Metode Tafhim Perspektif Al-Qur'an
Allah berfirman dalam QS. Al-Anbiyaa ' (21) ayat dan 79:
وداود وسليمان إذ يحكمن في الحرث إذ نفشت فيه غنم القوم وكنا لحكمهم شهدین. ففهمنها سليمن وكلا اتيناحكما وعلما وسخرنا مع داود الجبال يسبحن والطير وكنا فاعلين
" Dan ( ingatlah kisah ) Dawud dan Sulaman pada waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing kepunyaan kaumnya. Kami (Allah) menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu (Daud dan Sulaiman), maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat ); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu; dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Dawud. Dan Kamilah yang melakukannya. "
Penjelasan: secara istilah Tafhiim ialah memberikan pengertian tentang se suatu masalah dengan merumuskan obyek utuh, baik benda, keadaan, persoalan, atau kasus.
Ayat di atas membentangkan bahwa telah terjadi suatu kasus yang diajukan kepada Nabi Dawud dan se Nabi Sulaiman. Kasus ini diajukan oleh seorang pemilik domba dan seorang pemilik kebun. Pemilik kebun mengadu bahwa tanamannya dirusak oleh domba-domba milik lawannya. Pemilik kebun menuntut ganti rugi kepada pemilik domba atas tanamannya yang telah dirusak tersebut. Demikianlah, kasus yang harus diselesaikan oleh Nabi Dawud.
Pada ayat di atas, dapat kita baca bahwa Allah memahamkan kepada Sulaiman permasalahannya agar Sulaiman dapat memecahkan masalah ini secara benar. Karena mengetahui duduk persoalan secara jelas merupakan kunci pemecahan masalah secara adil lagi benar.
Menurut Nabi Dawud, pemecahan masalahnya ialah pemilik kambing menyerahkan kambingnya kepada pemilik kebun sebagai ganti dari tanaman tanaman yang telah dirusak oleh kambing tersebut.
Adapun Nabi Sulaiman memutuskan bahwa pemilik kambing harus merehabilitasi tanaman pemilik kebun. Selama tanaman itu belum berbuah, kambingnya diserahkan kepada pemilik kebun untuk dimanfaatkan susunya dan pemilik kebun memelihara kambing tersebut sampai tanaman di kebunnya berbuah seperti semula.
Dari ayat di atas kita mendapat pelajaran tentang adanya metode tafhiim, yaitu memberikan pengertian tentang suatu masalah dengan merumuskan suatu obyek secara utuh sebagai salah satu metode pendidikan.
Metode tafhiim ini tepat untuk digunakan oleh orang tua dalam upaya mendidik anak-anaknya agar mereka dapat mengatasi permasalahannya sehari-hari secara adil dan benar. Dalam kehidupan sehari-hari penggunaan metode tafhiim dapat dilakukan seperti dalam contoh berikut:
1. Orang tua membeli baterei di toko A. Setelah baterei tersebut dibawa pulang, sesampai di rumah dibuka dan dipasang pada radio, tetapi ternyata baterei tersebut tidak dapat menghidupkan radio. Orang tua kemudian menyuruh anaknya me ngembalikan baterei tersebut ke toko A untuk mendapatkan ganti yang baru. Di sini terjadi kasus persengketaan, karena orang tua hendak me ngembalikan baterei yang baru dibeli yang tidak menyala, sedangkan pemilik toko merasa menjual baterei baru yang normal.
Dalam kasus ini, anak dihadapkan pada problem penyelesaian yang tidak merugikan orang tua maupun pemilik toko. Baga mana orang tua membantu anak menyelesaika permasalahan ini agar tugas yang dibebanka kepada anaknya berhasil ? Di sini orang tua di tuntut menggunakan metode tafhiim. Orang tua dituntut mengemukakan rangkaian kejadiannya sekaligus menyertakan saksi-saksi ketika transaks itu terjadi atau bukti lain yang dapat mendukung kebenaran gugatan orang tua kepada pemilik toko Kepada anak juga dijelaskan bahwa ketika ber hadapan dengan pemilik toko, anak juga harus mau mendengarkan keterangannya. Setelah itu anak menimbang antara dua keterangan, bukti. dan kesaksian untuk menyelesaikan masalah ter sebut. Jadi, anak tidak disuruh oleh orang tua semata-mata mengembalikan baterei dan meminta ganti kepada pemilik toko. Cara semacam itu mungkin sekali ditolak oleh pemilik toko, karena ia merasa menjual barang secara benar; dan mung kin sekali hal itu justru akan menimbulkan per sengketaan dan permusuhan antara orang tua dan pemilik toko; dan anak dilibatkan permasalah annya secara sepihak. Tindakan orang tua semacam ini tidaklah benar. Akan tetapi, dengan menggunakan metode tafhiim, insya Allah anak dapat turut menyumbangkan penyelesaian secara adil dan benar, sekaligus mendidik anak bersikap kritis dan konstruktif.
