaman Allah terhadaporang yang durhaka kepada Allah, sehingga banyak di antara shahabat yang mendengar pengajaran itu menangis. Kemudian berkumpullah di antara mereka sepuluh orang dirumah Utsman bin Mazh'un. Mereka berkata: Apakah jadinya kita ini jika kita tidak ada suat amalan ibadat ? orang Nasrani telah mengharamkan kepada diri mereka sendiri dari pada perbuatan tertentu untuk mendekatkan dirinya kepada Allah. Maka kita juga harus mengharamkan perbuatan tertentu dalam rangka mendekatkan diri kita kepada Allah.
Kemudian sebahagian dari mereka ada yang mengharamkan makan daging dan lemak dan makan pada siang hari. Sebagian dari mereka ada yang mengharamkan tidur. Sebahagian dari mereka ada yang menjauhkan diri dari perempuan. Utsman bin Mazh'un adalah salah seorang yang menjauhkan diri dari perempuan dan dia tidak sudi untuk mendekati dan berhubungan dengan istrinya. Maka pada suatu hari datanglah istri dari Ustman bin Mazh'un (Khawlah binti Hakim) kepada Aisyah dengan berambut kusut, tidak memakai wewangian dan pucat mukanya. Aisyah lalu bertanya kepadanya: Bagaimanakah keadaanmu hai Khawlah..? berobah benar rupa mukamu, mengapa tidak bersisir dan tidak berbau harum.? Khawlah menjawab: Bagaimana saya akan bersisir dan berbau harum serta berpakaian yang baik sedangkan suami saya sudah lama tidak menghampiri saya. Mendengar perkataan Khaulah ini maka tertawalah Aisyah bersama dengan istri Nabi lainnya yang ada pada saat itu.
Baca juga: Kedudukan dan fungsi Hadits
Maka pada saat itu datanglah Nabi dan masuklah Beliau kerumah Aisyah, lalu Beliau bertanya: mereka mereka tertawa..? Aisyah menjawab: Ya Rasulullah-tentang Khawah- saya bertanya tentang keadaan dirinya. Khawlah pun menceritakan bahwa suaminya (Utsman bin Mazh'un) sudah sekian lama tidak menyentuh dirinya karena memperbanyak ibadah kepada Allah.
Karena mendengar cerita itu seketika Rasulullah memanggil Utsman bin Mazh'un untuk datang menghadap Beliau. Maka Utsman bin Mazh'un pun datang dan Rasul bertanya kepadanya: Bagaimanakah keadaanmu wahai Ustman.? Utsman bin Mazh'un pun mengatakan bahwa dia meninggaikan dan tidak mau menggauli istrinya karena Allah semata. Mendengar perkataan Utsman bin Mazh'un maka Nabi bersabda: saya menyumpahi engkau, hendaklah engkau kembali kepada istrimu dan mergaulilah ia. Utsman bin Mazh'un berkata bahwa dirinya sedang berpuasa. Maka Nabi bersabda: Maka berbukaah engkau..! seketika itu juga Utsman bin Mazh'un berbuka puasa dan kembali kepada istrinya.
Baca juga: Faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak
Demikianlah setelah nyata Utsman bin Mazh'un kembali kepada Istrinya Lalu Nabi bersabda:
ما بال أقوام قالوا كذا وكذا ، لكني أصلي وأنام، وأصوم وأفطر
وأتزوج النساء، فمن رغب عن سنتي فليس مني,
"Kalian telah mengtakan begini dan begitu (telah mengharamkan perempuan,makanan dan tidur), Tetapi demi Allah ketahuilah bahwa aku melakukan shalat dan juga tidur, aku juga berpuasa dan juga berbuka danaku juga menikahi perempuan. Maka barang siapa yang enggan dengan sunahku, maka tidaklah ia dari pada golongan umatku. (HR. Muslim)Dari keterangan riwayat yang kita sampaikan di atas dan riwayat lain yang senada dengan itu dapatlah diambil kesimpulan bahwa orang yang melampaui batas dalam mendekatkan diri kepada Allah itu sangat dilarang oleh Allah dan Rasulnya. Orang yang benar-benar hendak beribadah kepada Allah cukuplah ia mengikuti apa yang telah disampikan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Tidak perlu ditambah-tambah dengan sesuatu yang tidak dicontohkan Nabi. Karena ibadah terbaik adalah ibadah yang dicontohkan Nabi dan mustahil sesuatu itu ibadah itu yang tidak dicontohkan Nabi itu lebih baik dan bisa mendatangkan banyak fahala. Karena khusus masalah ibadah itu telah Allah sempurnakan melalui lisan dan dan perbuatan Nabi.
Sumber:
Buku Kembali Kepada Al-Qur'an dan Sunnah
Oleh: Munawar Khalil