Kriteria Hadits Dha'if dan Pembagiannya
A. Pengertian Hadits Dha'if
Hadits Dhaif secara bahasa adalah berarti lemah sebagai lawan dari Qawiyyu yang berarti kuat. sedangkan menurut istilah sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu Shalah bahwa pengartian hadits dhif adalah:
مالم يجمع صفات الصحيح ولا صفات الحسن
"Yaitu yang tidak terkumpul padanya sebagaimana sifat hadits yang shahih dan sifat hadits yang hasan"
zainuddin Al-"iraqy menanggapi definisi tersebut bahwa definisi tersebut kelebihan kalimat yang seharusnya dihindarkan. Menurutnya cukup dengan definisi:
مالم يجمع صفات الحسن
"Yaitu yang tidak terkumpul padanya sebagaimana sifat hadits yang hasan"
Karena suatu Hadits yang tidak memenuhi syarat hadits hasan sudah pasti tidak memenuhi syarat hadits Shahih.
Sebahagian para ulama mendefinisikan Hadits Dhaif adalah:
مالم يجمع فيه صفات القبول
"Yaitu yang tidak terkumpul padanya sifat yang diterima"
- Kalau perawinya yang gugur/terputus dalam sanad itu terletakdi awal sanad,maka disebut dengan hadits Muallaq, asal dimulai dari awal sanad walaupun yang ditengah tidak ada maka disebut juga hadits Muallaq
- Kalau perawinya gugur/terputus di pertengahan sanad, disebut dengan Hadits Munqathi'. Jika putusnya seorang perawi atau dua orang perawi atau lebih asal berturut-turut. Kalau putusnya sanad dua orang atau lebi secara berurutan disebut dengan hadits Mua'dhal
- Kalau perawinya gugur/terputus di akhir sanad, maka disebut hadits mursal. Kalau yang mengirsalkan itu adalah seorang shahabat maka dikenal dengan Mursal Shahaby.
- Kalau perawi itu berbuat dusta, bukan dikatakan hadits Nabi. tetapi disebut dengan Maudhu' (palsu).
- Kalau perawi dalam sanad ada yang tersangka dusta, maka haditsnya disebut dengan Hadits Matruk.
- Kalau perawi dalam sanad yang sering melakukan kesalahan ata lengah dalam meriwayatkan hadits atau banyak salah dalam periwayatan maka haditsnya disebut dengan Hadits Munkar.
- Kalau perawi yang ada dalam sanad yang sering berbuat pekerjaan yang dapat menfasikkan dirinya maka haditsnya disebut dengan hadits Munkar juga.
- Kalau perawi itu ada yang salah sangka, misalnya perkataan shahabat dikatakan/disangkakan sebagai sabda Nabi, maka disebut dengan hadits Mu'allal atau Ma'lul. Artinya hadits itu terdapat illat (cacat yang tersembunyi) yang sulit diketahui oleh Ahli Hadits. Hanya dapat diketahui dengan menghimpun haditshadits yang bersangkutan dengan sanadnya yang bermacam-macam, kemudian baru diadakan penelitian terhadap Hadits itu.
- Kalau perawi itu berbeda/bertentangan dengan perawi yang lain. Maka kalau perbedaan itu terletak pada susunan sanad disebut Mudrajul Isnad. Sedangkan kalau perbedaan itu terletak percampuran antara ucapan shahabat dengan sabda Nabi disebut Mudrajul Matan . Dan kalau perbedaan itu terletak pada terbaliknya susunan sanad/matan, maka disebut dengan Maqlub. Dan kalau perbedaan itu teretak pada tambahan perawi dalam sanad, maka disebut Hadits Mazid fi muttashil asanid .
- Kalau ada perawi yang tidak disebut namanya,akan tetapi hanya disebut jenisnya atau sifatnya saja maka disebut dengan hadits Mubham. Atau perawi tersebut disebutkan namanya, akan tetapi orang yang menyampaikan hadits daripadanya anya seorang saja maka disebut dengan Majhul 'Ain. Atau apabila disebut namanaya dan orang yang menyampaikan hadits dari padanya lebih dari seorang, akan orang yang tadi buanlah orang yang dapat dipercayai maka disebut dengan hadits Majhul hal atau disebut dengan hadits Mastur .
- Kalau perawi itu ada yang suka melakukan perbuatan bid'ah, maka disebut dengan hadits Mardud, baik perbuatan tersebut sampai mengkufurkan atau sampai memfasikkan dirinya.
- Kalau perawi itu jelek hafalannya dan jelek hafalan itu secara terus menerus, maka disebut dengan hadits syadz. Kalau jeleknya itu karena suatu sebab, sepertikarena teah lanjut usianya atau hilang cacatan dari gurunya maka disebut dengan hadits Mukhtalith.
- Kedhaifan dari hadits itu tidak seberapa, sehingga hadits itu tidak diriwayatkan oleh orang yang dusta atau yang tertuduh dusta atau orang yang sering keliru dalam meriwayatkan hadits.
- Bahwa keutamaan perbuatan yang terkandung dalam hadits itu sudah termasuk dalil yang lain (baik Al-qur'an maupun Hadits shahih) yang bersifat umum, seingga perbuatan itu tidak termasuk perbuatan yang sama sekali tidak mempunyai asal/dasar.
- Tatkala kita mengamalkan hadits dhaif tersebut, janganlah kita mengi'tiqatkan bahwa perbuatan itu telah diperbuat oleh Nabi atau pernah disabdakan. Supaya kita tidak membangsakan sesuatu pekerjaan yang tidak diperbuat atau disabdakan Nabi