Metode Tabyin Dalam Pengajaran
DALAM Al-Qur’an banyak ditemukan kata tabyin atau turunan kata yang berhubungan dengannya. Misalnya kita jumpai dalam surat Al-Bayyinah ayat 1, surat al-baqarah ayat ke 67 sampai 71 tentang kisah Musa bersama Kaumnya dan dalam surat Al-Baqarah ayat 256. Juga terdapat surat Al-hujurat ayat ke 6 dan di beberapa tempat lainnya dalam Al-Qur’an.
Secara bahasa At-Tabyin merupakan masdar dari kata; bayyana – yubayyinu – tabyiinan atau tibyaanan. Kata-kata bayyana atau abaana tersebut artinya; menyatakan atau menerangkan, juga bermakna menerangkan atau menyatakan. Kata Tabyin dapat juga diartikan pertunjukan, penjelasan dan klarifikasi.Secara istilah kata Tabyiin yaitu memberi penjelasan lebih jauh kepada lawan bicara setelah dia mengajukan permintaan penjelasan lebih dalam atas pemberitahuan yang diterimanya atau mempaikan sanggahan atas keterangan yang diterima karena ingin mendapatkan penjelasan lebih mendalam mengenai obyek pembicaraan.
Sebagaimana surat al-baqarah ayat ke 67 sampai 71 di atas menjelaskan peristiwa yang terjadi antara Nabi Musa as. dengan kaumdra Nabi Musa berkata kepada kaumnya bahwa Allah memerintah mereka untuk menyembelih sapi. Ini disebut Musa menta'lim kaumnnya. kaumnya mendengarkan taʼlim, mereka merasa tidak jelas karena pengertiannya masih bersifat umum. Mereka meminta penjelasan lebih jauh tentang sapi yang dimaksud, kemudian Musa menjelaskan keadaan sapi yang menjadi pokok persoalan pada ayat ini.
Dari ayat di atas diberikan isyarat adanya penggu naan metode tabyiin dalam memberikan keterangan kepada lawan bicara. Metode tabyiin kita gunakan kita beri tahu meminta keterangan lebih jauh tentang obyek yang diberitahukan secara umum. Hal ini terjadi sehari-hari dalam kehidupan. Misalnya, seseorang datang ke toko untuk membeli kaos. Di sini akan terjadi dialog sebagai berikut:
Pelayan: Mau beli apa, Pak ?
Pembeli: Kaos. Pelayan: Kaos apa, Pak ?
Pembeli: Kaos berlengan.: Nomor berapa, Pak ?
Pembeli: Nomor 38.
Pelayan: merk apa pak..?
Pembeli: Merk Swan.
Pelayan: Warnanya apa, Pak ?
Pembeli: Warna putih.
Dialog di atas dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan terhadap obyek yang dipersoalkan. Jadi, di sini pihak pembeli dituntut untuk menjelaskan kepada pelayan tentang obyek yang diinginkannya. Begitu halnya dengan peristiwa Nabi Musa as dengan kaumnya di atas.
Metode tabyiin tidak hanya dapat kita pergunakan dalam dialog saja, tetapi juga dalam pengajaran. Misalnya, orang tua memperkenalkan kepada anaknya yang duduk di kelas 5 SD suatu obyek atau benda. Ketika anaknya merasa masih belum jelas atas ta'lim yang bersifat umum, maka orang tua dituntut untuk menjelaskan obyek atau benda bersangkutan secara lebih tegas. Misalnya:
Orang tua: Ahmad, ini komputer.
Ahmad: Apa komputer itu ?
Orang tua: Sebuah perangkat yang dapat digu nakan untuk menulis, menghitung, menggambar, menyimpan, dan me ngolah bahan-bahan keterangan, juga untuk permainan.
Ahmad: Kalau begitu, apakah seperti mesin ketik dan kalkulator ?
Orang tua: Bahkan lebih lengkap, karena mesin ketik tidak dapat digunakan untuk menyimpan dan mengolah bahan bahan keterangan.
Dengan penjelasan orang tuanya ini, Ahmad memperoleh pengetahuan lebih luas atau pengertian yang jelas tentang obyek yang dita'liimkan orang tuanya kepadanya.
