Dahsyatnya Kekuatan Kalimat Syahadat
Ada salah satu Kultum seorang Syekh dari Suriah. Namanya Syekh Ibrahim. Syekh Ibrahim ini salah satu murid Syekh Ahmad Kaftaro, dan ia merupakan Imam salah satu masjid di Orlando, Florida, Amerika, yang sudah menetap di sana selama 20 tahun.
Satu pelajaran menarik dari kuliah Syekh Ibrahim adalah cerita tentang seorang perempuan Amerika yang memeluk Islam di tangannya.
Ceritanya, pernah ada seorang perempuan Amerika datang kepada Syekh ingin masuk Islam. Tapi, perempuan itu tidak mau memakai kerudung, jilbab dan lain-lain.
Dia bilang, "Saya ingin masuk Islam, tapi saya tidak suka dengan kerudung dan jilbab-jilbab itu. Bisakan saya masuk Islam?"
Syekh menjawab, "Ok. Kalau begitu kamu bersyahadatlah."
Perempuan itupun mengucapkan kalimat syahadat. Setelah bersyahadat, dia seakan tidak percaya, lalu bertanya lagi kepada Syekh. "Benarkah saya sudah menjadi muslimah, wahai Syekh? Kan saya tidak mau pakai kerudung dan jilbab."
"Iya, kamu sudah Muslimah. Masalah kerudung nanti saja."
Akhirnya perempuan itupun pulang.
Sebulan setelah kejadian itu, si perempuan datang lagi kepada Syekh. Anda tahu bagaimana keadaan perempuan ini sekarang? Bukan hanya pakai kerudung dan jilbab, perempuan itu justru pakai niqab alias cadar!
Syekh Ibrahim pun kaget. "Kamu yang sebulan lalu datang kepadaku?" tanya Syekh.
"Iya, Syekh, betul," jawab si perempuan.
"Kamu bilang tidak suka pakai kerudung dan jilbab, kenapa sekarang malah pakai niqab?"
Perempuan itu menjawab, "Ini adalah kekuatan kalimat syahadat, Syekh. Setelah pertama kali saya membacanya sebulan yang lalu, saya mulai merasa malu kepada Allah jika saya masih berpakaian terbuka. Saya ingin menjadi hamba Allah yang sesungguhnya, bukan hamba syahwat dan nafsu dunia."
Apa kira-kira pelajaran dari kisah ini? Ada dua yang saya tangkap.
Pertama, di sini ada "fiqhud dakwah" atau "kebijaksanaan dalam berdakwah".
Kita sekarang ini hidup di dunia yang semakin kompleks dan susah, jadi jangan tambah lagi dengan agama yang dibikin susah. Makanya saya senang sekali dengan slogan Syekh Al-Qaradhawi yang sering mengatakan: "at-tabsyiir fid da'wah wat-taisiir fil fatwa", alias "memberi kabar gembira dalam berdakwah, dan memberi kemudahan dalam berfatwa".
Bayangkan, Andai saja Syekh tadi bilang: "Untuk menjadi muslimah kamu harus melakukan ini dan itu, kamu harus bermazhab ini atau itu, kamu harus ikut aliran ini atau itu, dan lain sebagainya", mungkin perempuan itu tidak akan kembali lagi ke masjid.
Kedua, kekuatan kalimat syahadat.
Lihatlah, perempuan itu baru sebulan mengucapkan kalimat syahadat, tapi dia sudah merasa malu jika harus mengabaikan perintah-perintah Allah. Dia malu mengakui keesaan-Nya tapi melakukan larangan-Nya.
Sementara kita? Mungkin sudah puluhan tahun kita mengucapkan kalimat syahadat. Setiap hari kita baca kalimat syahadat itu dalam shalat. Setiap minggu kita baca kuat-kuat dalam majelis-majelis tahlil. Tapi, kita tidak merasa malu sedikit pun melanggar aturan-aturan Allah.
Bahkan di ujung dunia sana ada yang dengan bangga berkata: "Saya Muslim, dan saya akan memilih pemimpin kafir!" Hasbunallah wa ni'mal wakiiil. Tidakkah orang itu -dan juga kita semua- malu dengan kalimat syahadat yang yang selalu kita ucapkan itu?!
Di sinilah saya melihat relevansi sabda Rasul yang berbunyi: "Malu adalah sebagian daripada Iman". Kalau kita tidak merasa malu, terutama kepada Allah, maka keimanan kita belumlah sempurna.
Benarlah Imam Syafi'i dalam syairnya:
تعصي الإله وأنت تظهر حبه ... هذا محال في القياس بديـع
لو كان حبك صادقا لأطعتـه ... إن المحب لمن يحب مطيـع
في كل يوم يبتديك بنعمــة ... منه وأنت لشكر ذلك مضيع
Kamu melanggar perintah-perintah Allah, sementara kamu mengaku mencintai-Nya.
Perkara ini sungguhlah analogi yang mustahil adanya.
Jika cintamu itu benar, maka kamu pasti akan menaati-Nya.
Sesungguhnya seorang pecinta akan patuh kepada apa yang dicintainya.
Setiap hari Dia menampakkan bagimu kenikmatan dari-Nya.
Sementara kamu selalu menghilangkan kesyukuran terhadapnya.