Biografi Penulis Kitab Sunan Dan Musnad
Selain dari Kitab Imam Al-Bukhari dari kitab Imam Muslim yang menuliskan khusus hadits shahih, selanjutnya ada juga empat kitab Sunan. Meski para penulisnya tidak mengkhususkan karya-karya itu untuk hadits-hadits shahih saja, tetapi mentakhrij hadits shahih dan hasan serta sebagian hadits dha'if yang mereka jelaskan kedha'ifannya.
Baca juga: Biografi Imam Bukhari dan Muslim
Penulis sengaja membicarakan kitab-kitab sunan tanpa membicarakan hadits hasan, agar ada kaitan dengan pembicaraan mengenai kitab-kitab hadits terpopuler dan dengan syarat-syarat shahih Bukhari dan Muslim yang baru saja penulis bicarakan. Lebih-lebih ulama' menegaskan, bahwa Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Tirmidziy dan Nasa'iy tidak meluputkan hadits-hadits shahih kecuali sedikit saja. Dan bahwa karya-karya yang merupakan”ziyadah”atas Shahih Bukhari dan Shahih Mus keshahihan hadits-hadits lim banyak diambil dari kitab-kitab itu, bila para penulisnya menegaskan yang bersangkutan
1. Abu Daud as-Sijistani (202-275 H)
Beliau adalah al-Imam al-Tsabat Sayyidul Huffadz Sulaiman ibn al Asy'ats ibn Ishaq al-Azdiy as-Sijistaniy, penulis kitab sunan yang telah populer. Beliau lahir tahun 202 H, dan telah mulai belajar sejak berusia dini. Kemudian beliau mengembara ke Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Aljaza'ir dan Khurasan. Beliau berguru kepada imam-imam terkemuka, antara lain Abu Amr adh-Dharir, al-Qa'nabiy, Abu al-Walid ath-Thayalisiy, Sulaiman ibn Harb, Imam Ahmad ibn Hanbal dan lain-lain.
Baca juga: Biografi Ulama Qiraah
Abu Daud termasuk ulama ' produktif. Bahkan sebagian menyejajarkan nya dengan Imam Ahmad ibn Hanbal dalam hal ibadah, kewira'ian dan keilmuan. Abu Daud sering datang ke Baghdad. Dan yang terakhir terjadi pada tahun 272 H. Gubernur Bashrah, saudara Khalifah al-Muwaffiq memintanya bermukim di sana setelah peristiwa al-Zanji untuk menyemarakkan suasana keilmuan, karena banyak murid dari berbagai penjuru datang kepadanya. Lalu beliau benar-benar bermukim di sana dan meninggal di sana pula pada tanggal 16 Syawal tahun 275 H.
Beliau dimakamkan di samping makam Sufyan al-Tsauriy. Abu Daud meninggalkan banyak karya, khususnya dalam bidang hadits dan sebagian ilmu syari'ah pada umumnya. Karya-karya itu mencapai dua belas karya.
Yang termasyhur adalah kitab Sunan yang akan penulis kaji secara khusus di sini. Abu Daud menyusun kitab sunan menurut bab-bab fiqh dan membatasi isinya seputar sunan-sunan dan hukum-hukum. Sehingga di dalam kitab itu, beliau tidak menyebutkan kisah-kisah, mau'idhah-mau'idhah dan khabar khabar, tentang kezuhudan, keutamaan amal dan lain-lain. Abu Daud sebenarnya telah menulis hadits sebanyak lima ratus ribu buah hadits. Dari sejumlah itu, beliau memilih empat ribu delapan ratus buah hadits yang dimuat di dalam kitabnya itu. Jumlah isinya secara terulang adalah lima ribu dua ratus tujuh puluh empat buah hadits.
Abu Daud menjelaskan metode yang beliau gunakan dalam kitab sunan itu. Beliau mengatakan: Penulis menyebut hadits shahih dan yang serupa dengannya. Dan yang terlalu dha'if akan penulis jelaskan. Lebih lanjut beliau mengatakan: Dalam kitab sunan yang penulis susun ini tidak ada satu hadits pun yang berasal dari perawi yang matruk. Bila ada hadits munkar, maka penulis akan menjelaskan bahwa ia munkar, dan memang dalam bab tertentu tidak ada lainnya, selain hadits itu. Dengan demikian, Abu Daud mentakhrij dalam kitabnya itu yang shahih dan yang lainnya.
