Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Keribadian Ilmiah Dan Nilai Dalam Peradaban Islam

Keribadian Ilmiah Dan Nilai Dalam Peradaban Islam

Pandangan pertama yang memperlihatkan keagungan para ilmuwan dalam peradaban Islam adalah berbagai studi dan penelitian, artikel, dan buku-buku mereka tulis. Sebab seorang ilmuwan itu yang menuliskan buku itu lebih mirip dengan ensiklopedia. Merupakan buku yang mencakup lebih dari satu spesialisasi cabang ilmu pengetahuan. Para ilmuwan Islam telah menorehkan tinta emas dalam karya-karya ilmiah mereka dengan tehnik dan strategi pengajaran yang luar biasa. Sehingga orang yang membaca karya mereka sangat merasakan bagaikan berada di hadapan sebuah pelajaran ilmiah. Yaitu pelajaran ilmiah yang hidup dan disampaikan seorang guru besar yang berkompeten seperti pada masa sekarang ini.


Sebagian dari mereka menyampaikan pelajarannya dengan strategi dan cara- cara khusus yang menambahkan materi tersebut lebih jelas dan lebih mudah. Ada juga sebagian dari mereka yang bertanya-tanya dengan penuh keheranan, "Bagaimana kehidupan para ilmuwan islam yang dapat menguasai pengetahuan yang sangat luas ini..?? dan bagimana juga mereka mampu menghasilkan karya-karya ilmiah yang besar dengan pengayaan materi, teliti, dan mendalam, yang menjadi keistimewaan peradaban islam?" Sebagai contoh adalah salah seorang ilmuwan islam yang bernama Ibnu Sina. Beliau mewariskan karya ilmiahnya sebanyak lebih dari dua ratus buah. Karya tulis tersebut adalah dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Jabir bin Hayyan telah mempersembahkan karyanya lebih dari delapan puluh buah buku. Sedangkan buku-buku yang ditulis Al-Hasan bin Al-Haitsam mencapai dua ratus buah, yang sebagian besamya dalam bidang ilmu-ilmu filsafat, matematika, biologi, disamping karya tulis dalam bidang kedokteran yang mencapai tiga puluh juz.

Kita dapat mempersepsikan bagaimana para ilmuwan tersebut mengalami kesulitan dalam menghasilkan karyanya. dan bagaimana mereka dalam menghadapi perjuangan berat dalam mempersembahkan karya-karya tulis yang besar ini. padahal pada saat karya mereka tuliskan saat itu belum ada alat-alat percetakan yang ditemukan. Sungguh merupakan suatu yang sangat ajaib dan aneh tertang karya mereka dalam bidang teknologi pada masanya. Oleh karena itu Ibnu An-Nadim dalam Al-Fahrasat mengemukakan komentar yang menarik, terhadap sekelompok orang yang menolak eksistensi seorang pakar kimia muslim, yaitu yang bernama Jabir bin Hayyan. Ibnu An-Nadim ini berkata, "Sesungguhnya seorang tokoh terkemuka yang tekun dalammeneliti yang mana dia bersusah payah duduk hingga lelah untuk menulis sebuah buku yang mencapai dua ribu halaman. sehingga karakter dan pikirannya menjadi lelah untuk mempersembahkan untuk kemeslahatan generasi setelahnya. Tangan dan tubuhnya lelah dalam mentranskipnya. Lalu ia menyeleksinya untuk orang lain-baik ada ataupun tidak ada- tanpa memandang siapa mereka."

Banyak sekali para ilmuwan dalam peradaban Islam belajar beberapa bahasa asing. Para ilmuwan ini berupaya mendalaminya. Sebagai contoh adalah Abu Ar-Rihan Al-Bairuni merupakan salah seorang ilmuwan yang mampu berkomunikasi dengan beberapa bahasa seperti Persia, Yunani, Suryani, dan Al-Khawarizmi. Akan tetapi para ilmuwan tersebut lebih mengutamakan bahasa Arab (bahasa umat islam) sebagai bahasa ilmiah dalam karya tulisnya dibandingkan bahasa lainnya. Kita juga dapat melihat bahwa Tsabit bin Qurrah adalah seorang intelektual yangmenguasai transliterasi dari banyak bahasa di dunia. Di antaranya adalah bahasa Suryani, Yunani, dan Ibrani ke dalam bahasa Arab.

