Memahami Majelis Taklim Yang Sebenarnya
Bila Datang Bulan RabiulAwwal maka umat Islam di Indonesia beserta seluruh penggerak Syiarnya bersiap serentak menyelenggarakan maulid besar besaran, puluhan bahkan ratusan juta siap dirogoh dari dalam kocek majelis, puluhan proposal siap disebar untuk memeriahkan panggung.
Sejak lama saya merenungkan, memperhatikan dan menginsafi, bahwa ratusan juta uang yang dikeluarkan untuk menyokong Majelis majelis tersebut apakah cukup sebanding dengan peran-andil majelis dalam denyut nadi kehidupan masyarakat, memang betul, masyarakat kita (dan saya termasuk diantara mereka) termasuk masyarakat yang paling mencintai maulid, begitupun sangat takdzim pada ulama dan pengampu majelis-majelis tsb, biar bagaimana mereka adalah pengayom masyarakat (setidaknya, beginilah yang dirasakan dahulu tentang majelis, 10 tahun yang lalu dan masa sebelumnya).
Dalam kata "Majelis Taklim" ada dua kalimat yang harus benar dicermati masyarakat "Majelis"/ Perkumpulan & "Taklim" -yang bertujuan untuk memberikan- pelajaran, tentu pelajaran yang dimaksud adalah pelajaran terkait pengetahuan agama, persis di surau surau Minangkabau dulu, persis di Majelis majelis tua di daerah jakarta, mushola di kampung kampung Jawa Timur dulu, pengetahuan tentang agama ini juga perlu lagi diperinci dengan bermacam cabang keilmuannya, Majelis Taklim harus mampu memberi asupan ilmu yang sesuai dan dapat diterima serta dicerna masyarakat sekitar, bila tidak terdapat sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat, tentu masyarakat harus lebih cermat memilih.
Majelis taklim dalam mafhum modern sebagai yang kita saksikan (setidaknya) di jagat media sosial saat ini, jauh dari kata memberikan asupan yang tepat untuk masyarakat, lebih jauh lagi, terkadang nilai dari Majelis tersebut dihitung dari seberapa meriah dan megah acaranya, panggungnya dan segala macam hal yang berkaitan dengan kulit luar seperti pembaca kasidah dll, Singkatnya Majelis Taklim kehilangan arah dan tujuan pada era digital modern ini.
Majelis taklim modern tidak mampu mengeluarkan kader kadernya yang kapabel dan mumpuni dalam bidang syariat sebagaimana dahulu, bahkan boleh jadi pengasuh majelis tersebut tidak memiliki dasar yang kuat dalam bidang agama, dalam peribahasa arab ada sebuah ungkapan: "Faqidus syai' La Yu'tih" Orang yang tak punya apa apa, bagaimana mungkin dapat memberi?!! Ferguso.
Majelis Taklim dan acara maulid akbar tumbuh subur pada bulan maulid dengan meriah dan glamornya, namun apakah masyarakat mengerti apa yang disebutkan dari sejarah Nabi, apa masyarakat lebih mengenal Nabi, lebih lanjut apa masyarakat memahami kepekaan dan kecintaan sang Nabi pada Mereka dari syariat yang diturunkan dan diajarkan? Nol besar, Nihil dan Ghaib.
Masyarakat kita butuh lapangan pekerjaan, Apakah Majelis pernah berpikir berkhidmah pada masyarakat dan loyalisnya dengan mewakafkan sejumlah tanah untuk loyalisnya berwira usaha, memberikan pelatihan dan pengembangan kemampuan, atau setidaknya menjadi perantara menyakurkan bantuan dari anggotanya kepada anggota lainnya.