Beliau juga menjelaskan bahwa didalamnya ada yang sangat dha'if. Orang-orang menerima baik dan menafaatkan kitab itu serta memujinya. Ibn al-A'rabiy mengatakan: Seandainya seseorang tidak memiliki ilmu kecuali Mushhaf dan kitab ini, maka ia sudah tidak perlu mencari sumber lain. Banyak pakar yang memujinya. Oleh karena itu, kitab itu menempati posisi pertama setelah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
2. Imam Tirmidziy (209-279 H)
Beliau adalah al-Imam al-Hafidz Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Surah at-Tirmidziy. Beliau lahir pada tahun dua ratus, di desa”Buj”, wilayah Tirmidz tepi sungai Jihun. Beliau telah mulai menuntut ilmu sejak berusia dini. Untuk itu, beliau melakukan pengembaraan ilmiah ke Irak, Hijaz, Khurasan dan lain-lain. Beliau berhasil bertemu dengan imam-imam dan syeikh-syeikh hadits, mendengar dan meriwayatkan dari mereka. Yang terpopuler antara lain Imam Bukhari yang membawa beliau melakukan takhrij dan penggalian kan dungan hadits, Imam Muslim dan Abu Daud. Beliau juga mendengar dari sebagian guru mereka, seperti Qutaibah ibn Sa'id, Muhammad ibn Basyar dan lain-lain. Banyak ahli ilmu yang meriwayatkan dari beliau.
Tirmidziy merupakan salah seorang imam yang terkenal dengan ke dhabitan dan keteguhannya. Orang-orang semasanya menyaksikan kecepatan hafalannya, di samping sangat zuhud dan wira'i, yang sering menangis sampai kedua matanya memutih. Beliau menderita sakit parah beberapa tahun men jelang kewafatan beliau. Sebagai bukti ketinggian statusnya adalah pernyataan Imam Bukhari kepadanya:”Apa yang aku manfaatkan untukmu lebih banyak daripada yang aku manfaatkan untuk diriku sendiri.”Ibn Hibban mengatakan:”Abu Isa termasuk orang yang melakukan penghimpunan, penyusunan dan mudzakarah.
Sementara yang lain mengatakan bahwa ketika Imam Bukhari meninggal, beliau tidak meninggalkan murid di Khurasan yang semisal dengan Abu Isa dalam hal keilmuan, hafalan, kewira'ian dan kezuhudan. Beliau wafat di Tirmidz pada malam Senin, tanggal 13 Rajab tahun 279 H dalam usia tujuh puluh tahun.
Imam Turmidziy meninggalkan banyak karya dalam bidang hadits dan yang lain. Karya yang terpopuler adalah dalam bidang hadits yang berjudul Al-Jami ' yang lebih dikenal dengan Sunan at-Tirmidziy. Ia termasuk karya yang paling banyak mengandung faedah dan paling sedikit pengulangannya. Kitab ini lebih dikenal dengan sebutan Sunan Tirmidziy, di samping dikenal pula denan sebutan”Jami at-Tirmidziy”. Sebagian ulama' bersikap longgar dengan memberikan sebutan”Al-Jami ' ash-Shahih”untuknya. Imam Turmidziy di dalam kitab itu mentakhrij hadits-hadits shahih, hasan, dha'if, gharib dan mu'allal dengan menyebutkan ' illamya.
Di samping itu, beliau juga menyebutkan hadits munkar dengan memberikan penjelasan al-kadizb alasannya. Namun beliau tidak mentakhrij dari perawi yang muttaham bi yang muttafaq kemuttahamannya-- suatu hadits dengan sanad manfarid. Semuanya beliau jelaskan derajatnya. Sehingga hal itu tidak meru pakan cacat bagi kitab beliau.
Abu Daud termasuk ulama ' produktif. Bahkan sebagian menyejajarkan nya dengan Imam Ahmad ibn Hanbal dalam hal ibadah, kewira'ian dan keilmuan. Abu Daud sering datang ke Baghdad. Dan yang terakhir terjadi pada tahun 272 H. Gubernur Bashrah, saudara Khalifah al-Muwaffiq memintanya bermukim di sana setelah peristiwa al-Zanji untuk menyemarakkan suasana keilmuan, karena banyak murid dari berbagai penjuru datang kepadanya. Lalu beliau benar-benar bermukim di sana dan meninggal di sana pula pada tanggal 16 Syawal tahun 275 H.
Beliau dimakamkan di samping makam Sufyan al-Tsauriy. Abu Daud meninggalkan banyak karya, khususnya dalam bidang hadits dan sebagian ilmu syari'ah pada umumnya. Karya-karya itu mencapai dua belas karya.
Yang termasyhur adalah kitab Sunan yang akan penulis kaji secara khusus di sini. Abu Daud menyusun kitab sunan menurut bab-bab fiqh dan membatasi isinya seputar sunan-sunan dan hukum-hukum. Sehingga di dalam kitab itu, beliau tidak menyebutkan kisah-kisah, mau'idhah-mau'idhah dan khabar khabar, tentang kezuhudan, keutamaan amal dan lain-lain. Abu Daud sebenarnya telah menulis hadits sebanyak lima ratus ribu buah hadits. Dari sejumlah itu, beliau memilih empat ribu delapan ratus buah hadits yang dimuat di dalam kitabnya itu. Jumlah isinya secara terulang adalah lima ribu dua ratus tujuh puluh empat buah hadits.