Pakar sejarah ilmu pengetahuan bernama George Sarton menobatkan ilmuwan islam tersebut sebagai penerjemah terbesar dalam masa kejayaan peradaban Islam. ilmuwan ini yang bernama Hunain bin Ishaq. Beliau dapat berbahasa Yunani, Persia, Suryani, dan Persia serta bahasa-bahasa yang lain dengan baik. Meskipun sebagian orang pada zaman setelahnya menganggapnya hal itu adalah mustahil jika ia menguasai lebih dari tujuh puluh ribu. kasus ini jika dibandingkan sebagai realita sejarah yang cermat.

Secara umum dapat dipahami bahwa para penerjemah berupaya menjaga kebenaran penerjemahan sebagaimana makna aslinya. Ini mereka lakukan dengan menghadirkan pengertian dalam pemikiran lalu mengekspresikannya dengan sebuah ungkapan yang sesuai dengan bahasa lainnya. Hasil karya terjemahan mereka tidak dipublikasikan kepada masyarakat umum. Kecuali setelah karya mereka diteliti ulang secara cermat dan mendalam. Semua itu berpotensi membantu memunculkan berbagai istilah ilmiah dan filsafat. yang mana itu semuanya dapat menegaskan elastisitas bahasa Arab dan kompetensinya dalam mengikuti pergerakan pemikiran ilmiah. Bahasa arab juga mampu menampung semua aspirasi pemikiran manusia dari ilmu-ilmu pengetahuan.

Para ilmuwan dalam peradaban Islam memiliki kekhususan dan keistimewaan dibandingkan yang ilmuwan dalam peradaban barat. Kekhususan dan keistimewaan ilmuwan islam adalah mereka menghiasi pengetahuan mereka dengan segala sesuatu yang baik dan terpuji. Karena itu, mereka menjadi teladan dalam hal kecintaan mereka terhadap ilmu pengetahuan. Mereka sangat bersabar dan tabah dalam mencari dan menuntut ilmu. Mereka juga menjauhkan diri dari perkara-perkara kecil yang tidak bermanfaat. Disamping itu juga mereka bersungguh-sungguh dalam beraktivitas. Para ilmuwan islam sangat menjaga diri dan menghindarkan diri dari kecongkakan dan kesombongan. Mereka sangat berpegang teguh pada tanggungjawab dan amanah ilmiah, zuhud dalam harta dan kekuasaan.

Bisa jadi karakter terpuji ini merupakan karakter ilmiah terpenting yang dimiliki para ilmuwan. terutama ilmuwan yang ada pada masa kejayaan peradaban Islam. karakter ini tidak dimiliki oleh selainnya. Kesemua karakter mereka tersebut itu berdampak pada orisinalitas karya-karya yang mereka persembahkan pada dunia. Dengan melakukan berbagai studi dan penelitian, inovasi-inovasi, banyaknya spesialisasi ilmu yang mereka kembangkan dan luasnya ilmu dan pengetahuan yang mereka miliki. Mereka memiliki karakter, metode, dan strategi tersendiri. Mereka memiliki kepribadian unik, yang tidak dimiliki para ilmuwan lainnya di sepanjang sejarah.

Adapun mengenai kecintaan, kesabaran, dan ketabahan mereka dalam menuntut ilmu ini tidak dapat diragukan. Ini terbukti dengan jelas melalui berbagai perjalanan dan petualangan ilmiah yang berat dan melelahkan, yang sering mereka lakukan. Bahkan ada kisah salah seorang Ilmuwan dari antara mereka harus menempuh perjalanan ribuan mil jauhnya. hal itu dilakukan demi bertemu dengan seorang guru atau menyelesaikan suatu masalah ilmiah. Ataupun itu dilakukan dalam rangka mengetahui isi suatu buku ataupun mendapatkan manuskrip langka. Jika banyak di antara kita mendengar petualangan ilmiah Imam Al- Bukhari dalam mengumpulkan dan menyeleksi hadits-hadits Rasulullah, maka hanya sedikit sekali dari mereka yang mengetahui bahwa kondisi yang sama juga terjadi pada mereka yang mendalami ilmu-ilmu alam.

Para generasi Islam seperti sekarang ini sangat membutuhkan pengetahuan. Terutama pengetahuan tentang petualangan ilmiah mereka seperti Hunain bin Ishaq. Beliau adalah seorang pakar medis. Beliau sangat gigih berupaya mendapatkan buku Al-Burhan, karya Galinus (Galenos). Hunain bin Ishaq harus menempuh perjalanan ke seluruh Irak, Syiria, Palestina, dan Mesir. Sehingga dengan kesungguhannya ia mendapatkan separoh dan keseluruhan karya monumental tersebut. Di samping itu, para generasi tri juga mengetahui bahwa Abu Ar-Raihan Al-Bairuni menghabiskan waktu dalam perjalanan selama empat puluh tahun demi mendapatkan naskah Safar Al-Asfar yang diselimuti kebohongan.

