Ulama Oposisi dalam Sejarah
Ketika disebutkan nama Abu Manshur Al-Hallaj, mungkin yang langsung terlintas dibenak kita adalah seorang shufi zindiq yang identik dengan pemahaman 'hulul' dan 'ittihad', serta ucapannya yang terkenal "ana Al-haqq" yang diyakini menjadi penyebab vonis hukuman mati terhadapnya. Akan tetapi, Al-Arif Billah Al-Imam Al-Akbar Syeikhul Azhar Syeikh Abdul Halim Mahmud rahimahullah punya pendapat 'unik' dan berbeda dengan banyak kaum shufi tentang Al-Hallaj. Jika sebagian kaum Shufi menyetujui vonis zindiq dan hukuman mati terhadap Al-Hallaj, Syeikh Abdul Halim Mahmud justru bersikap sebaliknya.*
Dalam karyanya 'Qadhiyah At-Tashawwuf, Al-Munqidh Min Ad-Dhalal' beliau berpendapat bahwa vonis mati terhadap Al-Hallaj kental dengan unsur politis. Al-Hallaj adalah kekuatan magnetis luar biasa yang mampu menarik publik untuk terus mengelilinginya dan berjalan membersamainya kemanapun ia pergi. Sebagaimana layaknya seorang shufi, ia tentu saja mencintai ahlul bait Rasulullah Saw. Saat itu ahlul bait sedang bercita-cita untuk mendirikan sebuah 'negara'. Dinasti Abbasiyah yang saat itu menjadi penguasa tentu menaruh kecurigaan mendalam terhadap siapapun yang mencintai ahlul bait terlebih jika individu tersebut adalah tokoh berpengaruh dan punya banyak pengikut loyal.
Dan selama Al-Hallaj merupakan 'propaganda' kuat yang berjalan kesetiap tempat dan menuju setiap daerah, maka demi keamanan dan kestabilan negara Al-Hallaj harus disingkirkan dan dilenyapkan. Terbunuhnya Al-Hallaj bukanlah semata-mata karena masalah agama, tapi murni karena unsur politis. Adalah hal yang sangat mudah bagi penguasa diktator manapun untuk memanipulasi fakta, memproduksi kesaksian palsu, membeli para hakim dengan harta dan pangkat demi merealisasikan hawa nafsu mereka. Dan terjadilah apa yang terjadi berupa terbunuhnya Al-Hallaj dimana agama terbebas darinya. Semua kalimat-kalimat yang dituduhkan terhadap Al-Hallaj tak satupun terdapat dalam kitab-kitabnya. Bahkan sebagian diantara kitab-kitabnya yang masih tersisa tak sedikitpun mendukung klaim dan tuduhan mereka.(1)
Al-Hafiz As-Sayyid Abdullah Al-Ghumari Al-Hasani adalah contoh nyata di era modern bagaimana penguasa diktator Mesir Gamal Abdul Nasir memanipulasi fakta serta mendatangkan saksi-saksi palsu untuk membungkam, menyingkirkan dan melenyapkan (andai tanpa campur tangan para ulama, Sayyid Abdullah bisa jadi sudah dihukum mati) salah satu keturunan Rasulullah Saw hanya karena kedekatannya dengan Jama'ah Ikhwanul Muslimin.(2) Beliau dipenjara selama 11 tahun(3) dengan tuduhan spionase dan menjadi antek Perancis, padahal semua tuduhan tersebut adalah bathil.(4) Kriminalisasi terhadap Sayyid Abdullah Al-Ghumari adalah bukti betapa mudahnya bagi penguasa zalim untuk mengkriminalisasi lawan politiknya dengan pengadilan-pengadilan sandiwara. Ini penting saya tegaskan agar tidak ada murid (murid dari murid) Sayyid Abdullah Al-Ghumari pada hari ini yang dekat dengan penguasa zalim bersikap terlalu tsiqah dan mudah membenarkan setiap vonis dan tuduhan palsu penguasa terhadap lawan politik mereka seolah vonis tersebut murni tanpa unsur politis. Karena saya yakin, para murid Sayyid Abdullah yang baik akan lebih percaya pada pengakuan gurunya ketimbang vonis penguasa zalim yang telah dimanipulasi sedemikian rupa.
Jika kita ke Indonesia, ada Buya Hamka yang dipenjara karena ketakutan penguasa diktator yang semena-mena. Dari tahun 1964-1966 (dua tahun empat bulan) Hamka ditahan atas perintah presiden Soekarno. Beliau dituduh melanggar Undang-Undang Anti Subversif Pempres No. 11 yaitu merencanakan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno. Tak hanya itu, buku-buku karangannya dilarang terbit dan beredar.(5)
Perihal penangkapannya, Buya Hamka sendiri menceritakan dalam pengantar ke XII buku 'Tasawuf Modern' bahwa: Pada hari Senin tanggal 12 Ramadhan 1385, bertepatan dengan 27 Januari 1964, kira-kira pukul 11 siang, saya dijemput dirumah saya, ditangkap dan ditahan. Mulanya dibawa ke Sukabumi.
Diadakan pemeriksaan yang tidak berhenti-henti, siang-malam, petang-pagi. Istirahat hanya ketika makan dan sembahyang saja. 1001 pertanyaan, yah 1001 yang ditanyakan. Yang tidak berhenti ialah selama 15 hari 15 malam. Di sana sudah ditetapkan lebih dahulu bahwa saya mesti bersalah. Meskipun kesalahan itu tidak ada, mesti diadakan sendiri. Kalau belum mengaku berbuat salah, jangan diharap boleh tidur. Tidurpun diganggu. Kita pasti tidak bersalah. Disana mengatakan kita mesti bersalah. Kita mengatakan tidak. Disana mengatakan ya! Sedang ditangan mereka ada pistol.
Kisah-kisah kezaliman yang menimpa para zurriyat Rasulullah (dan selain mereka) karena besarnya pengaruh mereka yang menjadi ancaman bagi penguasa zalim sejak zaman dinasti Umawiyah, Abbasiyah hingga 'rezim tipu-tipu' tentu sangat banyak untuk diceritakan. Dan bukan tujuan kita untuk mengajak membenarkan semua tindak-tanduk zurriyat nabi meski sudah jelas salah dan melenceng dari akhlak Baginda Nabi sendiri. Sebagaimana bukan tujuan kita untuk mendustakan semua vonis yang dikeluarkan oleh penguasa. Orang bilang, sejarah adalah milik penguasa, akan tetapi pada akhirnya seringkali sejarah pula yang akan menceritakan kepada kita hakikat sebenarnya dari peristiwa-peristiwa yang dimanipulasi dan dipolitisasi sedemikan rupa. Hal ini tentu mengharuskan kita untuk melihat dengan jeli setiap faktor dan fakta yang melatarbelakangi vonis kontra oposisi yang seringkali kental dengan unsur politis semata-mata.