Abu Daud menjelaskan metode yang beliau gunakan dalam kitab sunan itu. Beliau mengatakan: Penulis menyebut hadits shahih dan yang serupa dengannya. Dan yang terlalu dha'if akan penulis jelaskan. Lebih lanjut beliau mengatakan: Dalam kitab sunan yang penulis susun ini tidak ada satu hadits pun yang berasal dari perawi yang matruk. Bila ada hadits munkar, maka penulis akan menjelaskan bahwa ia munkar, dan memang dalam bab tertentu tidak ada lainnya, selain hadits itu. Dengan demikian, Abu Daud mentakhrij dalam kitabnya itu yang shahih dan yang lainnya.
Beliau juga menjelaskan bahwa didalamnya ada yang sangat dha'if. Orang-orang menerima baik dan menafaatkan kitab itu serta memujinya. Ibn al-A'rabiy mengatakan: Seandainya seseorang tidak memiliki ilmu kecuali Mushhaf dan kitab ini, maka ia sudah tidak perlu mencari sumber lain. Banyak pakar yang memujinya. Oleh karena itu, kitab itu menempati posisi pertama setelah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
2. Imam Tirmidziy (209-279 H)
Beliau adalah al-Imam al-Hafidz Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Surah at-Tirmidziy. Beliau lahir pada tahun dua ratus, di desa”Buj”, wilayah Tirmidz tepi sungai Jihun. Beliau telah mulai menuntut ilmu sejak berusia dini. Untuk itu, beliau melakukan pengembaraan ilmiah ke Irak, Hijaz, Khurasan dan lain-lain. Beliau berhasil bertemu dengan imam-imam dan syeikh-syeikh hadits, mendengar dan meriwayatkan dari mereka. Yang terpopuler antara lain Imam Bukhari yang membawa beliau melakukan takhrij dan penggalian kan dungan hadits, Imam Muslim dan Abu Daud. Beliau juga mendengar dari sebagian guru mereka, seperti Qutaibah ibn Sa'id, Muhammad ibn Basyar dan lain-lain. Banyak ahli ilmu yang meriwayatkan dari beliau.
Tirmidziy merupakan salah seorang imam yang terkenal dengan ke dhabitan dan keteguhannya. Orang-orang semasanya menyaksikan kecepatan hafalannya, di samping sangat zuhud dan wira'i, yang sering menangis sampai kedua matanya memutih. Beliau menderita sakit parah beberapa tahun men jelang kewafatan beliau. Sebagai bukti ketinggian statusnya adalah pernyataan Imam Bukhari kepadanya:”Apa yang aku manfaatkan untukmu lebih banyak daripada yang aku manfaatkan untuk diriku sendiri.”Ibn Hibban mengatakan:”Abu Isa termasuk orang yang melakukan penghimpunan, penyusunan dan mudzakarah.
Sementara yang lain mengatakan bahwa ketika Imam Bukhari meninggal, beliau tidak meninggalkan murid di Khurasan yang semisal dengan Abu Isa dalam hal keilmuan, hafalan, kewira'ian dan kezuhudan. Beliau wafat di Tirmidz pada malam Senin, tanggal 13 Rajab tahun 279 H dalam usia tujuh puluh tahun.
Imam Turmidziy meninggalkan banyak karya dalam bidang hadits dan yang lain. Karya yang terpopuler adalah dalam bidang hadits yang berjudul Al-Jami ' yang lebih dikenal dengan Sunan at-Tirmidziy. Ia termasuk karya yang paling banyak mengandung faedah dan paling sedikit pengulangannya. Kitab ini lebih dikenal dengan sebutan Sunan Tirmidziy, di samping dikenal pula denan sebutan”Jami at-Tirmidziy”. Sebagian ulama' bersikap longgar dengan memberikan sebutan”Al-Jami ' ash-Shahih”untuknya. Imam Turmidziy di dalam kitab itu mentakhrij hadits-hadits shahih, hasan, dha'if, gharib dan mu'allal dengan menyebutkan ' illamya.
Di samping itu, beliau juga menyebutkan hadits munkar dengan memberikan penjelasan al-kadizb alasannya. Namun beliau tidak mentakhrij dari perawi yang muttaham bi yang muttafaq kemuttahamannya-- suatu hadits dengan sanad manfarid. Semuanya beliau jelaskan derajatnya. Sehingga hal itu tidak meru pakan cacat bagi kitab beliau.