Dari contoh di atas dapatlah disimpulkan bahwa metode ini digunakan dengan kriteria bila lawan bicara menuntut penjelasan lebih rinci atau ingin mendapatkan gambaran lebih luas mengenai obyek pembicaraan, sehingga apa yang dikehendaki oleh pembicara dan lawan bicaranya memperoleh kejelasan yang menjadi kemauan bersama.
Adapun dalam bidang pendidikan agama penerapan metode ini dapat kita berikan contoh sbb:
Dalam bidang aqidah, misalnya seseorang diberi penjelasan bahwa Allah itu tidak beranak dan tidak berbapak, namun lawan bicara menyampaikan sanggahan dengan mengatakan bahwa dalam ajar an agama lain dikatakan ' Isa sebagai anak Tuhan atau Uzair sebagai anak Tuhan. Dua pandangan ini berbeda. Lalu bagaimana halnya dengan keper cayaan semacam ini dalam pandangan Islam ?
Pembicara menjelaskan bahwa keberadaan Allah tidak memerlukan proses kelahiran seperti manu sia, sehingga ada anak dan bapak, karena Dia Maha Pencipta. Adapun keberadaan ' Isa dan Uzair melalui proses kelahiran seperti manusia lainnya, walaupun ' Isa tidak berbapak sebagaimana Adam muncul tanpa bapak dan ibu. Jadi, bukan suatu hal yang mustahil bila Allah menciptakan manusia pertama tanpa proses kelahiran dan kemudian ada manusia lain sesudahnya yang dilahirkan tanpa proses pertemuan sel telur dan sperma. Penjelasan 3. yang panjang untuk memberikan pengertian bahwa Allah tidak mempunyai anak dan tidak berbapak muncul setelah lawan bicara meminta penjelasan lebih jauh, bahkan membandingkan dengan ajaran yang berkembang dalam agama lain.
Dalam bidang ibadah, metode ini dapat dicontoh kan dalam memberi penjelaskan tentang haji. Lawan bicara menanyakan mengapa ibadah haji itu hanya dilakukan pada bulan tertentu, sehingga tidak ada kesempatan bagi orang yang hendak melaksanakan di luar waktu yang telah ditentu kan. Akibatnya, pada saat yang bersamaan orang yang naik haji berjubel, sehingga menimbulkan kesulitan tertentu bagi jama'ah haji. Padahal kalau pelaksanaan haji dapat dilakukan secara bergelom bang, tidak akan terjadi suasana yang berjubel jubel, sehingga memberikan kenyamanan bagi jama'ah haji. Karena lawan bicara menghendaki penjelasan lebih jauh mengenai ibadah haji ini, maka pembicara memberikan uraian lebih luas untuk meyakinkan lawan bicara bahwa haji tidak dapat dilakukan di luar waktunya, karena seperti halnya shalat, waktunya telah tertentu dan di maksudkan sebagai wujud tauhidul ibadah dan tauhidul aqidah. Dengan demikian, ajaran Islam senantiasa bersifat utuh terpadu dan merupakan satu kesatuan dalam mewujudkan kesatuan dalam segala bidang.
Dalam bidang akhlak, misalnya mengucapkan salam yang tidak dapat ditukar dengan ucapan ucapan penghormatan lainnya seperti halnya " selamat pagi " dan lain sebagainya. Lawan bicara mengajukan pertanyaan apa bedanya " assalaamualaikum " dengan " selamat pagi " atau " selamat siang ", padahal tujuannya adalah menyampaikan penghormatan. Pembicara menjelaskan bahwa assalaamu'alaikum bukan sekedar ucapan penghor. matan yang bersifat basa-basi dalam pergaulan, melainkan mengandung do'a dan permohonan kepada Allah agar kedua belah pihak senantiasa mendapatkan kebaikan dan rahmat dari Allah. Ucapan assalaamu ' alaikum menyadarkan orang akan ketergantungannya pada penentu kehidupan, yaitu Allah ; sedangkan ucapan selamat pagi tidak mengesankan kesadaran apa pun yang sifatnya mempertalikan manusia dengan Allah.