2. Anak datang mengadu kepada orang tua bahwa gurunya di sekolah telah memarahinya dan meng hukumnya dengan menyuruhnya membersihkan kelas. Ketika orang tua mendengar laporan anak nya, kemungkinan sekali mereka menanggapinya secara emosional dan cenderung menyalahkan tindakan guru. Orang tua muslim dan mukmin tidaklah dibenarkan menangani permasalahan anaknya semacam itu di luar adab dan norma Islam. Langkah yang benar ialah orang tua me minta kepada anaknya untuk menjelaskan rang kaian kejadiannya sejauh yang dapat diberikan oleh anaknya. Cara ini perlu ditempuh oleh orang tua agar mendapatkan gambaran permasalahannya dari pihak anak. Sesudah itu orang tua dapat meminta kejelasan lebih jauh dari teman-teman anaknya untuk memperoleh gambaran duduk permasalahan. Berikutnya, orang tua datang kepada guru anaknya untuk mengkonfirmasikan kasus yang dialami oleh anaknya. Dengan metode tafhiim, orang tua dapat mendudukkan persoalan pada tempatnya dan menyelesaikan atau memutus kan perkaranya secara adil lagi benar.
Dari contoh di atas diperoleh gambaran bahwa untuk menyelesaikan suatu kasus, orang harus me miliki pengetahuan yang utuh tentang obyek yang dipersoalkan. Tanpa memiliki pengetahuan yang utuh, tentu akan terjadi kesalahan dalam penyelesaian dan ini akan menimbulkan kerugian yang tidak diingin. kan. Karena itu, langkah pertama yang harus diambil oleh orang yang hendak menyelesaikan masalahnya ialah upaya untuk memahami dengan benar perma salahannya. Bagaimana caranya ? Caranya ialah yang bersangkutan harus meminta kepada pihak yang mengajukan kasus untuk menerangkan duduk masa lahnya, kemudian yang bersangkutan merumuskan permasalahannya dengan benar.
Metode tafhiim diterapkan kepada lawan bicara yang ingin mendapatkan kesamaan persepsi dengan pembicara sehingga tidak terjadi perselisihan mengenai obyek yang dipersoalkan. Karena perbedaan persepsi mengenai obyek yang dihadapi timbul akibat pe mahaman yang berbeda mengenai obyek yang sama.
Adapun pola atau penerapan metode tafhiim bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Kedua belah pihak ( pembicara dan lawan bicara ) saling mengutarakan pengertian masing-masing tentang obyek yang sama sebelum diambil ke putusan atau kesimpulan.
Pembicara dan lawan bicara menghadirkan obyek yang sama, sehingga masing-masing memperoleh gambaran yang sama sebelum langkah lebih jauh membahas obyek tersebut. Sebab bila terhadap obyek yang sama berbeda persepsi, maka tidak akan dapat diperoleh titik temu.
Dalam bidang pendidikan agama, metode ini dapat diterapkan seperti:
1. Dalam bidang aqidah, misalnya memahamkan tentang Al-Qur'an. Dalam hal ini bisa digunakan pola pertama atau pola kedua sebelum berbicara lebih jauh tentang Al-Qur'an. Setelah diperoleh kesepakatan mengenai pengertian Al-Qur'an dengan segala seluk-beluknya, maka kedua belah pihak dapat berbicara lebih jauh tentang Al-Qur'an sebagai dasar Islam dalam mengatur tata kehidup an dalam segala bidang. Karena kalau salah satu pihak beranggapan bahwa yang dimaksud dengan Al-Qur'an itu adalah sekedar pengertian yang dapat dipahamkan orang dari keseluruhan isi wahyu, sedangkan teks tiap-tiap kata yang tercan tum di dalamnya adalah ucapan yang dipahamkan oleh Nabi Muhammad saw. dari firman-firman Allah, maka sudah pasti tidak akan diperoleh titik temu untuk melakukan pembahasan lebih jauh mengenai Al-Qur'an tersebut.
