Pendonor Darah Dan Resipien Haram Nikah, Benarkah..???
TRANSFUSI DARAH merupakan sebuah upaya memindahkan darah dari seseorang kepada orang lain untuk menyelamatkan jiwanya, atau menyembuhkan penyakitnya. Lalu bagaimana hukumnya seorang perempuan yang mendonorkan darahnya kepada seorang anak kecil apakah statusnya sama dengan penyusuan..???
Transfusi darah itu tidak membawa akibat hukum adanya hubungan kemahraman (haram perkawinan) antara donor dan resipien. Sebab faktor yang dapat menyebabkan kemahrahraman sudah ditentukan oleh Islam sebagaimana tersebut dalam surat An-Nisa’ ayat yang ke 23 adalah:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan,
وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ
saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan;
وَبَنَاتُ الأَخِ وَبَنَاتُ الأُخْتِ
dan anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan;
وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ
ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan;
وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ
ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri,
فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;
وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ
(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);
وَأَن تَجْمَعُواْ بَيْنَ الأُخْتَيْنِ إَلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ
dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
إِنَّ اللّهَ كَانَ غَفُوراً رَّحِيماً
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,
Ayat tersebut di atas dengan jelas menguraikan bahwa yang menyebabkabkan keharaman pernikahan itu karena tiga alasan:
Yang pertama, Mahram ((haram perkawinan) karena adanya hubungan nasab yaitu hubungan antara anak dengan ibu kandungnya, saudara kandungnya baik sebapak maupun seibu serta anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan.
Yang Kedua, Mahram (haram perkawinan) karena adanya hubungan perkawinan, seperti seorang mertua dengan menantunya atau anak tiri dari istri yang telah ada hubungan dengannya dan juga isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara. Dan juga haram menikah dengan wanita yang masih bersuami (surat an-nisa’ ayat 24)
Yang ketiga, Mahram karena adanya hubungan persusuan, seperti hubungan antara seorang anak dengan wanita yang pernah menyusuinya atau dengan saudaranya yang sepersusuan dengannya.
Yang ketiga, Mahram karena adanya hubungan persusuan, seperti hubungan antara seorang anak dengan wanita yang pernah menyusuinya atau dengan saudaranya yang sepersusuan dengannya.
Kemudian pada ayat yang ke 24 dari surat An-nisa’ ditegaskan bahwa selain huhubungan yang tersebut di atas (ada surat An-Nisa’ ayat ke 23) adalah bukan mahramnya dan halal melakukan hubungan pernikahan. Sebab sudah tidak adanya hubungan kemahraman, kecuali seorang laki-laki menikahi seorang wanita bersama dengan bibinya secara poligami itu dilarang berdasarkan hadits Nabi berikut ini riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah:
Dari ketrangan diatas maka jelaslah bahwa transfusi darah tidak mengakibatkan hubungan kemahraman antara donor dan resipien. Oleh karena itu perkawinan antara pendonor dengan resipien diizinkan oleh agama atau sah secara hukum islam.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ أَرْبَعِ نِسْوَةٍ
bahwasannya Rasulullah melarang empat perempuan untuk dipoligami,
أَنْ يُجْمَعَ بَيْنَهُنَّ الْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا
yaitu menikahi wanita dengan Tantenya dari pihak bapaknya sekaligus.
وَالْمَرْأَةِ وَخَالَتِهَا
dan seorang wanita dengan bibinya dari pihak ibu.
Dari ketrangan diatas maka jelaslah bahwa transfusi darah tidak mengakibatkan hubungan kemahraman antara donor dan resipien. Oleh karena itu perkawinan antara pendonor dengan resipien diizinkan oleh agama atau sah secara hukum islam.