Kitab At-Tawassul Wal Wasilah karangan Ibnu Taimiyah
At-Tawassul Wal Wasilah merupakan sebuah Kitab Monumental Karangan Ibnu Taimiyah Yang Menjadi Panduan Aqidah Dalam Muhammadiyah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Al-Harrani Al-Hanbali -Rahimahullahu Ta'ala Rahmatan Waasi'atan- Pernah Menulis Sebuah Kitab Berjudul Qaa'idatun Jaliilatun Fit-Tawassuli Wal-Wasiilati (قاعدة جليلة في التوسل والوسيلة) Atau Sering Disingkat Saja Dengan Sebutan At-Tawassul Wal Wasiilah.Kitab Tersebut Merupakan Penjelasan Ibnu Taimiyah Tentang Tawassul Dan Jenis-Jenisnya, Menjelaskan Dengan Rinci Tentang: Mana Tawassul Yang Boleh, Mana Tawassul Yang Tidak Boleh, Mana Tawassul Yang Disyariatkan, Mana Tawassul Yang Bid'ah, Dan Mana Tawassul Yang Syirik, Dengan Berdasarkan Kepada Pedoman Al-Qur'an Dan Al-Hadits.
Penjelasan Secara Rinci Tentang Wasilah Dan Tawassul Dalam Kitab Tersebut Ialah Dalam Rangka Memurnikan Tauhid Uluhiyyah, Agar Hanya Allah Semata Yang Disembah Tanpa Perlu Menyembah Kepada Selain Allah Berupa Perantara-Perantara, Baik Kuburan Orang Shalih Maupun Kuburan Nabi.
Pada Perkembangannya, Kitab Ini Menjadi Kitab Yang Sangat Dirujuk Oleh Muhammadiyah, Terutama Di Era Dahulu. Cukuplah Bagi Kita Kesaksian Kyai Haji Ahmad Dahlan Dan Buya Hamka Tentang Hal Ini, Menetapkan Kedekatan Muhammadiyah Terhadap Kitab Ini.
Kyai Haji Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah) -Rahimahullah- Berkata:
"Hendaklah kita meneruskan memberantas bidah yang ada di kalangan umat Islam dengan berpedoman kitab-kitab At-Tawassul Wal Wasilah karangan Ibnu Taimiyah dan Zadul Ma'ad karangan Ibnul Qayyim. Al-I'tikhom karangan Imam Syatibi (al-Mudkhal lil Ibnil Akhdaz), Tariqotul Muhammadiyah lil Barkawi, As-Sunnu wal Mubtadi'ah, al-lbda-u fi Mudla-ril Ibtida'i, Ummul Quro li 'Abdurrachman al-Kawabi, dan lain-lain."
[Lihat Pelajaran Kiai Haji Ahmad Dahlan: 7 Falsafah Dan 17 Kelompok Ayat Al-Qur'an, Halaman 123].
Buya Hamka (Ulama Muhammadiyah Minangkabau) -Rahimahullah- Berkata:
"Ibnul Qayyim mencuci bersih paham-paham karut kaum sufi. Karangan Ibnu Taimiyah "At-Tawassul wal Wasillah" menentang sekeras-kerasnya praktek membesar besarkan kubur yang rupanya sudah sangat merusak kepercayaan sejak abad ketujuh itu. Pendiriannya yang tegas dan sikapnya yang keras tak kenal damai dengan Ulama-ulama yang berpengaruh dan dapat muka dari Kerajaan, menyebabkan dia dimasukkan berulang-ulang ke dalam penjara. Dan Ibnu Taimiyah pun meninggal dalam penjara. Ibnul Qayyim kerap kali bersama meringkuk dengan gurunya dalam penjara." [Lihat Perkembangan Dan Pemurnian Tashawuf: Dari Masa Nabi Muhammad SAW Hingga Sufi-Sufi Besar, Halaman 266].
Buya Hamka -Rahimahullah- Berkata Pula Di Buku Yang Lain:
"Kemudian, oleh Universitas Muhammadiyah, Soekarno diberi gelar "Doctor Honoris Causa" dalam ilmu tauhid. Sampai profesor dan sarjana perempuan yang kita banggakan, Ny. Bararah Baried menjadi promotor. Namun, di saat itu juga Allah menunjukkan bahwa Dia tidak ridha atas perbuatan itu. Sebab dalam promosinya, Bung Karno sendiri menganjurkan supaya orang ziarah ke kubur ibu atau bapaknya, meminta supaya ibu atau bapaknya itu menyampaikan permohonannya kepada Allah agar Allah memberikan pertolongan kepada yang meminta. Padahal, itulah yang oleh kalangan Muhammadiyah diberantas selama 54 tahun sampai sekarang ini.
Itulah yang dikatakan "At-Tawassul wal Wasilah yang dikarang oleh al-Imam Ibnu Taimiyyah. Buku "At-Tawassul wal Wasilah" ini adalah salah satu buku pegangan kaum mubaligh dan ulama Muhammadiyah. Inilah program pertama Muhammadiyah sejak ia berdiri, yaitu memberantas kemusyrikan. Ini pulalah sebab terpenting ulama-ulama Sumatera Barat, seperti almarhum Syekh M.
Jamil Jambek dan Syekh Dr. Abdulkarim Amrullah menjadi penyokong Muhammadiyah. Sebab, sama pendirian memberantas permohonan melalui orang yang telah mati dikubur. Oleh karena itu, Doctor Honoris Causa tentang ilmu tauhid yang dianugerahkan kepada Bung Karno telah dibatalkan oleh Bung Karno sendiri dalam pidatonya itu. Muhammadiyah yang kami cintai. Yang sebagian besar dari kami telah mengorbankan segenap usia muda untuknya, kadang-kadang pergi jauh meninggalkan kampung halaman karena hendak menyebarkan pahamnya, kadang-kadang kena fitnah dan derita, tetapi rela karena merasa berjuang untuk menyebarkan cita-cita Muhammadiyah."
[Lihat Dari Hati Ke Hati, Halaman 158 Hingga 159]
[Lihat Dari Hati Ke Hati, Halaman 158 Hingga 159]