Ulama Istiqamah di Jalan Dakwah
Dakwah adalah medan yang sangat luas dan pahala yang Allah sediakan untuk mereka yang menyeru ke jalan-Nya takkan pernah habis untuk kita perebutkan. Harusnya, seorang ulama, da'i ataupun aktifis dakwah adalah yang paling bersyukur ketika Allah Swt memberikan petunjuk kepada orang awam atau ahli maksiat melalui da'i yang lain baik da'i tersebut semanhaj atau seorganisasi dengannya atau tidak. Karena itu artinya Allah Swt telah meringankan bebannya dalam berdakwah.
Akan tetapi, realitanya, tidak sedikit para da'i dan Ustad yang berubah raut mukanya ketika jama'ah pengajian Ustad fulan lebih banyak dari jama'ah yang hadir dimajelis ta'limnya. Berapa banyak pelajaran tentang ukhuwah menguap karena berbeda jalan dan rumah tempat bernaung. Bahkan, tak sedikit gerakan islam dan organisasi dakwah yang saling hasad, membenci dan dendam terhadap gerakan dakwah yang lain ketika masyarakat lebih memilih dakwah yang tidak semanhaj dengannya. Oleh syaitan, dengki itu dihiasi sedemikian rupa, seolah ia adalah cemburu atas nama agama atau kritik demi kebaikan. Alasannya bermacam-macam; manhajnya tidak jelas, akidahnya menyimpang atau gerakan dakwah tersebut telah menjadi liberal, tokoh-tokohnya adalah pengikut hawa nafsu dan haus kekuasaan atau sistem organisasinya telah rusak dan kuno. Karenanya, Imam Ghazali tidaklah berlebihan ketika memvonis; "Jika para ulama terobsesi kepada harta dan jabatan atas nama ilmu, maka mereka akan saling mendengki".
***
Sebagian diantara para ulama dan da'i yang tidak pernah gugur di jalan dakwah dan layak diteladani oleh aktifis islam adalah Syeikh Muhammad Al-Ghazali. Setelah berbeda jalan dengan Mursyid Kedua; Ustad Hasan Al-Hudhaibi yang kemudian berujung pada pemecatannya, Syeikh Al-Ghazali memang sempat melontarkan kritikan pedas. Namun ia terus berdakwah ditempat lain tanpa harus membenci jama'ah yang pernah membersamainya. Karenanya, ketika tahun 1965 penjara-penjara Mesir dipenuhi oleh para da'i Ikhwan dan Syeikh Al-Ghazali diminta dan 'dipaksa' oleh pemerintah untuk menjelek-jelekkan Ikhwan, ia menolaknya. Beliau berkata: "Bukan akhlakku untuk menyiksa mereka yang telah terluka".
Ketika ditimpali: "akan tetapi mereka telah memecatmu, untuk apa kau membiarkan mereka?"
Syeikh Al-Ghazali menjawab: "Jika mereka 'melemahkanku' saat mereka masih kuat, aku tak akan pernah melemahkan mereka saat aku bebas (dan kuat)."
Akhlak dan keteladanan yang mulia ini kemudian menjadikan Sheikh Al-Ghazali menjadi pribadi yang tetap dihormati dan dicintai Ikhwan bahkan karya-karyanya terus dibaca dan dijadikan rujukan bagi dakwah dan gerakan islam.
***
Syeikh Ahmad Hasan Al-Baquri juga berbeda jalan dakwah ketika menerima tawaran Abdun Nasir untuk menjadi Menteri Waqaf tanpa persetujuan jama'ah dan kemudian mengundurkan diri. Beliau melihat ada banyak maslahat untuk dakwah melalui wizaratul auqaf tanpa berkonfrontasi dengan pemerintah.
Ketika ditanyakan sebab pengunduran dirinya dari jama'ah, beliau menjawab: "ada beberapa penyebab, tapi aku lebih memilih dan menyukai untuk menyimpannya dalam hatiku. Yang pastinya, sebab (pengunduran diri) itu tak sedikitpun membuatku untuk tidak menghormati dan memuliakan mereka. Siapapun mereka (Ikhwan) baik besar ataupun kecil tetaplah mendapatkan tempat yang dalam dalam hatiku".
Perbedaan jalan dalam berdakwah tidak menghalangi Syeikh Al-Baquri untuk mencintai Ikhwan dan Mursyid mereka. Beliau juga banyak membantu meringankan kezaliman yang menimpa saudara-saudaranya pada saat mereka ditimpa musibah dan cobaan saat Ikhwan berbenturan dengan penguasa.
***
Syeikh Shalah Abu ismail juga merupakan salah seorang dari para da'i yang menjauh dari jama'ah dan kemudian menjadi anggota parlemen. Ulama yang pernah berjihad melawan Inggris dalam peristiwa terusan Suez itu dikemudian hari dipertanyakan statusnya dalam organisasi. Beliau langsung menimpali: "Seandainya Ikhwan mengeluarkanku (memecatku) melalui pintu sungguh aku akan tetap masuk (kepada mereka) melalui jendela".
Dari pengalamannya sebagai politisi senior, para pemuda Ikhwan banyak berguru padanya dalam berdakwah melalui parlemen meskipun statusnya bukan lagi sebagai anggota resmi jama'ah.
***
Syeikh Sayyid Sabiq, Syeikh Abdul Muiz Abdus Sattar, Sheikh Al-Qaradhawi, Dr. Munir Ghadban, Ustad Amin Yakan, Hasan At-Turabi, Ustad Issam Al-Attar dan banyak tokoh lain yang berjasa besar terhadap jamaah keluar dan kemudian memilih jalan yang berbeda dalam berdakwah karena alasan-alasan tertentu. Dan jama'ahpun tetap berjalan tanpa mereka. Sejatinya, mereka tidak pernah berguguran dijalan dakwah. Bahkan pengarang buku 'Yang Berguguran Di Jalan Dakwah' (Ustad Fathi Yakan) pada akhirnya juga memilih jalan lain.
Bukan tugas kita untuk menghakimi mereka dan pilihannya, adapun tentang 'ikatan' yang dilepaskan, maka kita menyerahkannya kepada mereka sendiri dan Dia yang Maha pengampun untuk mengampuni kesalahan kita dan mereka tanpa meremehkan kesalahan-kesalahan itu sendiri. Rahimahumullah.