2. Dalam bidang ibadah dapat dicontohkan tentang batalnya shalat karena kentut. Apa hubungan antara kentut dengan keabsahan shalat ? Mengenai hal ini, terlebih dahulu harus diperoleh konsep yang sama mengenai pembatal-pembatal shalat dan siapa yang berhak menetapkan hal-hal yang digolongkan sebagai pembatal shalat. Shalat adalah suatu tindakan ibadah yang hanya menjadi hak Allah untuk menentukan berbagai tata tertib dan syarat rukunnya. Mengenai kentut menjadi pem batal shalat harus kita kembalikan kepada pangkal pemikiran seperti itu, karena bukan wewenang F manusia untuk menetapkan sah dan tidaknya shalat, melainkan semata-mata wewenang Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, pembicara dan lawan bicara memperoleh persepsi yang sama mengenai alasan kentut sebagai pembatal shalat. Jadi, dalam hal ini tidak bisa dibuat perbandingan mengapa keluar air liur tidak membatalkan shalat, tetapi kentut membatalkan shalat.
3. Dalam bidang akhlak misalnya mengapa anak wajib menghormati ibu bapaknya walaupun mereka berbeda agama, sedangkan agama yang batil tidak boleh kita tolelir. Hal semacam ini perlu dicari pokok permasalahannya agar diperoleh pemahaman yang benar mengenai perintah meng hormati orang tua sekalipun berbeda agama. Di sini yang menjadi pokok pangkal perintah agama tersebut adalah memuliakan orang tua, bukan memuliakan agamanya, sehingga apa pun agama orang tua, anak tetap berkewajiban untuk me muliakannya.
Metode tafhiim dapat kita pergunakan dalam menyelesaikan kasus sengketa atau perselisihan antara sesama anak kita sendiri atau dengan orang lain guna menegakkan keadilan dan kebenaran. Pemecahan masalah dengan metode tafhiim dapat menanamkan semangat cinta keadilan, kebenaran, dan kejujuran pada diri anak kita. Dengan semangat dan jiwa semacam ini, kita telah mendidik anak menjadi orang yang shalih.
Sumber: Buku Pendidikan Islami Metode 30 T, oleh M.Thaib
2. Anak datang mengadu kepada orang tua bahwa gurunya di sekolah telah memarahinya dan meng hukumnya dengan menyuruhnya membersihkan kelas. Ketika orang tua mendengar laporan anak nya, kemungkinan sekali mereka menanggapinya secara emosional dan cenderung menyalahkan tindakan guru. Orang tua muslim dan mukmin tidaklah dibenarkan menangani permasalahan anaknya semacam itu di luar adab dan norma Islam. Langkah yang benar ialah orang tua me minta kepada anaknya untuk menjelaskan rang kaian kejadiannya sejauh yang dapat diberikan oleh anaknya. Cara ini perlu ditempuh oleh orang tua agar mendapatkan gambaran permasalahannya dari pihak anak. Sesudah itu orang tua dapat meminta kejelasan lebih jauh dari teman-teman anaknya untuk memperoleh gambaran duduk permasalahan. Berikutnya, orang tua datang kepada guru anaknya untuk mengkonfirmasikan kasus yang dialami oleh anaknya. Dengan metode tafhiim, orang tua dapat mendudukkan persoalan pada tempatnya dan menyelesaikan atau memutus kan perkaranya secara adil lagi benar.
Dari contoh di atas diperoleh gambaran bahwa untuk menyelesaikan suatu kasus, orang harus me miliki pengetahuan yang utuh tentang obyek yang dipersoalkan. Tanpa memiliki pengetahuan yang utuh, tentu akan terjadi kesalahan dalam penyelesaian dan ini akan menimbulkan kerugian yang tidak diingin. kan. Karena itu, langkah pertama yang harus diambil oleh orang yang hendak menyelesaikan masalahnya ialah upaya untuk memahami dengan benar perma salahannya. Bagaimana caranya ? Caranya ialah yang bersangkutan harus meminta kepada pihak yang mengajukan kasus untuk menerangkan duduk masa lahnya, kemudian yang bersangkutan merumuskan permasalahannya dengan benar.
