Pancaran Al-Qur'an Dalam Kehidupan
Baca juga: Renungan Kehidupan
1. Lafazh jalalah”Allah”pada ayat di atas mengisyaratkan pada uluhiyah (ketuhanan Allah, sehingga layak disembah) yang ditentang oleh orang orang musyrik. Ini Allah tujukan pada mereka sebab mereka mengakui rububiyah Allah (ketuhanan Allah sebagai Sang Mahamengatur dan Pencipta alam semesta). Oleh sebab itulah ayat ini ditutup dengan firman Nya,”Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah.”2. Allah sengaja menyebutkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji tumbuh tumbuhan, sebab keduanya adalah dua jenis yang berbeda. Biji hasil bumi disebut”habb”sedangkan biji tumbuhan yang tinggi disebut dengan”nawaa”.
3. Ayat ini didalamnya mengandung makna yang menunjukkan adanya pertumbuhan dan kehidupan, setelah kematian dan kehancuran sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,”Dan sesungguhnya kamu datang kepada kami sendiri sendiri.”(Al-An'am : 94).4. Dalam ayat ini Allah berfirman,”Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati”kemudian Dia berfirman, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup”Kenapa Allah menyebutkan dengan bentuk kata kerja”yukhriju”dalam mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan menggunakan kata benda”mukhriju”saat mengeluarkan yang mati dari yang hidup Itu tak lain karena kata kerja senantiasa menunjukkan pada suatu kejadian baru meskipun sebentar, sedangkan kata benda mengharuskan adanya keberlangsungan dari kejadian itu secara terus menerus dan lama. Yakni, dikeluarkannya yang mati dari yang hidup. Inilah yang bisa kita tangkap dari alam semesta ini. Adapun dikeluarkannya yang hidup dari yang mati, ini juga terjadi namun tidak banyak.
Baca juga: Arti Penting Kehidupan
5. Disambungkannya l'athaf) kalimat”Dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup,”dengan firman-Nya,”Dia menyingkirkan pagi,”adalah bentuk athaf isim alaisim (kata benda yang satu disambungkan dengan kata benda setelahnya). Sebab tumbuhnya butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan itu laksana pengeluaran yang hidup dari yang mati Sesuatu yang tumbuh dan berkembang adalah seperti hewan, karena keduanya sama-sama hidup. Coba perhatikan fiman Allah Subhanahu wa Ta'ala berikut,”Dan menghidupkan bumi setelah matinya.”(Ar-Rum : 19).6. Dalam firman-Nya,”Dia menyingkirkan pagi,”Allah Subhanahu wa Ta'ala menggunakan kata benda, buka kata kerja. Itu artinya kata benda (isim) lebih kuat indikasinya daripada kata kerja (fi'il), sebab ini berlangsung terus menerus, dan terkesan sangat mudah bagi Allah. Sedangkan penggunaan kata”yaqliqu al-ishbah”mengisyaratkan sesuatu itu sulit bagi Allah.
7. Sedangkan kata”falaqa”artinya adalah membelah sesuatu yang bersatu. Dalam firman-Nya yang lain disebutkan,”Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.”(Asy-Syu'araa ' : 62). Hal itu tidak sama dengan memotong, meretakkan, memutus atau memecah.8. Lalu apa makna tersingkir atau terbelahnya pagi padahal kegelapan yang tersingkir oleh cahaya pagi sebagaimana dikatakan dalam syair Abu Nawas.”Seakan sisa apa yang tergunting dari cintanya Serpihan-serpihan uban di warna hitam pipe Dia ragu dengannya kemudian dia lari dari kulitnya Laksana malam membelah dari putihnya siang Berkaitan dengan masalah ini, terdapat dua pandangan yang berbeda : Pertama: Maksudnya adalah, terbelahnya gelap pagi, dan ini adalah akhir kehidupan di ujung malam. Kedua: Maksudnya adalah tersingkirnya pagi yang merupakan tiang fajar oleh cahaya siang. Para ahli bahasa berkata,”Fajar merekah, atau fajar pecah. Mereka menyebutkan fajar terbelah (falaqa), namun yang dimaksud dengannya fajar dibelah (mafluuqun), sesuai dengan perkataan Abu Tamam :”Inilah bayang-bayang kilat yang di belakangnya ada hujan Hujan lebat dan semburan api yang di belakangnya ada kobaran Warna biru fajar tampak sebelum putihnya Dan awal hujan adalah rintik lalu mencurah lebat.
