Ibrah Dari Perang Tabuk
Apakah Kita Menginginkan Anak Kita Diperlakukan Seperti Orang Munafik?
Ketika Perang Tabuk, ada beberapa orang yang tidak ikut berperang. 80-an lebih adalah orang yang dianggap munafik, dan 3 lainnya adalah sahabat Rasulullah ﷺ yang mulia, yaitu: Ka’b bin Malik, Hilal bin Umayyah, dan Murarah bin Ar-Rabi’. Ketika 80-an orang yang tidak ikut Perang Tabuk itu datang menghadap Rasulullah ﷺ menyampaikan alasan dan memohon maaf, maka beliau pun begitu mudah menerima alasan mereka, lalu memaafkan mereka. Akan tetapi, ketika Ka’b bin Malik datang, Rasulullah ﷺ menyambutnya dengan senyum marah. Kemudian Rasulullah ﷺ memintanya untuk menunggu keputusan Allah Ta’ala. Begitupula yang beliau lakukan terhadap 2 orang lainnya. Setelah itu, Rasulullah ﷺ memerintahkan kaum muslimin untuk tidak berbicara kepada mereka, bahkan salam saja tidak boleh dijawab. Setelah berlalu hukuman tersebut selama 40 hari, hukuman mereka pun ditambah, yaitu mereka harus menjauhi istri-istri mereka. Bayangkan! Bahkan istri pun harus dijauhi. Setelah genap 50 hari, baru hukuman tersebut dicabut.
Mengapa perlakuan Rasulullah ﷺ terhadap 3 orang sahabat ini berbeda dibanding terhadap 80-an orang lainnya? Karena 3 orang ini adalah sahabat yang dibina dan dididik agar menjadi mukmin sejati dan umat terbaik, bukan muslim abal-abal (munafik) seperti 80-an orang itu.
Lalu, di zaman ini, ada sebagian santri atau orang tua yang tidak terima ketika si anak didisiplinkan dengan beberapa peraturan dan hukuman yang sebetulnya aturan dan hukuman itu bertujuan untuk membentuk anak santri menjadi lebih baik, bukan untuk
merendahkan apalagi menyiksa. Apakah sebagian orang tua zaman sekarang lebih suka jika ketika anaknya melanggar peraturan, lalu dibiarkan tanpa ada tindakan? Apakah mereka lebih suka jika anaknya diperlakukan seperti 80-an orang yang tidak ikut perang tabuk, dan menolak jika diperlakukan seperti 3 sahabat mulia?