Nabi Muhammad, Pelita Ummat di Tengah Kegelapan
DUNIA sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam diutus adalah bangkai di depan pangkuan berhala. Bangkai diam yang berada di bawah kaki arca-arca. Dahi-dahi yang merunduk yang menempel di depan Lata dan Uzza, dan hidung-hidung yang terpaksa merunduk di depan Manat. Alam yang telanjang dari akhlak, yang tak lagi punya semangat. Alam yang bunuh diri dalam prinsip-prinsip. Akal yang terkubur di bawah timbunan kebodohan, hati yang buta karena tertipu oleh taklid dan membeo. Kemudian Allah menginginkan alam ini baik, sebagai karunia dan nikmat dari-Nya. Sebagian pemberian dari-Nya, naka diutuslah Muhammad.
Beliau adalah kabar besar, nabi penutup dan peristiwa agung. Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutusnya agar segala sesuatu kembali kepada muaranya, semua perkara kembali kepada hakekatnya dan semua kabar kembali kepada sumbernya. Sehingga kalbu berisi penuh dengan keimanan, akal penuh dengan hikmah, jiwa penuh dengan keyakinan, dunia penuh dengan keadilan dan rahmat, hari- hari penuh dengan kedamaian dan malam-malam penuh dengan keamanan.
Beliau adalah manusia yang paling fasih bicaranya. Kalbunya adalah kalbu yang paling baik. Dadanya, dada yang palinglapang. Beliau adalah manusia yang paling sabar. Sosok yang pikirannya paling tepat ketika berpendapat. Nuraninya paling baik. Paling indah hidayah, dan jalan hidupnya. Paling takwa jiwanya, dan paling bersih hati kecilnya. Paling jelas cara bicaranya. Paling kokoh pendiriannya. Paling selamat langkah kakinya, dan paling diridhai karakternya. Paling lurus bicaranya. Paling adil pemerintahannya. Paling banyak menjalin tali silaturrahim. Paling mulia tabiatnya. Sosok dengan nasab paling luhur, dan paling mulia leluhurnya. Paling moderat tindakannya, paling jelas madzhabnya, paling agung pribadinya dan paling tinggi kebanggaanya.
Dunia sebelum beliau diutus tenggelam dalam kebingungan dan terlena dalam mimpi-mimpi, serta silau dalam khurafat-khurafat. Akal-akal tenggelam dalam hawa nafsunya. Jiwa terjerembab dalam keinginan- keinginannya. Manusia dikurung oleh pikiran-pikiran yang dangkal, pengetahuan yang picik, akhlak dan moral yang hancur. Mereka seperti binatang, yang hanya menuruti apa yang menjadi kemauannya.
Ketimpangan yang demikian tampak dalam emosi, dan kebejadan nilai- nilai. Umat manusia sebelum beliua diutus, berada dalam keadaan kocar- kacir. Mereka melemparkan sisa-sisa khamer di atas kepala berhala- berhala. Anak-anak wanita dibunuh dengan alas an yang sangat lemah. Akalnya telah buntu. Nuraninya telah tertidur lelap. Mereka telah masuk dalam jerat setan. Sementara itu tubuh manusia selalu berada dalam keadaan junub. Tak ada wudhu', tak ada mandi wajib, tak ada bersuci dan tak ada shalat. Tak juga tasbih, tadabbur atau perenungan. Tak ada muhasabah (introspeksi), tak ada khusyu' dan air mata. Takada lagi taubat dan penyesalan. Takada hubungan mesra silaturrahim dan tak ada rahmat kasih. Tidak juga ilmu dan pemahaman. Tak ada haji tidak pula jihad. Tak ada zakat dan kurban. Sebuah kesesatan yang nyata. Kebodohan yang tebal dan kesombongan yang di luar batas.
Andaikata para ahli sastera seperti Sahban, Ibnul Amid, lyas, Ibnu Abbas dan Al-Mutanabbi dikumpulkan untuk menggambarkan kondisi dunia saat itu, maka mereka tidak akan mampu melukiskan kerusakan- kenusakan yangada, dan fidakakan cukup karya mereka untuk menerang kannya.
Selaras dengan sempitnya pengetahuan dan hancurnya akhlak dan nilai-nilai, juga terjadi kemiskinan yang tak terbayangkan. Kelaparan membelit demikian banyak perut disertai banyaknya rentenir yang kikir. Kekosongan menghuni rumah-rumah sebagaimana diamnya pikiran di dalam jiwa. Mereka makan bangkai-bangkai dan menjilat kulit-kulit. Mereka menghisap tulang dan menggigit pohon-pohon. Bersamaan dengan kemiskinan ini, terjadi kelemahan dalam fisik. Kepala-kepala kusut, wajah-wajah berubah, kuku-kuku mencuat, pakaian lusuh, rambut awut-awutan, bau-bau tak sedap, perilaku moral yang kasar, adab sopan santun yang kering, kurus karakternya.
Hingga akhirnya terbit fajar yang mempesona dan cahaya yang gemerlap. Dialah Muhammad Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Setelah beliau diutus, seakan-akan dalam semesta kini menjalar aliran baru dan beliau memutar balikkan dari awal hingga akhimya, dari ujung rambut hingga ujung kaki. Mengeluarkan semua tetesan dosa dari dirinya. Kini kehidupan menjalar pada tubuh alam yang mati dengan risalahnya. Luka mulai pulih kembali, agar darah kembali mengalir, embun kembali menetes, akal kembali tersadarkan. Ruh mulai bernafas, gulita kini tersingkap. Maka sempumalah semua generasi di malam kelahiran kenabian, pada saat pesta risalah yang demikian agung. dan dipameran hidayah nan agung dan berkah. Segala puji bagi Allah, awal dan akhir.
Sumber:
Buku "Hadaa'iq Dzatu Bahjah" yang di tulis oleh 'Aidh Abdullah Al-Qarni