Fungsi metode tabyiin dalam pengajaran dan pendidikan anak adalah memberikan kejelasan tentang suatu obyek yang dita'liimkan orang tuanya kepadanya. Dengan sendirinya, orang tua dituntut memiliki pengetahuan lebih luas daripada anaknya mengenai obyek yang dibicarakan dengan annya. Bila ternyata orang tua tidak mengetahui lebin jelas tentang obyek yang dimaksud, janganlah memberi penjelasan keliru. ' Karena hal semacam itu akan menyesatkan anak dan mendidik anak ber bohong, yaitu tidak tahu, tetapi mengaku tahu. Orang tua yang berlaku semacam ini secara tidak sadar telah menanamkan sikap tidak jujur kepada anaknya. Tindakannya merupakan kedurhakaan terhadap anak nya dan merupakan dosa yang dilakukan orang tua terhadap anaknya yang masih kecil . Karena itu , orang tua senantiasa harus berlaku jujur dalam menta'liim anaknya .
Sumber:
Buku Pendidikan Islami Metode 30 T, oleh M.Thaib
Dalam bidang ibadah, metode ini dapat dicontoh kan dalam memberi penjelaskan tentang haji. Lawan bicara menanyakan mengapa ibadah haji itu hanya dilakukan pada bulan tertentu, sehingga tidak ada kesempatan bagi orang yang hendak melaksanakan di luar waktu yang telah ditentu kan. Akibatnya, pada saat yang bersamaan orang yang naik haji berjubel, sehingga menimbulkan kesulitan tertentu bagi jama'ah haji. Padahal kalau pelaksanaan haji dapat dilakukan secara bergelom bang, tidak akan terjadi suasana yang berjubel jubel, sehingga memberikan kenyamanan bagi jama'ah haji. Karena lawan bicara menghendaki penjelasan lebih jauh mengenai ibadah haji ini, maka pembicara memberikan uraian lebih luas untuk meyakinkan lawan bicara bahwa haji tidak dapat dilakukan di luar waktunya, karena seperti halnya shalat, waktunya telah tertentu dan di maksudkan sebagai wujud tauhidul ibadah dan tauhidul aqidah. Dengan demikian, ajaran Islam senantiasa bersifat utuh terpadu dan merupakan satu kesatuan dalam mewujudkan kesatuan dalam segala bidang.
Dalam bidang akhlak, misalnya mengucapkan salam yang tidak dapat ditukar dengan ucapan ucapan penghormatan lainnya seperti halnya " selamat pagi " dan lain sebagainya. Lawan bicara mengajukan pertanyaan apa bedanya " assalaamualaikum " dengan " selamat pagi " atau " selamat siang ", padahal tujuannya adalah menyampaikan penghormatan. Pembicara menjelaskan bahwa assalaamu'alaikum bukan sekedar ucapan penghor. matan yang bersifat basa-basi dalam pergaulan, melainkan mengandung do'a dan permohonan kepada Allah agar kedua belah pihak senantiasa mendapatkan kebaikan dan rahmat dari Allah. Ucapan assalaamu ' alaikum menyadarkan orang akan ketergantungannya pada penentu kehidupan, yaitu Allah ; sedangkan ucapan selamat pagi tidak mengesankan kesadaran apa pun yang sifatnya mempertalikan manusia dengan Allah.
Fungsi metode tabyiin dalam pengajaran dan pendidikan anak adalah memberikan kejelasan tentang suatu obyek yang dita'liimkan orang tuanya kepadanya. Dengan sendirinya, orang tua dituntut memiliki pengetahuan lebih luas daripada anaknya mengenai obyek yang dibicarakan dengan annya. Bila ternyata orang tua tidak mengetahui lebin jelas tentang obyek yang dimaksud, janganlah memberi penjelasan keliru. ' Karena hal semacam itu akan menyesatkan anak dan mendidik anak ber bohong, yaitu tidak tahu, tetapi mengaku tahu. Orang tua yang berlaku semacam ini secara tidak sadar telah menanamkan sikap tidak jujur kepada anaknya. Tindakannya merupakan kedurhakaan terhadap anak nya dan merupakan dosa yang dilakukan orang tua terhadap anaknya yang masih kecil . Karena itu , orang tua senantiasa harus berlaku jujur dalam menta'liim anaknya .
Sumber:
Buku Pendidikan Islami Metode 30 T, oleh M.Thaib