Metode tafhiim diterapkan kepada lawan bicara yang ingin mendapatkan kesamaan persepsi dengan pembicara sehingga tidak terjadi perselisihan mengenai obyek yang dipersoalkan. Karena perbedaan persepsi mengenai obyek yang dihadapi timbul akibat pe mahaman yang berbeda mengenai obyek yang sama.
Adapun pola atau penerapan metode tafhiim bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Kedua belah pihak ( pembicara dan lawan bicara ) saling mengutarakan pengertian masing-masing tentang obyek yang sama sebelum diambil ke putusan atau kesimpulan.
Pembicara dan lawan bicara menghadirkan obyek yang sama, sehingga masing-masing memperoleh gambaran yang sama sebelum langkah lebih jauh membahas obyek tersebut. Sebab bila terhadap obyek yang sama berbeda persepsi, maka tidak akan dapat diperoleh titik temu.
Dalam bidang pendidikan agama, metode ini dapat diterapkan seperti:
1. Dalam bidang aqidah, misalnya memahamkan tentang Al-Qur'an. Dalam hal ini bisa digunakan pola pertama atau pola kedua sebelum berbicara lebih jauh tentang Al-Qur'an. Setelah diperoleh kesepakatan mengenai pengertian Al-Qur'an dengan segala seluk-beluknya, maka kedua belah pihak dapat berbicara lebih jauh tentang Al-Qur'an sebagai dasar Islam dalam mengatur tata kehidup an dalam segala bidang. Karena kalau salah satu pihak beranggapan bahwa yang dimaksud dengan Al-Qur'an itu adalah sekedar pengertian yang dapat dipahamkan orang dari keseluruhan isi wahyu, sedangkan teks tiap-tiap kata yang tercan tum di dalamnya adalah ucapan yang dipahamkan oleh Nabi Muhammad saw. dari firman-firman Allah, maka sudah pasti tidak akan diperoleh titik temu untuk melakukan pembahasan lebih jauh mengenai Al-Qur'an tersebut.
2. Dalam bidang ibadah dapat dicontohkan tentang batalnya shalat karena kentut. Apa hubungan antara kentut dengan keabsahan shalat ? Mengenai hal ini, terlebih dahulu harus diperoleh konsep yang sama mengenai pembatal-pembatal shalat dan siapa yang berhak menetapkan hal-hal yang digolongkan sebagai pembatal shalat. Shalat adalah suatu tindakan ibadah yang hanya menjadi hak Allah untuk menentukan berbagai tata tertib dan syarat rukunnya. Mengenai kentut menjadi pem batal shalat harus kita kembalikan kepada pangkal pemikiran seperti itu, karena bukan wewenang F manusia untuk menetapkan sah dan tidaknya shalat, melainkan semata-mata wewenang Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, pembicara dan lawan bicara memperoleh persepsi yang sama mengenai alasan kentut sebagai pembatal shalat. Jadi, dalam hal ini tidak bisa dibuat perbandingan mengapa keluar air liur tidak membatalkan shalat, tetapi kentut membatalkan shalat.
3. Dalam bidang akhlak misalnya mengapa anak wajib menghormati ibu bapaknya walaupun mereka berbeda agama, sedangkan agama yang batil tidak boleh kita tolelir. Hal semacam ini perlu dicari pokok permasalahannya agar diperoleh pemahaman yang benar mengenai perintah meng hormati orang tua sekalipun berbeda agama. Di sini yang menjadi pokok pangkal perintah agama tersebut adalah memuliakan orang tua, bukan memuliakan agamanya, sehingga apa pun agama orang tua, anak tetap berkewajiban untuk me muliakannya.
Metode tafhiim dapat kita pergunakan dalam menyelesaikan kasus sengketa atau perselisihan antara sesama anak kita sendiri atau dengan orang lain guna menegakkan keadilan dan kebenaran. Pemecahan masalah dengan metode tafhiim dapat menanamkan semangat cinta keadilan, kebenaran, dan kejujuran pada diri anak kita. Dengan semangat dan jiwa semacam ini, kita telah mendidik anak menjadi orang yang shalih.
Sumber: Buku Pendidikan Islami Metode 30 T, oleh M.Thaib