Cinta Dan Realitas Pernikahan
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ' Anhu, ia berkata,”Ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah Shallallahu ' Alaihi wa Sallam, ' Wahai Rasulullah, di rumahku ada wanita yatimah yang telah dilamar oleh orang berada (kaya) dan orang miskin. Kami menginginkan ia menikah dengan orang yang berada, sedangkan ia sendiri menginginkan orang yang miskin. Maka beliau menjawab,”Tidak ditampakkan bagi kedua orang yang saling mencintai gambaran-gambaran di dalam pernikahan.”(HR. Ibnu Majah, Al Hakim, Thabrani, Baihaqi dan lainnya).
Baca juga: Kiat Menggapai Cinta Abadi
Menurut Al Hakim, hadits ini berstatus shahih berdasarkan kriteria Imam Muslim. Akan tetapi, beliau tidak mentakhrijnya. Hadits ini berstatus hasan jika ditinjau dari segala seginya. Hindun binti Muhlab berkata,”Aku tidak melihat hal-hal yang baik atau buruk bagi wanita yang lebih utama di dalam penilaiannya, kecuali jika ditinjau segi ketergantungan wanita terhadap laki-laki yang menjadi tempat berlindungnya. Adapun yang dimaksudkan dengan saling mencintai di sini adalah cinta yang didasarkan oleh nafsu seks. Cinta semacam ini palsu adanya, cepat luntur dan meninggalkan akibat-akibat yang tidak baik.”(“Kaifa Tabni Hayaataka Az-Zaujiyah”, hal, 24).Cinta yang digambarkan oleh kisah-kisah hanyalah rangkaian mimpi yang timbul melalui khayalan dan ilusi. Ini menyebabkan manusia melihat orang yang dicintai sebagai gambaran pria atau wanita yang ideal, yang tidak mungkin diwujudkan dalam realitasnya. Sedangkan pada hakikatnya cinta itu selalu menemui batu sandungan dalam perjalanannya. Oleh karena itu, cinta sebagaimana digambarkan tersebut adalah buta adanya.
Baca juga: Menikah di Usia Muda
Ketika seseorang berpikir tentang perkawinan, maka orang tersebut harus dapat memilah antara ilusi dan realitas di dalam masalah cinta. Cinta yang hakiki akan tumbuh di antara suami istri bersama berlalunya waktu, yang didukung oleh interaksi antar keduanya. Ia akan menggantikan cinta khayalan secara berangsur-angsur, yaitu manakala semakin meningkat kualitas interaksi yang dimaksud. Hal ini bukan berarti tidak diperbolehkan menikah di antara dua orang yang saling mencintai sebelumnya, karena cinta biasanya akan lahir setelah pernikahan sebagai akibat dari saling mengasihi, saling memahami, interaksi yang baik dan mengenyampingkan kenikmatan kenikmatan yang semu.
Keutamaan Wanita Muda Menikahi Pria Muda
Al Haitsam bin Ady meriwayatkan dari Muhammad bin Ziyad, bahwa Harits bin Salil Al Azadi mengunjungi Alqamah bin Hazm Ath-Tha'i yang merupakan salah seorang dari temannya. Kemudian ia (Harits) melihat dan mendengar salah seorang anak yang dipanggil dengan anak tiri, sedangkan ia merupakan anak (wanita) yang tercantik di antara para gadis yang ada di sana. Maka Harits pun mengaguminya atau tertambat hatinya. Akan tetapi, perasaanlah yang menghalangi untuk kembali kepada keluarganya.
Maka Harits pun berkata kepada Alqamah,”Sesungguhnya aku datang kepadamu untuk melamar. Orang melamar itu akan segera menikah, orang yang mencari pasti mendapatkannya dan orang yang mencintai itu kokoh keinginannya.”Alqamah pun berkata kepadanya,”Kami mengerti atas apa yang mulia inginkan. Akan tetapi, kami mohon tunggulah untuk beberapa waktu agar kami mempertimbangkan terlebih dahulu kehendak yang mulia.”
Kemudian Alqamah pergi menemui Ummu Jariyah (ibu dari anak tersebut) seraya berkata kepadanya,”Sesungguhnya Harits-pemimpin kaumnya dari segi kekayaan, kedudukan dan tempat tinggal, tidak memberikan pilihan kepada kita kecuali terpenuhi hajatnya. Maka, ajaklah anakmu bermusyawarah dan selidikilah apa yang ada di dalam dirinya.”Maka sang ibu pun berkata kepada putrinya,”Hai anakku, sesungguhnya lelaki macam apa yang engkau dambakan, apakah lelaki yang sudah berusia 30 atau 40 tahun, terpandang dan dermawan ; ataukah pemuda tampan yang ambisius dan mengagumkan apabila melihatnya ?”Maka sang anak pun menjawab,”Pemuda tampan wahai ibu.”Lalu ibunya berkata,”Orang yang berusia 30-40 tahun yang dermawan dan kaya tidaklah sama dengan yang usianya muda dan banyak angannya.”
