Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Pendidikan merupakan media yang sangat berperan untuk menciptakan manusia yang berkualitas dan berpotensi dalam arti seluas-luasnya, melalui pendidikan akan terjadi proses pendewasaan diri, sehingga dalam proses pengambilan keputusan terhadap suatu masalah yang dihadapi selalu disertai dengan rasa tanggung jawab yang besar. Pendidikan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin dalam lingkungannya dan dengan pendidikan seorang akan memperoleh ilmu pengetahuan. Sehingga akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berperan dan berfungsi dalam kehidupan masyarakat.
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, ketrampilan, dan keahlian tertentu kepada manusia untuk mengembangkan bakat serta kepribadian mereka, agar mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka manusia berusaha mengembangkan dirinya dengan pendidikan. Oleh karena itu masalah pendidikan perlu mendapat perhatian dan penanganan lebih yang menyangkut berbagai masalah yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan relevansinya.
Peningkatan mutu pendidikan selalu menjadi perhatian dari pemerintahan, baik melalui peningkatan kuantitas/kualitas, sarana, dan prasarana, kompetensi dari para pendidik melalui sertifikasi guru dan dosen, penyempurnaan kurikulum, mencari inovasi pembelajaran, meningkatkan anggaran pendidikan dan usaha-usaha lain yang dianggap mampu untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam upaya pengembangan kualitas manusia Indonesia minimal harus dicapai adalah tumbuhnya kemampuan berfikir logis dan sikap kemandirian dalam diri peserta didik. Untuk itu sistem pengajaran yang mengutamakan matematika dan ilmu pengetahuan lainnya menjadi prasyarat bagi proses pendidikan untuk membentuk manusia Indonesia yang mampu menghadapi dan mengantisipasi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan dimana terjadi interaksi dalam mentransfer berbagai ilmu pengetahuan kepada anak didik yang mengandung nilai, sikap serta keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Pada lingkungan sekolah, ada tiga pokok yang menjadi dasar bagi kegiatan pendidikan. Unsur yang pertama, bahwa pendidikan mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu perkembangan anak didik. Kedua, bahwa pendidikan suatu usaha yang disengaja dan berencana terutama dalam pemilihan materi pelajaran, strategi mengajar serta teknik penilaian. Sedangkan yang ketiga, bahwa proses pendidikan berlangsung dalam lingkungan dimana anak didik berperan dalam lingkungan lain yang telah dikondisikan atau telah disiapkan sebelumnya.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 (Depdiknas 2006) dikemukakan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah : (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5)memiliki sikap menghargai matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dari pernyataan diatas bahwa komunikasi salah satu yang sangat berperan didalam pembelajaran matematika. Dengan komunikasi siswa dapat menjelaskan atau menyampaikan ide-ide atau konsep-konsep matematika dalam proses pembelajaran. Pada akhirnya dapat membawa siswa pada pemahaman siswa yang lebih mendalam tentang konsep matematika yang telah dipelajari.
Dalam pembelajaran matematika, seringkali ditemukan proses berfikir dan cara siswa berbeda dengan strategi guru. Suwarsona dalam Suradi menyatakan bahwa kesulitan siswa dalam mempelajari matematika tidak terlepas dari strategi pengajaran yang selama ini digunakan di sekolah-sekolah Indonesia, yaitu strategi pengajaran klasikal dengan metode ceramah sebagai metode utama, ini menandakan bahwa guru memaksa strateginya untuk melaksanakan proses pembelajaran yang didalamnya terdapat proses pemecahan masalah untuk siswa. Dengan mengajukan masalah-masalah yang konstektual siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep-konsep matematika.
Guru menganggap matematika sebagai sebuah bahan siap jadi yang akan disiapkan kepada siswa, mereka tidak memandang matematika sebagai suatu proses. Hal ini akan menghambat aktivitas siswa untuk mengkontruksikan sendiri pengetahuan yang dimilikinya dalam belajar matematika. Selain dari itu guru lebih banyak memikirkan bagaimana materi yang ada harus selesai tepat waktu, sehingga waktu untuk siswa memberikan ide-ide atau pendapat mengenai permasalahan matematika justru tidak ada.
Siswa yang kurang mampu terkadang tidak bisa meminta bantuan pada teman yang lainnya, hal ini disebabkan metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih bersifat individual. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi siswa dengan siswa dalam pembelajaran matematika belum termanfaatkan. Kondisi seperti ini lebih memprihatinkan jika guru menghadapi kelas besar, maka mereka tidak sanggup memberikan bantuan kepada setiap siswa yang membutuhkannya. Sehingga guru dalam pembelajaran matematika cenderung lebih aktif sebagai pemberi pengetahuan kepada siswa secara klasikal yang dilakukan dengan ceramah.
Namun kenyataan menunjukkan bahwa kemampuan Komunikasi matematika siswa di SMA masih belum memuaskan. Hal ini dapat dilihat pada saat proses guru mengajar. Kemampuan mengekspresikan, menafsirkan ide-ide matematika melalui lisan dan tertulis, serta kemampuan untuk menuangkan dalam bentuk visual dan gambar masih jauh dari harapan. Hal ini dikarenakan didalam matematika terdapat konsep-konsep yang sukar dipelajari dan dipahami oleh siswa. Dan siswa juga mengalami kesulitan untuk mengungkapkan kembali konsep matematika yang telah dipelajari dengan bahasanya sendiri. Sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menafsirkan ide-ide dan menyelesaikan masalah dalam matematika. Kemampuan menafsirkan gagasan matematika siswa secara lisan, tertulis, gambar dan diagram sangat perlu ditumbuh kembangkan dikalangan siswa dalam rangka meningkatkan kemampuan memahami matematika dengan baik dan jelas. Karena pada kenyataanya siswa yang telah memahami konsep suatu materipun masih belum mampu mengkomunikasikannya kepada orang lain dan kurang mampu merangkai ide dan pendapat yang berhubungan dengan matematika.
