Tokoh Berpengaruh Dalam Gerakan PUSA (bagian 4)
Tgk. H. Ahmad Hasbalah Indrapuri
Beliau lahir di Kampung Lam-U pada tanggal 03 Juni 1888 M ( 23 Ramadhan 1305 H) ditengah berkecamuknya perang Aceh melawan Belanda. Ayahnya adalah Teungku Haji Umar bin Auf seorang ulama besar yang memimpin dayah lam-U (kecamatan Montasik, kecamatan Aceh besar sekarang). Ibunya bernama Hajjah Safiah. Beliau adalah putra pertama dari empat bersaudara yang semuanya adalah laki-laki yang semuanya menjadi ulama. Saudaranya yang lain adalah Teungku Haji Abdullah Lam-U, teungku Madhan Yan, dan Teungku Abdul Hamid Aneuk Batee.[1]
Dalam usia anak-anak beliau belajar dari orang tuanya tentang al-qur’an. Sejak itu beliau tertarik untuk menjadi Qari yang baik, sehingga sebagai qari terus dikembangkan sampai beliau belajar di Mekah. Beliau juga belajar dari satu dayah ke dayah yang lain, sesuai dengan suasana perang. Beliau pernah belajar di dayah Piyeung, Dayah Samalanga, Dayah Titeu dan dayah Lam Jabat. Selama di Dayah beliau telah menguasi sejumlah ilmu, seperti ilmu bahasa Arab, ilmu fiqih, ilmu tauhid, tasawuf, sejarah Islam, tafsir dan Hadits.[2]
Setelah sebagian besar tanah Aceh dapat dikuasai oleh Belanda, dan perang gerilya masih terus berlanjut. Maka sejumlah ulama Aceh pergi ke Semenanjung Tanah Melayu, bekas kerajaan Aceh Darussalam. Teungku Ahmad Hasbalahpun Turut hijrah ke Semenanjung Tanah Melayu bersama dengan Ayahnya Teungku Haji Umar bin Auf dan menyambung pelajarannya di Dayah Yan. Di antara sahabat yang sangkatan dengan beliau di Dayah Yan adalah Hasan Krueng Kale dan Teungku Muhammad Saman. Ketiga mereka melanjutkan pendidikan ke Mekkah Almukarramah. Mereka menjadi ulama besar ketika pulang ke Aceh yang dikenal dengan nama masing-masing Teungku Haji Hasan Krueng Kale, Teungku Syeh Muhammad Saman dan Teungku Haji Ahmad Hasbalah Indrapuri.[3]
Setelah berada di Aceh, beliau memimpin dayah Indrapuri. Langkah pertama yang di ambil dalam melakukan pembaharuan pendidikan Islam di dayah Indrapuri adalah meningkatkan pendidikan Iman dan pendidikan Ibadah. Oleh karena itu Beliau mendirikan Madrasah Hasbiyah dalam lingkungan dayah Indrapuri yang terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah dengan kurikulum yang baru.
Teungku Ahmad hasbalah Indrapuri juga menjadi ketua Majelis Syura ketika PUSA didirikan. Disamping dari pada itu, beliau juga menjadi penasehat pemuda PUSA, penasehat Serikat Pemuda Islam Aceh (SEPIA), penashat kepanduan Islam, penasehat Pergerakan Angkatan Muda Islam Indonesia. Setelah Indonesia merdeka beliau menjadi salah seeorrang Pimpinan Masyumi di Aceh.[4]
Pada penghujung tahun 1958 teungku Ahmad Hasbalah Indrapuri hijrah kesemenanjung Melayu dikampung Yan Kedah ditempat Ayahnya Dikuburkan. Pada tanggal 26 April 1959 M (17 Syawwal 1378 H), teungku Ahmad Hasbalah Indrapuri meninggal Dunia dengan meninggalkan seorang istri dan sebelas orang anak. Beliau dikebumikan di kampung Yan Kedah dekat dengan Kuburan Ayahnya Teungku Haji Umar bin Auf .[5]
Referensi:
[1] A. Hasjmy, Ulama Aceh, Mujahid Pejuang Kemerdekaan dan Pembangun Tamadun Bangsa, cet. I, (Banda Aceh: Bulan Bintang, 1997), h. 45-47.
[2] A. Hasjmy, Ulama Aceh, Mujahid Pejuang Kemerdekaan dan Pembangun Tamadun Bangsa, cet. I, (Banda Aceh: Bulan Bintang, 1997), h. 47.
[3] A. Hasjmy, Ulama Aceh, Mujahid Pejuang Kemerdekaan dan Pembangun Tamadun Bangsa, cet. I, (Banda Aceh: Bulan Bintang, 1997), h. 48-49.
[4] A. Hasjmy, Ulama Aceh, Mujahid Pejuang Kemerdekaan dan Pembangun Tamadun Bangsa, cet. I, (Banda Aceh: Bulan Bintang, 1997), h. 54
[5] A. Hasjmy, Ulama Aceh, Mujahid Pejuang Kemerdekaan dan Pembangun Tamadun Bangsa, cet. I, (Banda Aceh: Bulan Bintang, 1997), h. 60.