UU KPK Sebagai Alat Oligarki Kekuasaan
Gerakan mahasiswa muncul dimana-mana. Dipicu oleh UU KPK dan beberapa RUU kontroversial lainnya, yang didesain elit politik untuk memperkuat cengkeram kuasa mereka. Sebagian institusi kampus mendukung, sebagian besar mendiamkan, sebagian lagi menghalangi. Tapi hampir semua terkaget melihat besarnya respon mahasiswa terhadap ajakan turun ke jalan.
Satu hal yang gagal difahami oleh sebagian besar orang, bahwa ruh perjuangan gerakan yang sedang berjalan bukanlah kubu-kubuan pilpres, bukan pula alasan primordial agama keyakinan, tapi semangat melawan penindasan kesewenangan oligharki kekuasaan.
Kekuasaan di indonesia sedemikian terpusat pada segelintir orang. Lihat saja, siapa yang paling berkuasa di negeri ini. Saya tidak bicara soal presidennya. Saya bicara yang punya saham besar dalam setiap keputusan negeri ini. Para ketua parpol, para elit eksekutif, para konglomerat penyandang dana, para penguasa media. Apakah mereka-mereka itu negarawan yang memikirkan negara ataukan para oknum haus kuasa dan harta? Proses UU KPK adalah contoh nyata tentang kemana keberpihakan mereka.
Ini sama sekali bukan soal kubu-kubuan. Ingat dalam proses rancangan dan pengesahan UU KPK, tak ada satupun parpol yang benar benar menolak. Yang selama ini memposisikan diri kontra pemerintah pun tidak! Bahkan semuanya secara bulat memilih ketua KPK yang kontroversial. Ingat yah, sepakat secara bulat!
Ini jelas bukan soal Jokowi atau kecewa soal kalah presiden. Kalaupun ada yang ikut-ikutan karena isu itu, perlu diingat juga bahwa mantan capres mereka yang juga ketua partai, tidak mengintruksikan menghadang secara sungguh-sungguh UU tersebut. Juga partai-partai pendukungnya. Artinya, mereka pun bagian dari oligharki yangs edang dilawan!
Ini jelas bukan masalah primordial. Kalaupun ada yang bawa-bawa isu talibanisasi KPK, sangat mudah dibaca bahwa itu hanyalah isu yang diangkat oleh proxy dari para oligharki yang sedang mengfungsikan diri sebagai corong majikan mereka. Isu KPK bukan soal isu agama. titik!
Gejala oligharki kekuasaan ini makin menjadi-jadi akhir-akhir ini. Lihat saja proses penentuan calon presiden beberapa waktu lalu, terutama lagi penentuan wakil presiden. Sama sekali bukan atas dasar kepentingan rakyat, tapi atas pertimbangan kelanggengan kuasa segelintir orang ini. Coba tilik juga akar masalah karhutla yang dilakukan korporasi yang mendapatkan konsesi, ujungnya adalah para elit oligharki ini. Coba juga cermati juga permasalahan-permasalahan lainnya. Ada pola disana, bahwa kuasa dan harta dipastikan hanya akan berputar di kalangan itu-itu saja.
Jelas ada yang salah dengan arah gerak reformasi! kita menginginkan negara demokratis dengan kedaulatan rakyat setingi-tingginya, sehingga bisa mengantarkan pada kesejahteraan bersama. Tapi yang terjadi adalah pemusatan kekuasaan pada segelintir orang yang saling berkelindan, bancakan kuasa dan harta yang harusnya terbagi rata untuk kesejahteraan bersama.
Proses pengesahan UU KPK kemarin adalah titik kulminasi dari kemunduran proses demokrasi di negeri ini. Kita tidak melihat satupun negarawan yang ada menjaga negeri ini. Saat itu terjadi, tak ada pilihan lain, mahasiswa harus mengfungsikan diri, menjadi garda terdepan untuk membetulkan arah kemudi negeri ini!