Imam Tirmidziy memadukan pula fiqh, di samping penguasaannya yang mendalam tentang hadits, ' illar-illamya, tokoh tokohnya dan ilmu-ilmunya. Ini bisa dilihat dengan jelas melalui kitab sunan nya. Imam Tirmidziy mengatakan:”Penulis menyusun kitab ini, lalu aku menunjukkannya kepada ulama ' Hijaz, Irak dan Khurasan. Mereka lega menerimanya. Dan siapa yang dirumahnya memiliki kitab itu, seakan-akan dirumahnya ada nabi yang sedang bersabda.”Kami melihat bahwa Jami' Tirmidziy merupakan contoh yang baik bagi praktek ilmiah yang dilakukan oleh ulama ' hadits dalam rangka mengetahui yang shahih, hasan dan dha'if, menyingkap illat-illat hadits, melakukan penggalian hukum, mengetahui perawi-perawi yang tsigat dari yang matruk dan lain-lain. Dengan demikian, kitab itu benar-benar memadukan berbagai fungsi, yang sebagian besar tidak kita jumpai di dalam kitab lain yang umumnya hanya mentakhrij hadits shahih saja. Imam Tirmidziy tidak hanya mentakhrij hadits shahih. Sehingga kitabnya itu merupakan percontohan yang belum disusun sebelumnya.
Di samping apa yang penulis sebutkan itu, kitab itu menginformasi kan kepada kita banyak istilah yang digunakan oleh ahli hadits dalam menilai para perawi dan yang diriwayatkan, yang lebih mengukuhkan kepada kita perihal adanya istilah-istilah dan kaidah-kaidah ilmu hadits sebelum masanya.
Di samping itu, Imam Tirmidziy juga memadukan beberapa istilah yang belum pernah digunakan sebelumnya, seperti Shahih Hasan, Shahih Gharib.
Di samping apa yang penulis sebutkan itu, kitab itu menginformasi kan kepada kita banyak istilah yang digunakan oleh ahli hadits dalam menilai para perawi dan yang diriwayatkan, yang lebih mengukuhkan kepada kita perihal adanya istilah-istilah dan kaidah-kaidah ilmu hadits sebelum masanya.
Di samping itu, Imam Tirmidziy juga memadukan beberapa istilah yang belum pernah digunakan sebelumnya, seperti Shahih Hasan, Shahih Gharib.
Baca juga: Kriteria Hadits Shahih
3. Imam an-Nasa'iy (215-303 H)
Beliau adalah al-Imam al-Hafidz Syeikhul Islam Abu Abdirrahman Ahmad ibn Syu'aib ibn Ali al-Khurasaniy an-Nasa'iy, (dengan fathah Nun dan Sin, merupakan nisbat kepada negeri Nasa ' di Khurasan). Beliau lahir tahun 215 H, mulai menuntut ilmu sejak kecil dan mulai menuntut hadits sejak berusia lima belas tahun. Beliau mendengar hadits dari ulama '-ulama ' besar masanya di negerinya, di Hijaz, Irak, Mesir, Syam dan Aljaza'ir. Kemudian beliau bermukim di Mesir dan menekuni bidang ini, sehingga memiliki pengetahuan dan keteguhan yang tiada duanya, juga ketinggian posisi.39 Nanyak sekali yang meriwayatkan darinya.
Di samping kedalaman pengetahuannya tentang hadits dan ilmu-ilmunya, beliau juga seorang ahli fiqh madzhab Syafi'iy. Beliau banyak beribadah di waktu malam dan siang dengan bertumpu pada sunnah serta merupakan seorang wira'i yang sangat teliti. Beliau juga merupakan seorang yang memiliki keperwiraan yang sangat tinggi.
Menurut pendapat yang kuat tentang kewafatan beliau, adalah bahwa beliau pada bulan Dzul Qa'idah tahun 302 H keluar dari Mesir. Kemudian beliau wafat di Ramlah, Palestina, pada haris Senin, 13 Shafar tahun 303 dan di makamkan di Bait al-Maqdis Imam an-Nasa'iy menyusun sekitar lima belas karya, yang sebagian besar tentang hadits dan ilmu-ilmunya dan yang paling terkenal adalah kitab Sunan.
Di dalam kitab sunan itu, beliau tidak pernah mentakhrij suatu hadits dari perawi yang disepakati oleh kritikus untuk ditinggalkan. Karena itu, ia memuat hadits shahih, hasan dan dha'if. Beliau memberi nama kitab itu As-Sunan al-Kubra. Beliau pernah mengajukannya kepada Gubernur Ramlah. Lalu sang gubernur bertanya:”Apakah semua hadits yang ada didalamnya berkualitas shahih ? Beliau menjawab:”Ada yang shahih, ada yang hasan dan ada yang mendekati kedua kualitas itu.”Lalu Gubernur mengatakan:”Kalau begitu, tuliskan yang shahih saja untukku.”Kemudian beliau meringkas as-Sunan al-Kubra menjadi As-Sunan ash-Shughra, dan beliau menyebutnya Al-Mujtaba Min as-Sunan”. Ada yang mengatakan Al-Mujtana, yang keduanya memiliki makna yang sama. As-Sunan ash Shughra merupakan kitab sunan yang paling sedikit me muat hadits dha'if, dan itulah yang sampai ke tangan kita sekarang ini, yang digunakan tumpuan ulama' dalam meriwayatkan hadits dari an-Nasa'iy. Jumlah hadits dalam kitab as-Sunan adalah 5761 buah hadits .