Hal itu dilakukannya oleh Abu Ar-Raihan Al-Bairuni untuk menemukan sebuah kebenaran mengenai informasi yang bohong dari Abu Bakar Ar-Razi. Sehingga Pada akhimya, Abu Raihan Al-Bairuni mencapai sebuah kesimpulan bahwa Ar-Razi telah tertipu dengan apa yang dipelajarinya. Pandangan pertama yang memperlihatkan keagungan para ilmuwan dalam peradaban Islam adalah berbagai studi dan penelitian, artikel, dan buku-buku mereka tulis. Sebab seorang ilmuwan dari mereka lebih mirip dengan ensiklopedia yang mencakup lebih dari satu spesialisasi cabang ilmu pengetahuan. Para ilmuwan Islam telah menorehkan tinta emas dalam karya-karya ilmiah mereka dengan tehnik dan strategi pengajaran yang luar biasa. Sehingga orang yang membaca karya mereka sangat merasakan bagaikan berada di hadapan sebuah pelajaran ilmiah. Yaitu pelajaran ilmiah yang hidup dan disampaikan seorang guru besar yang berkompeten seperti pada masa sekarang ini.

Sebagian dari mereka menyampaikan pelajarannya dengan strategi dan cara- cara khusus yang menambahkan materi tersebut lebih jelas dan lebih mudah. Di sana terdapat sebagian orang yang bertanya-tanya dengan penuh keheranan. Mereka bertanya "Bagaimana kehidupan orang-orang tersebut menguasai pengetahuan yang sangat luas. dan bagaimana mereka mampu menelurkan karya-karya ilmiah yang besar dengan pengayaan materi, teliti, dan mendalam, yang menjadi keistimewaannya?" Ibnu Sina mewariskan karya-karya ilmiahnya sebanyak lebih dari dua ratus buah dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Jabir bin Hayyan menulis lebih dari delapan puluh buah buku. Sedangkan buku-buku yang ditulis Al-Hasan bin Al-Haitsam mencapai dua ratus buah, yang sebagian besamya dalam bidang ilmu-ilmu filsafat, matematika, biologi, disamping karya tulis dalam bidang kedokteran yang mencapai tiga puluh juz.

Kita dapat mempersepsikan bagaimana para ilmuwan tersebut mengalami kesulitan dan menghadapi perjuangan berat dalam memper sembahkan karya-karya tulis yang besar ini sebelum alat-alat percetakan ditemukan. Sunguh merupakan suatu yang sangat ajaib dan aneh tertang karya mereka dalam bidang teknologi pada masanya. Oleh karena itu Ibnu An-Nadim dalam Al-Fahrasat mengemukakan komentar, terhadap sekelompok orang yang menolak eksistensi seorang pakar kimia muslim bernama Jabir bin Hayyan. Ibnu An-Nadim ini berkata, "Sesungguhnya seorang tokoh terkemuka yang tekun dalammeneliti yang mana dia bersusah payah duduk hingga lelah untuk menulis sebuah buku yang mencapai dua ribu halaman. sehingga karakter dan pikirannya menjadi lelah untuk mempersembahkan untuk kemeslahatan generasi setelahnya. Tangan dan tubuhnya lelah dalam mentranskipnya. Lalu ia menyeleksinya untuk orang lain-baik ada ataupun tidak ada- tanpa memandang siapa mereka."

Abu Al-Hasan Ali bin Ridhwan Al-Mashri pernah menceritakan bahwa ia diciptakan untuk menjadi seorang dokter meskipun ia tumbuh dan berkembang dalam komunitas masyarakat fakir dan miskin. Hanya saja kepercayaan dirinya, mendorongnya mencapai kecerdasannya dalam mempelajari kedokteran hingga menjabat sebagai kepala para dokter di lingkungan istana pemerintahan Al-Hakim Biamrillah. AI-Farabi memiliki perhatian luar biasa selama beberapa tahun dalam hidupnya untuk mempelajari ilmu-ilmu agama dan bahasa. Akan tetapi, setelah itu perhatiannya tertarik untuk mempelajari ilmu-ilmu logika seperti matematika, filsafat, silogisme, musik, dan lainnya. Dengan ketekunan dan kerja kerasnya, maka ia layak mendapat julukan Failusuf Al-Arab, atau Filosuf Arab dan Al-Mu'allim Ats-Tsani li Al-Insaniyyah atau guru kedua bagi kemanusiaan setelah Aristoteles.


Sumber:
Buku Sumbangan Keilmuwan Islam Pada Dunia oleh Ahmad Fuad Basya