9. Inti ayat ini dan gambaran yang ada di dalamnya adalah terkait dengan masalah menghidupkan dan mengeluarkan. Tumbuhnya butir tumbuh tumbuhan dan biji pohon-pohonan adalah penghidupan dan pengeluaran. Begitu juga peristiwa hidup dari mati dan mati dari hidup, keduanya tak lain adalah proses menghidupkan dan mengeluarkan.10. Dalam firman Allah,”Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh tumbuhan dan biji buah-buahan,”dan firman-Nya,”Dia menyingkirkan pagi,”tergabung di dalamnya gambaran kekuasaan Allah dalam raga, dalam makna, dan dzat, dalam benda, dalam tempat dan zaman. Ini banyak di dapatkan dalam surat Al-An'aam, seperti dalam ayat pertamanya,”Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang.”(Al-An'am : 1). Di sini digabungkan antara zaman, tempat bentuk dan substansi Kekuasaan Nya terpancar dalam segala hal. Tidak ada Tuhan selain Dia.
11. Dalam firman-Nya,”Dia menyingkirkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan.”Allah tidak menyebutkan siang seperti kita dapatkan dalam ayat lain dari Al-Qur'an, dimana Allah biasanya menyebutkan siang setelah menyebutkan malam. Di sini Allah tidak menyebutkannya, karena Dia telah mencukupkan dengan hanya menyebutkan pagi yang tak lain adalah pemulaan siang12. Sedangkan tanda kekuasaan Allah dalam membelah dan menumbuh kan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan adalah bahwa tidak ada seorang pun yang mampu melakukan ini. Ini merupakan salah satu rahasia dari rahasia-rahasia keagungan Allah. Sebab para pencocok tanam bisa mendatangkan air dan menjadikan tanah menjadi subur dengan pupuk serta memilih saat untuk menanam bibit, namun dalam hal membelah atau menumbuhkan biji-bijian dan butir-butiran tersebut, semuanya di luar kadar kemampuannya. Maka di sini kita dapatkan adanya hembusan makna keagungan Allah, dan peringatan akan kemahakuasaan-Nya. Ilmu botani modern menyingkapkan tentang masalah bergeraknya bumi dengan gerakan ringan agar biji bijian itu bisa membelah dan kemudian tumbuh,”Kemudian apabila telah kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah.”(Al Hajj : 5).
13. Dalam firman Allah,”Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati,”memberikan gambaran tentang pengeluaran, sebab dia sempurna melalui proses yang sedikit demi sedikit dan ini bisa terwakili dengan penggunaan fi'il mudhari ' (present and continous tenses), bukan isim fa'il (dalam bentuk mukhrij). Karenanya, di sini tepat apabila menggunakan fi'll mudhari ' sebab peristiwanya berlangsung sedikit demi sedikit14. Al-Hasan membaca al-ishbaah dengan al-ashbah (memfathahkan hamzah) yang berarti bentuk jamak (plural) dari subuh. Hal ini didasarkan pada sebuah ungkapan penyair Arab, Umru'ul Qais:
“Wahai malam nan panjang tidakkah kau segera menjelang terangDengan subuh dan tidaklah subuh subuh itu sepertimu.
Berdasarkan pada bacaan Hasan ini, maka alashbah itu artinya banyak, sebagai tempat terbit matahari tempat terbit bulan dan bintang gemintang, sebagaima kalimat masyariq (tempat terbit) dalam segala bentuknya.
15. Alangkah indah firman-Nya yang menyebutkan,”Maka mengapa kamu masih berpaling ?”Sebab, setelah Allah menyebutkan tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya dan Dia tampakkan pada mereka serta dihadirkan hujah-hujjah atas mereka dan telah jelas bagi mereka hujah itu, maka sungguh aneh mereka masih saja berpaling dari keimanan dan menyimpamng dari hidayah16. Sedangkan dalam firman-Nya,”Dan menjadikan malam untuk beristirahat,”ini menunjukkan bahwa makhluk hidup merasa tenang pada malam hari, dimana dia bisa istirahat. Ini adalah waktu bagi makhluk untuk diam, dan waktunya untuk tidur dan istirahat.
17. Sedangkan keberadaan matahari dan bulan sebagai sarana hisab (perhitungan), maksudnya matahari untuk perhitungan hari dan bulan untuk perhitungan malam. Ada juga yang menyebutkan bahwa matahari, malam, siang dan bulan untuk hitungan tahun. Sedangkan jam dihitung dengan matahari, dan bintang dengan bulan.18. Diakhirinya ayat kedua dengan firman-Nya,”Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”Menunjukkan keperkasaan Allah. Allah mampu menundukkan matahari dan bulan, Allah Maha Mengetahui dan Allah menentukan, memutarkan keduanya dan mengaturnya dengan perhitungan yang sangat teliti. Wallahu A'lam.
Tulisan ini adalah kutipan dari Buku "Hadaa'iq Dzatu Bahjah" yang di tulis oleh 'Aidh Abdullah Al-Qarni