Pendeknya, kitab Sunan an-Nasa'iy merupakan kitab yang paling sedikit mengandung hadits dha'if, setelah Shahih Bukari dan Shahih Muslim, dan paling sedikit mengandung perawi yang terkena jarh. Ia setingkat atau minimal hampir setingkat dengan Sunan Abu Daud, karena ketelitian dan konsekuensi an-Nasa'iy dalam menerapkan metode yang beliau patokkan dalam kitab beliau. Hanya saja, Abu Daud memiliki perhatian yang lebih dalam hal penambahan matan dan lafadz-lafadz hadits yang diperhatikan oleh para ahli hadits yang juga pakar fiqh. Oleh karena itu, kitab an-Nasa'iy merupakan kitab kedua dari empat kitab sunan yang ada.
4. Imam Ibn Majah al-Quzwainiy (209-273 H)
Beliau adalah al-Imam al-Hafidz Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid al-Quzwainiy (Ibn Majah). Majah merupakan laqab ayahnya. Beliau lahir tahun 209 H di Quzwain. Beliau mulai belajar menjelang usia muda, dan pergi ke Irak. Hijaz, Mesir, Syam dan lain-lain. Beliau bertemu dengan banyak guru di negeri-negeri tersebut. Beliau mendengar dari imam-imam pada masanya, seperti Muhammad ibn Abdillah ibn Numair dan tokoh-tokoh setingkatnya. Banyak yang meriwayatkan darinya. Dalam hal ini, al-Khaliliy mengatakan: Ibn Majah seorang tsiqat yang besar, muttafaq'alaih, muhtajj dan memiliki pengetahuan dan hafalan.
Ibn Majah menulis dalam bidang tafsir, hadits dan tarikh. Karyanya yang terpopuler adalah Kitab as-Sunan. Beliau menyusunnya secara sistematis, menurut sistematika fiqh, seperti halnya Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Nasa'iy dan Sunan Tirmidziy. Beliau tidak bermaksud mentakrij hadits shahih saja. Sehingga kitab beliau memuat yang shahih, hasan dan dha'if serta yang sangat lemah.
Oleh karena itu, banyak ulama' yang tidak memasukkannya ke dalam kelompok al-Kutub as-Sittah sebelum abad keenam Hijriah Yang mula-mula memasukkan sunan Ibn Majah ke dalam deretan al-Ku tub al-Khamsah adalah Abu al-Fadhl Muhammad ibn Thahir al-Maqdisy (448 507 H), dalam bukunya Athraf al-Kutub as-Sittah. Dengan demikian, kitab kitab yang dijadikan sebagai tumpuan ada enam buah. Setelah itu, banyak ulama' yang mengikuti hal itu. Sebelumnya, dan sebagian ulama' sesudahnya menilai bahwa sumber kitab hadits keenam adalah Kitab Muwaththa'-nya Imam Malik, karena lebih shahih daripada Sunan Ibn Majah.
Ulama lebih mendahulukan Sunan Ibn Majah atas Muwaththa-nya Malik meski Muwaththa' lebih shahih karena Sunan Ibn Majah mengan dung banyak tambahan atas al-Kutub al-Khamsah, berbeda dengan Mawaththa'. Sebagian besar isi Muwaththa ' telah ada di dalam al-Kutub al-Khamsah. Jadi didahulukannya Sunan Ibn Majah atas Muwaththa '-nya Imam Malik bukan karena lebih shahih, tetapi karena banyaknya tambahan yang ada di dalamnya.
Al-Ustadz al-Muhaqqiq Muhammad Fu'ad Abdul Baqi memberikan pengabdian ilmiah terhadap Sunan Ibn Majah dengan mentahqiq sumber-sum ber asalnya dan mentakhrij hadits-haditsnya. Ternyata, jumlah seluruh haditsnya adalah 4341 buah hadits. 3002 buah hadits di antaranya telah ditakhrij oleh para pemilik al-Kutub al-Khamsah, semuanya atau sebagiannya.
Selebihnya, yaitu 1339 buah hadits merupakan tambahan atas apa yang ada di dalam al-Kutub al-Khamsah. Al-Ustadz Abdul Baqi juga menjelaskan kualitas tam bahan-tambahan itu, sehingga memudahkan ahli ilmu untuk menelitinya. Semoga Allah SWT. memberikan balasan sebaik-baiknya.
5. Musnad Imam Ahmad
Setelah mengkaji kitab-kitab shahih dan empat kitab sunan, penulis merasa perlu membicarakan Musnad Imam Ahmad Ibn Hanbal al-Syaibaniy (164-241 H), salah seorang imam fiqh dan hadits terkemuka. Musnad ini merupakan karya teragung dalam Islam dan merupakan kitab hadits terlengkap yang masih ada dan sampai kepada kita. Penulis menggunakan metode yang berbeda dengan penulis-penulis hadits lainnya. Sistematika kitabnya adalah ber seperti umumnya kitab kitab musnad -- dasarkan nama-nama sahabat masing-masing sahabat, beliau sebutkan hadits-haditsnya. Jumlahnya mencapai tiga puluh ribu buah hadits lebih yang beliau saring dari tujuh ratus lima puluh ribu buah hadits.