Observasi awal pada SMA Negeri 5 bahwa fenomena permasalahan diatas juga terdapat disekolah ini, dimana guru masih mengajar secara konvensional yang lebih banyak menulis, memberikan penjelasan dan contoh-contoh soal. Sedangkan siswa hanya pasif mengikuti keaktifan guru saja. Siswa tidak dihadapkan pada permasalahan yang bersifat menemukan atau menghubungkan pengetahuan atau informasi yang telah mereka dapatkan. Sehingga pada saat guru memberikan tugas kepada siswa, siswa mengerjakannya berdasarkan contoh-contoh yang telah dijelaskan oleh guru pada saat proses belajar mengajar. Kesempatan siswa untuk memberikan ide-ide atas permasalahan matematika dapat dikatakan tidak ada sama sekali, yang ada hanya kesempatan untuk bertanya terhadap kekurang pahaman pada contoh soal yang telah diberikan oleh guru. Sehingga pembelajaran seperti ini akan membuat kemampuan komunikasi matematika siswa akan melemah dan tidak terlatih.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan siswa SMA Negeri 5 pada hari sabtu 08 Mei 2013 ketika mengadakan observasi tersebut peneliti memperoleh informasi bahwa permasalahan yang terjadi adalah siswa mengalami kesulitan dalam memahami dan menguasai konsep dasar materi trigonometri dengan baik sehingga sulit untuk memperdalam materi selanjutnya. Kesulitan siswa dalam memahami trigonometri karena kurangnya pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal yang berbentuk simbol, kurangnya kemampuan mengekspresikan, menafsirkan ide-ide matematika melalui lisan dan tertulis, serta kurangnya kemampuan siswa untuk menuangkan ide tersebut dalam bentuk visual atau gambar. Hal ini peneliti pahami berdasarkan soal yang dilakukan pada SMA Negeri 5 yang menunjukkan bahwa dari salah satu soal yang diajukan kepada siswa kelas X dalam memperhatikan kemampuan Komunikasi metematika.
Dalam sebuah ABC diketahui panjang sisi b = 5 cm, panjang sisi c = 6 cm. Jika A = 52 maka panjang sisi a adalah
Baca juga: Langkah Pembelajaran Dalam Metode Penemuan Terbimbing
Dari jawaban siswa diatas terlihat jelas bahwa kemampuan siswa dalam menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara lisan atau tulisan masih sangat kurang, dengan kata lain kemampuan komunikasi siswa untuk memahami matematika masih rendah, dimana dari 32 siswa hanya 5 siswa yang menjawab soal dengan benar.
Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan untuk memperbaiki proses pembelajaran dan diharapkan terjadinya peningkatan berkomunikasi matematika. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2006 yang dikembangkan sekarang adalah pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada proses belajar kelompok. Model ini sangat cocok diterapkan pada pembelajaran matematika karena dalam mempelajari matematika tidak cukup hanya mengetahui dan menghafal konsep-konsep tetapi juga dibutuhkan suatu pemahaman dan kemampuan menyelesaikan persoalan matematika serta mampu menjelaskan kembali mengenai asal usul jawaban tersebut, melalui model pembelajaran ini siswa dapat mengemukakan pemikirannya, saling bertukar pendapat, saling bekerja sama dalam kelompok.
Menurut Tanner bahwa pembelajaran kooperatif memiiki efek yang signifikan terhadap perkembangan akademik maupun sosial siswa. Hal ini disebabkan oleh pembelajaran kooperatif merupakan model belajar kelompok yang terdiri dari berbagai jenis latar belakang, jenis kelamin, tingkat kemampuan yang berbeda dari tiap siswa yang mana mereka belajar bersama-sama dalam satu kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan. Pembelajaran kooperatif bukan hanya sekedar pembelajaran secara berkelompok seperti pada umumnya, tetapi siswa diharuskan mampu untuk mempresentasikannya, menghubungkan dan mengaplikasikan informasi ataupun pengetahuan yang diberikan sehingga proses pembelajaran yang dilakukan menjadi lebih bermakna.
Baca juga: Aspek Komunikasi Matematika
Pada dasarnya tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah melatih siswa agar mampu berfikir dan bekerja secara berkelompok, berdiskusi untuk memecahkan suatu permasalahan dan selanjutnya bertanggung jawab untuk melaporkan jawabanya kepada anggota kelompok yang lain. Tipe pembelajaran kooperatif yang mencangkup keseluruhan hal yang telah disebutkan di atas adalah pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heard Together. NHT merupakan suatu tipe kooperatif yang memberikan nomor kepada setiap anggota kelompok, kemudian secara acak guru memanggil nomor siswa tersebut. NHT memberi kesempatan kepada siswa untuk saling memberi ide juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama kelompok. Karena diskusi merupakan salah satu aspek dari komunikasi matematika.Dengan model ini diharapkan kemampuan komunikasi matematika siswa dapat ditingkatkan.
Untuk itu penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT sangat diperlukan untuk memungkinkan dan memperbaiki terjadinya komunikasi matematika. Dimana siswa selama ini kurang memahami konsep-konsep matematika, dengan adanya kooperatif tipe NHT akan membantu siswa menggali potensi ilmiah otak yang ada pada diri siswa dan membantu mempertajam daya ingat. Sehingga siswa nantinya dapat menyelesaikan kegiatan sendiri untuk membentuk kreativitas dalam memecahkan suatu masalah.