Memahami Hadits Timbangan Dan Takaran Dalam Islam
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Ibnu Umar ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
الْوَزْنُ وَزْنُ أَهْلِ مَكَّةَ وَالْمِكْيَالُ مِكْيَالُ أَهْلِ الْمَدِينَةِ
"Timbangan yang menjadi standar ukuran adalah timbangan penduduk Mekkah, takaran yang menjadi standar ukuran adalah takaran penduduk Madinah." (HR. Abu Daud)
Karena penduduk Mekkah itu ahli dalam urusan berniaga, maka dalam jual belinya mereka menggunakan uang logam. Dan dasarnya adalah timbangan dengan Auqiyah, Mitsqal, dirham, daaniq dan lainnya. Tujuan mereka adalah menentukan patokan untuk timbangan-timbangan ini, kelipatannya dan bagian-bagiannya. Maka tidak mengherankan bila timbangan-timbangan mereka menjadi barometer dan tempat rujukan bila terjadi perselisihan. Berdasarkan inilah hadits tersebut diucapkan dengan anggapan “Timbangan adalah timbangan penduduk Mekkah”.
Baca juga: Hadits Tentang Pengobatan Ala Nabi
Dan karena penduduk Madinah dikenal sebgai ahli dalam urusan pertanian dan bercocok tanam yang akrab bergaul dengan biji-bijian dan buah-buahan, maka perhatian mereka terfokus pada takaran seperti Mudd, Sha’ dan takaran lainnya karena kebutuhan mereka yang sangat mnendesak dalam memasarkan hasil bumi dan pertanian mereka. Maka ketika mereka berjual beli, mereka menggunakan takaran. Mereka lebih berhak untuk menentukan patokannya. Maka tidak mengherankan bila Rasulullah menganggap takaran sebagai takaran mereka (penduduk Madinah).
Dan yang ingin kita tetapkan di sini bahwa hadits tersebut menentukan timbangan penduduk Mekkah dan takaran Penduduk Madinah adalah sebagai sarana pada masa tersebut. Sarana itu dapat saja berubah seiring dengan perubahan waktu, tempat dan keadaan di masa tertentu. Ini adalah bukan persoalan yang bersifat ibadah yang baku, akan tetapi hanyalah sebagai sarana dalam muamalah yang memudahkan orang berjual beli dengan penuh keadilan.
Dan karena penduduk Madinah dikenal sebgai ahli dalam urusan pertanian dan bercocok tanam yang akrab bergaul dengan biji-bijian dan buah-buahan, maka perhatian mereka terfokus pada takaran seperti Mudd, Sha’ dan takaran lainnya karena kebutuhan mereka yang sangat mnendesak dalam memasarkan hasil bumi dan pertanian mereka. Maka ketika mereka berjual beli, mereka menggunakan takaran. Mereka lebih berhak untuk menentukan patokannya. Maka tidak mengherankan bila Rasulullah menganggap takaran sebagai takaran mereka (penduduk Madinah).
Dan yang ingin kita tetapkan di sini bahwa hadits tersebut menentukan timbangan penduduk Mekkah dan takaran Penduduk Madinah adalah sebagai sarana pada masa tersebut. Sarana itu dapat saja berubah seiring dengan perubahan waktu, tempat dan keadaan di masa tertentu. Ini adalah bukan persoalan yang bersifat ibadah yang baku, akan tetapi hanyalah sebagai sarana dalam muamalah yang memudahkan orang berjual beli dengan penuh keadilan.
Baca juga: Hadits Tentang Penyebab Bencana
Adapun tujuan dari hadits tersebut begitu jelas bagi orang yang mempunyai pandangan yang tajam adalah sebagaimana yang kita katakan yaitu menyatukan ukuran dan timbangan yang dikembalikan kepada sesuatu yang paling akurat atau paling detail yang diketahui oleh masyarakat luas pada saat itu.
Oleh karena itu umat islam sekarang tidak merasa berdosa menggunakan timbangan desimal, seperti kilogram, bagian-bagiannya, kelipatannya. Karena timbangan ini detail dan lebih mudah menghitungnya pada saat transaksi. Ini sama sekali tidak dianggap menentang hadits. Oleh karena itu kaum muslimin pada masa sekarang di berbagai negara menggunakan timbangan ini tanpa ada yang protes.
Demikian pula tentang ukuran metrikal dan lainnya yang dipakai untuk mengukur panjang selama tujuannya adalah mencapai ketelitian dan kesatuan dalam ukuran. Dan hikmah yang memudahkan kaum muslimin adalah perbendaharaan yang tercecer , dimana saja mereka menemukannya, maka merekalah yang paling berhak mengambilnya.
Adapun tujuan dari hadits tersebut begitu jelas bagi orang yang mempunyai pandangan yang tajam adalah sebagaimana yang kita katakan yaitu menyatukan ukuran dan timbangan yang dikembalikan kepada sesuatu yang paling akurat atau paling detail yang diketahui oleh masyarakat luas pada saat itu.
Oleh karena itu umat islam sekarang tidak merasa berdosa menggunakan timbangan desimal, seperti kilogram, bagian-bagiannya, kelipatannya. Karena timbangan ini detail dan lebih mudah menghitungnya pada saat transaksi. Ini sama sekali tidak dianggap menentang hadits. Oleh karena itu kaum muslimin pada masa sekarang di berbagai negara menggunakan timbangan ini tanpa ada yang protes.
Demikian pula tentang ukuran metrikal dan lainnya yang dipakai untuk mengukur panjang selama tujuannya adalah mencapai ketelitian dan kesatuan dalam ukuran. Dan hikmah yang memudahkan kaum muslimin adalah perbendaharaan yang tercecer , dimana saja mereka menemukannya, maka merekalah yang paling berhak mengambilnya.