Beliau mentakhrij hadits-hadits itu dari sekitar delapan ratus orang sahabat. Hadits-hadits dalam musnad itu berkisar antara yang shahih, hasan dan dha'if. Ada hadits-hadits shahih yang telah ditakhrij oleh para pemilik al-Kutub as-Sittah. Ada pula yang belum mereka takhrij. Ada yang hasan dan ada pula yang dha'if yang bisa dijadikan sebagai hujjah. Sampai-sampai Imam Suyuthiy mengatakan:”Semua yang ada di dalam Musnad Ahmad adalah maqbul. Karena hadits dha'if yang ada didalamnya mendekati kualitas hasan.
Yang jelas, Imam Ahmad sangat bersungguh-sungguh dalam menghim pun hadits-hadits Musnadnya. Beliau tidak akan mentakhrij kecuali dari orang yang beliau akui kejujuran dan kualitas keagamaannya, bukan orang yang cacat kejujurannya. Beliau juga sangat cermat terhadap matan-matan dalam kitab beliau, seperti kecermatan beliau terhadap perawi-perawinya. Oleh karena itu, layak bagi beliau untuk berkata kepada putra beliau:”Jagalah musnad ini, karena kelak ia akan menjadi imam bagi masyarakat.”
Kitab ini dicetak dalam enam jilid, dan di bagian marginnya dicetak Kanz al-Ummal, di Mesir tahun 1313 H, di samping di India. Suatu kemestian adalah mentahqiq dan mentakhrij hadits-haditsnya. Dan hal ini dilakukan oleh Syeikh Ahmad Muhammad Syakir, salah seorang pakar hadits Mesir abad ini. Beliau mentakhrij hadits-haditsnya dan memberi notasi serta memberikan daftar isinya. Di samping itu beliau juga memberikan komentar-komentar yang sangat bagus dan berharga dan menyanggah beberapa kerancuan seputar kitab itu. Dari kitab yang beliau tahqiq itu telah dicetak lima belas juz ' yang besarnya masing masing sekitar sepertiga kitab aslinya. Hanya saja, sebelum selesai, beliau telah terlebih dahulu menghadap keharibaan Allah SWT.
Patut pula penulis tunjukkan di sini karya Fadhilatusy Syeikh Ahmad ibn Abdirahman al-Bana yang lebih dikenal dengan As-Sa'atiy salah seorang ulama ' Mesir abad keempat belas Hijriah -- terhadap Musnad Ahmad. Beliau menyusunnya secara sistematis berdasarkan bab-bab, menguraikan sebagian hadits yang perlu diuraikan, mentakhrij hadits-haditsnya dan mengisyaratkan tambahan-tambahan dari Abdullah ibn Ahmad. Beliau menamakan karyanya itu Al-Fath ar-Rabbani Li Tartib Musnad Ahmad ibn Hanbal asy-Syaibaniy dengan tujuh bagian:
3. Imam an-Nasa'iy (215-303 H)
Beliau adalah al-Imam al-Hafidz Syeikhul Islam Abu Abdirrahman Ahmad ibn Syu'aib ibn Ali al-Khurasaniy an-Nasa'iy, (dengan fathah Nun dan Sin, merupakan nisbat kepada negeri Nasa ' di Khurasan). Beliau lahir tahun 215 H, mulai menuntut ilmu sejak kecil dan mulai menuntut hadits sejak berusia lima belas tahun. Beliau mendengar hadits dari ulama '-ulama ' besar masanya di negerinya, di Hijaz, Irak, Mesir, Syam dan Aljaza'ir. Kemudian beliau bermukim di Mesir dan menekuni bidang ini, sehingga memiliki pengetahuan dan keteguhan yang tiada duanya, juga ketinggian posisi.39 Nanyak sekali yang meriwayatkan darinya.
Di samping kedalaman pengetahuannya tentang hadits dan ilmu-ilmunya, beliau juga seorang ahli fiqh madzhab Syafi'iy. Beliau banyak beribadah di waktu malam dan siang dengan bertumpu pada sunnah serta merupakan seorang wira'i yang sangat teliti. Beliau juga merupakan seorang yang memiliki keperwiraan yang sangat tinggi.
Menurut pendapat yang kuat tentang kewafatan beliau, adalah bahwa beliau pada bulan Dzul Qa'idah tahun 302 H keluar dari Mesir. Kemudian beliau wafat di Ramlah, Palestina, pada haris Senin, 13 Shafar tahun 303 dan di makamkan di Bait al-Maqdis Imam an-Nasa'iy menyusun sekitar lima belas karya, yang sebagian besar tentang hadits dan ilmu-ilmunya dan yang paling terkenal adalah kitab Sunan.
