Kemuliaan Usman bin Affan
MALAIKAT merasa malu padanya. Kaum mukminin demikian mencintainya. Orang-orang durhaka demikian membencinya. Dia yang menyetarakan kebajikan dan kebaikan, shadaqah dan AI-Qur'an, kesabaran dan iman.
"Kutak tahu keutamaan apa yang ada di telapak tangannya
Pada manusia hingga lembaran-lembaran menutup kebaikan-Nya"
Dia mengorbankan semua hartanya tanpa mengharap balasan apa- apa. Dia telah menghimpun Al-Qur'an dan sunnah. Dia akan menemani Al-Habib Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di dalam surga.
"Kau melampau manis dengan akhlak muliamu
Ucapan yang benar dan nasehat yang padat."
Bahaya mengancam akibat kelaparan, maka dia segera mempersiapkan pasukan Islam dengan bekal darinya. Kehausan menghadang kaum muslimin, dia segera membeli sumur Raumah. Tatkala kelaparan muncul, dia memberi makan demikian banyak orang di dalam masjid. Tidur malam menggodanya, namun dia malah bangun untuk membaca Al-Qur'an secara penuh.
"Seakan kau dapatkan dalam Al-Qur'an kata "Laa"
Haram untukmu, maka kau tidak menghalalkannya
Jika musim dingin tiba, kau adalah matahari
Kala musim panas tiba engkau naungan dari panas mentari."
Sosok itu adalah sosok lapang dan pemaaf. Sosok anti dendam dan dengki. Dirinya terluka oleh pedang-pedang pemberontak. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menikahkannya dengan dua putrinya. Dia "membeli" dirinya dua kali, membaiat dua khalifah sehingga dia pantas mendapat gelar "dua pemilik cahaya" (Dzun Nurain).
Dia tak hadir pada perang Badar, maka kaum muslimin menjadi wakilnya. Dia pergi pada hari Aqabah karena sebuah kepentingan besar, maka Sang Peminpin Agung, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri yang mewakilinya. Jika dia tak hadir, maka pekerjaannyalah yang hadir. Jika dia hadir, maka kehadirannya demikian mengesankan.
Dia mempersiapkan pasukan 'usrah' (pasukan yang berada dalam kondisi sulit). Saat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mendengar itu, dia berkata di atas mimbar, "Ya, Allah ridhailah Utsman karena sesungguhnya aku ridha padanya."
Dia menanggung perbekalan pasukan, dan dia mendapatkan balasan setimpal dengan ucapan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Tidak ada yang membahayakan Utsman apa pun yang dilakukan Utsma setelah ini. " Dia terbunuh dan Mushafnya disobek-sobek.
"Dua luka di jantung Islam tak akan pernah menyambung
Lukanya Syahid dan lukanya Kitab Allah dengan darah merah."
Pada hari terakhirnya dia sedang berpuasa, dan akhir-akhir malamnya dia isi dengan shalat malam. Dia dibunuh saat sedang membaca Al-Qur'an, karenanya dia masuk dari pintu Ar-Rayyan, "Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga." (Ar-Rahman: 46).
"Terima kasih atas semua keutamaan yang kau tiupkan
Abadilah keutamaan dan sejarah telah menyaksikan."
Dia sahur di Madinah, shalat Ashar di Rawdhah, lalu berbuka di surga. Amalnya baik, umumya baik, Kabarnya baik, tampilnya indah. Dia perbaiki pelana, maka dibalaslah dia dengan kesyahidan.
"Kau menjadi buah bibir kami di setiap malam
Kala rumput mulai tidur dan bintang mulai tenggelam
Kau musim gugur dimana kedua lembah berumput dengannya
Kau adalah kuda jika lapar menangis dan duka mendera."
Dari Islam, Utsman mengambil pelajaran berlapang dada. Dari kebenaran Al-Qur'an, dia mengambil segala penjelasan. Dari perilaku, dia ambil rasa malu. Dari nilai-nilai mulia, dia ambil pengorbanan harta benda. Hartanya berguna dalam kesulitan. Kedermawannya menyingkap kepedihan, sedangkan rasa malunya menjadi pelindung dari ketergelinciran.
"Tidaklah bintang melihatnya kecuali dia akan bersujud
Atau mentari melihatnya kecuali dia mengorbankan segala."
Dia selalu menyenandungkan ayat di setiap malamnya, sehingga Al- Qur'an 'mengantarkannya' saat dibawa ke Baqi. Sungguh karunia Allah datang padanya saat dia tidur. Selamat untuk Utsman tatkala dia membeli surga dengan harga termahal.
Utsman pergi bersama dengan puasanya, dengan jihad, dengan tilawah Qurannya, dengan rasa malunya, dengan kebaikan dan ihsannya. Abadilah pujian dan sanjungan padanya. Abadilah doa untuknya. Abadilah kecintaan padanya. Tangan dengan tangan. Kebaikan dengan kebaikan. Dia dibunuh tanpa dosa. Disembelih tanpa kejahatan. Memang kedudukannya yang tinggi dan terhormat tidak mungkin dicapai kecuali dengan darah, dan tidak bisa dicapai kecuali dengan syahid. Tibalah buat Utsman untuk menemui Sang Maha Rahman.
Tibalah bagi sang mujahid untuk beristirahat. Tibalah baginya untuk berbuka. Dan tibalah bagi al mutahajjid (senantiasa bertahajjud) untuk ticlur!
"Kami tangisi engkau sampai air mata bersumpah
Kami harus berhenti untuk menghilangkan dahagamu
Apakah kedermawan ikut sirna dengan keberangkatanmu
Dalam lubang itu kau dan wajah yang mulia adalah sama."
Sumber:
Buku "Hadaa'iq Dzatu Bahjah" yang di tulis oleh 'Aidh Abdullah Al-Qarni