Di dalam kitab sunan itu, beliau tidak pernah mentakhrij suatu hadits dari perawi yang disepakati oleh kritikus untuk ditinggalkan. Karena itu, ia memuat hadits shahih, hasan dan dha'if. Beliau memberi nama kitab itu As-Sunan al-Kubra. Beliau pernah mengajukannya kepada Gubernur Ramlah. Lalu sang gubernur bertanya:”Apakah semua hadits yang ada didalamnya berkualitas shahih ? Beliau menjawab:”Ada yang shahih, ada yang hasan dan ada yang mendekati kedua kualitas itu.”Lalu Gubernur mengatakan:”Kalau begitu, tuliskan yang shahih saja untukku.”Kemudian beliau meringkas as-Sunan al-Kubra menjadi As-Sunan ash-Shughra, dan beliau menyebutnya Al-Mujtaba Min as-Sunan”. Ada yang mengatakan Al-Mujtana, yang keduanya memiliki makna yang sama. As-Sunan ash Shughra merupakan kitab sunan yang paling sedikit me muat hadits dha'if, dan itulah yang sampai ke tangan kita sekarang ini, yang digunakan tumpuan ulama' dalam meriwayatkan hadits dari an-Nasa'iy. Jumlah hadits dalam kitab as-Sunan adalah 5761 buah hadits .
Pendeknya, kitab Sunan an-Nasa'iy merupakan kitab yang paling sedikit mengandung hadits dha'if, setelah Shahih Bukari dan Shahih Muslim, dan paling sedikit mengandung perawi yang terkena jarh. Ia setingkat atau minimal hampir setingkat dengan Sunan Abu Daud, karena ketelitian dan konsekuensi an-Nasa'iy dalam menerapkan metode yang beliau patokkan dalam kitab beliau. Hanya saja, Abu Daud memiliki perhatian yang lebih dalam hal penambahan matan dan lafadz-lafadz hadits yang diperhatikan oleh para ahli hadits yang juga pakar fiqh. Oleh karena itu, kitab an-Nasa'iy merupakan kitab kedua dari empat kitab sunan yang ada.
4. Imam Ibn Majah al-Quzwainiy (209-273 H)
Beliau adalah al-Imam al-Hafidz Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid al-Quzwainiy (Ibn Majah). Majah merupakan laqab ayahnya. Beliau lahir tahun 209 H di Quzwain. Beliau mulai belajar menjelang usia muda, dan pergi ke Irak. Hijaz, Mesir, Syam dan lain-lain. Beliau bertemu dengan banyak guru di negeri-negeri tersebut. Beliau mendengar dari imam-imam pada masanya, seperti Muhammad ibn Abdillah ibn Numair dan tokoh-tokoh setingkatnya. Banyak yang meriwayatkan darinya. Dalam hal ini, al-Khaliliy mengatakan: Ibn Majah seorang tsiqat yang besar, muttafaq'alaih, muhtajj dan memiliki pengetahuan dan hafalan.
Ibn Majah menulis dalam bidang tafsir, hadits dan tarikh. Karyanya yang terpopuler adalah Kitab as-Sunan. Beliau menyusunnya secara sistematis, menurut sistematika fiqh, seperti halnya Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Nasa'iy dan Sunan Tirmidziy. Beliau tidak bermaksud mentakrij hadits shahih saja. Sehingga kitab beliau memuat yang shahih, hasan dan dha'if serta yang sangat lemah.
Oleh karena itu, banyak ulama' yang tidak memasukkannya ke dalam kelompok al-Kutub as-Sittah sebelum abad keenam Hijriah Yang mula-mula memasukkan sunan Ibn Majah ke dalam deretan al-Ku tub al-Khamsah adalah Abu al-Fadhl Muhammad ibn Thahir al-Maqdisy (448 507 H), dalam bukunya Athraf al-Kutub as-Sittah. Dengan demikian, kitab kitab yang dijadikan sebagai tumpuan ada enam buah. Setelah itu, banyak ulama' yang mengikuti hal itu. Sebelumnya, dan sebagian ulama' sesudahnya menilai bahwa sumber kitab hadits keenam adalah Kitab Muwaththa'-nya Imam Malik, karena lebih shahih daripada Sunan Ibn Majah.
Ulama lebih mendahulukan Sunan Ibn Majah atas Muwaththa-nya Malik meski Muwaththa' lebih shahih karena Sunan Ibn Majah mengan dung banyak tambahan atas al-Kutub al-Khamsah, berbeda dengan Mawaththa'. Sebagian besar isi Muwaththa ' telah ada di dalam al-Kutub al-Khamsah. Jadi didahulukannya Sunan Ibn Majah atas Muwaththa '-nya Imam Malik bukan karena lebih shahih, tetapi karena banyaknya tambahan yang ada di dalamnya.
Al-Ustadz al-Muhaqqiq Muhammad Fu'ad Abdul Baqi memberikan pengabdian ilmiah terhadap Sunan Ibn Majah dengan mentahqiq sumber-sum ber asalnya dan mentakhrij hadits-haditsnya. Ternyata, jumlah seluruh haditsnya adalah 4341 buah hadits. 3002 buah hadits di antaranya telah ditakhrij oleh para pemilik al-Kutub al-Khamsah, semuanya atau sebagiannya.
Selebihnya, yaitu 1339 buah hadits merupakan tambahan atas apa yang ada di dalam al-Kutub al-Khamsah. Al-Ustadz Abdul Baqi juga menjelaskan kualitas tam bahan-tambahan itu, sehingga memudahkan ahli ilmu untuk menelitinya. Semoga Allah SWT. memberikan balasan sebaik-baiknya.
5. Musnad Imam Ahmad
Setelah mengkaji kitab-kitab shahih dan empat kitab sunan, penulis merasa perlu membicarakan Musnad Imam Ahmad Ibn Hanbal al-Syaibaniy (164-241 H), salah seorang imam fiqh dan hadits terkemuka. Musnad ini merupakan karya teragung dalam Islam dan merupakan kitab hadits terlengkap yang masih ada dan sampai kepada kita. Penulis menggunakan metode yang berbeda dengan penulis-penulis hadits lainnya. Sistematika kitabnya adalah ber seperti umumnya kitab kitab musnad -- dasarkan nama-nama sahabat masing-masing sahabat, beliau sebutkan hadits-haditsnya. Jumlahnya mencapai tiga puluh ribu buah hadits lebih yang beliau saring dari tujuh ratus lima puluh ribu buah hadits.
Beliau mentakhrij hadits-hadits itu dari sekitar delapan ratus orang sahabat. Hadits-hadits dalam musnad itu berkisar antara yang shahih, hasan dan dha'if. Ada hadits-hadits shahih yang telah ditakhrij oleh para pemilik al-Kutub as-Sittah. Ada pula yang belum mereka takhrij. Ada yang hasan dan ada pula yang dha'if yang bisa dijadikan sebagai hujjah. Sampai-sampai Imam Suyuthiy mengatakan:”Semua yang ada di dalam Musnad Ahmad adalah maqbul. Karena hadits dha'if yang ada didalamnya mendekati kualitas hasan.
Yang jelas, Imam Ahmad sangat bersungguh-sungguh dalam menghim pun hadits-hadits Musnadnya. Beliau tidak akan mentakhrij kecuali dari orang yang beliau akui kejujuran dan kualitas keagamaannya, bukan orang yang cacat kejujurannya. Beliau juga sangat cermat terhadap matan-matan dalam kitab beliau, seperti kecermatan beliau terhadap perawi-perawinya. Oleh karena itu, layak bagi beliau untuk berkata kepada putra beliau:”Jagalah musnad ini, karena kelak ia akan menjadi imam bagi masyarakat.”
Kitab ini dicetak dalam enam jilid, dan di bagian marginnya dicetak Kanz al-Ummal, di Mesir tahun 1313 H, di samping di India. Suatu kemestian adalah mentahqiq dan mentakhrij hadits-haditsnya. Dan hal ini dilakukan oleh Syeikh Ahmad Muhammad Syakir, salah seorang pakar hadits Mesir abad ini. Beliau mentakhrij hadits-haditsnya dan memberi notasi serta memberikan daftar isinya. Di samping itu beliau juga memberikan komentar-komentar yang sangat bagus dan berharga dan menyanggah beberapa kerancuan seputar kitab itu. Dari kitab yang beliau tahqiq itu telah dicetak lima belas juz ' yang besarnya masing masing sekitar sepertiga kitab aslinya. Hanya saja, sebelum selesai, beliau telah terlebih dahulu menghadap keharibaan Allah SWT.
Patut pula penulis tunjukkan di sini karya Fadhilatusy Syeikh Ahmad ibn Abdirahman al-Bana yang lebih dikenal dengan As-Sa'atiy salah seorang ulama ' Mesir abad keempat belas Hijriah -- terhadap Musnad Ahmad. Beliau menyusunnya secara sistematis berdasarkan bab-bab, menguraikan sebagian hadits yang perlu diuraikan, mentakhrij hadits-haditsnya dan mengisyaratkan tambahan-tambahan dari Abdullah ibn Ahmad. Beliau menamakan karyanya itu Al-Fath ar-Rabbani Li Tartib Musnad Ahmad ibn Hanbal asy-Syaibaniy dengan tujuh bagian:
- Bagian Tauhid dan Ushuluddin
- Bagian Fiqh, terdiri dari empat jenis yaitu Ibadah, Mu'amalat, Aqdhiyah dan Ahkam dan Al-Ahwal asy-Syakhshiyyah Wa al–Adat
- Tafsir al-qur’an
- Targhib
- Tarhib
- Sejarah
- Dan hal ikhwal akhirat dan fitnah yang mendahuluinya
Tulisan ini adalah kutipan dari buku "Ushulul Hadits" yang di tulis oleh Dr. Muhammad Ajaj Al-Khathib