Sang anak kembali berkata,”Wahai ibuku, aku mencintai pemuda seperti penggembala yang mencintai rumput yang bagus.”Ibunya berkata,”Wahai anakku, sesungguhnya pemuda itu sangat tertutup (mistrius tidak mudah untuk ditebak) dan banyak celanya.”Ia berkata,”Wahai ibunda, aku takut lelaki tua mengotori pakaianku, melewatkan masa mudaku dan aku akan ditertawakan oleh teman-teman sebayaku.”Sang ibu masih saja mendesaknya, sehingga ia menerima pendapat sang ibu. Maka, Harits pun menikahinya dan membawa ia (sang istri) kembali ke rumahnya.
Pada suatu hari, Harits bersama istrinya duduk di teras rumah. Tiba-tiba datang para pemuda dari Bani Asad untuk mempermainkannya. Maka, sang istri pun menarik nafas panjang dan menangis. Harits bertanya kepadanya,”Apa yang membuatmu menangis ?”Sang istri menjawab,”Tiada lagi harapan bagiku dan orang-orang tua yang menginginkanku sesuatu laksana tunas-tunas yang baru bersemi.”Maka Harits pun berkata,”Ibumu dan aku menyebabkan kematianmu. Untuk itu sekarang pergilah kembali kepada keluargamu, sebab aku tidak pantas untukmu.”
Imam Ibnu Jauzi di dalam kitabnya”Al Adzkiya”berkata,”Ada seorang laki-laki yang datang ke suatu tempat dan mencari tahu akan keadaan seorang lelaki yang mempunyai seorang anak gadis yang masih muda. Sebab, laki-laki mempunyai kemenakan yang menyukai anak gadis tersebut. Begitu juga sebaliknya, di mana keduanya telah tinggal bersama selama satu tahun. Kemudian sang gadis itu dilamar oleh salah seorang terpandang yang merayunya dengan kemewahan sebagai maharnya, dan bapak dari gadis itu pun setuju.
Lalu keluarga terpandang itu pun berkumpul untuk melamarnya. Maka berkatalah gadis itu kepada ibunya,”Wahai ibu, sesungguhnya aku telah hamil. Apa yang harus aku lakukan, menutupinya atau menampakkannya ?”Kemudian sang ibu pergi menemui bapaknya dan mengadukan hal tersebut. Maka sang bapak berkata,”Tutupilah perkara ini !”Lalu ia (sang bapak) keluar menemui rombongan yang hendak melamar dan berkata,”Wahai saudara-saudara, sesungguhnya aku sudah menyambut kedatangan kalian dan aku berharap ada balasan di dalamnya. Untuk itu, pada saat ini aku memberitahukan di hadapan kalian, bahwasanya aku telah menikahkan putriku dengan kemenakanku sendiri.”
Referensi tulisan ini adalah dari Buku Tahfatul A'rus yang ditulis oleh Mahmud Mahdi Al-Istanbuli
Tulisan ini adalah dari Buku Tahfatul A'rus (Kado Perkawinan) yang ditulis oleh Mahmud Mahdi Al-Istanbuli
Ketika seseorang berpikir tentang perkawinan, maka orang tersebut harus dapat memilah antara ilusi dan realitas di dalam masalah cinta. Cinta yang hakiki akan tumbuh di antara suami istri bersama berlalunya waktu, yang didukung oleh interaksi antar keduanya. Ia akan menggantikan cinta khayalan secara berangsur-angsur, yaitu manakala semakin meningkat kualitas interaksi yang dimaksud. Hal ini bukan berarti tidak diperbolehkan menikah di antara dua orang yang saling mencintai sebelumnya, karena cinta biasanya akan lahir setelah pernikahan sebagai akibat dari saling mengasihi, saling memahami, interaksi yang baik dan mengenyampingkan kenikmatan kenikmatan yang semu.
Keutamaan Wanita Muda Menikahi Pria Muda
Al Haitsam bin Ady meriwayatkan dari Muhammad bin Ziyad, bahwa Harits bin Salil Al Azadi mengunjungi Alqamah bin Hazm Ath-Tha'i yang merupakan salah seorang dari temannya. Kemudian ia (Harits) melihat dan mendengar salah seorang anak yang dipanggil dengan anak tiri, sedangkan ia merupakan anak (wanita) yang tercantik di antara para gadis yang ada di sana. Maka Harits pun mengaguminya atau tertambat hatinya. Akan tetapi, perasaanlah yang menghalangi untuk kembali kepada keluarganya.
Maka Harits pun berkata kepada Alqamah,”Sesungguhnya aku datang kepadamu untuk melamar. Orang melamar itu akan segera menikah, orang yang mencari pasti mendapatkannya dan orang yang mencintai itu kokoh keinginannya.”Alqamah pun berkata kepadanya,”Kami mengerti atas apa yang mulia inginkan. Akan tetapi, kami mohon tunggulah untuk beberapa waktu agar kami mempertimbangkan terlebih dahulu kehendak yang mulia.”
Kemudian Alqamah pergi menemui Ummu Jariyah (ibu dari anak tersebut) seraya berkata kepadanya,”Sesungguhnya Harits-pemimpin kaumnya dari segi kekayaan, kedudukan dan tempat tinggal, tidak memberikan pilihan kepada kita kecuali terpenuhi hajatnya. Maka, ajaklah anakmu bermusyawarah dan selidikilah apa yang ada di dalam dirinya.”Maka sang ibu pun berkata kepada putrinya,”Hai anakku, sesungguhnya lelaki macam apa yang engkau dambakan, apakah lelaki yang sudah berusia 30 atau 40 tahun, terpandang dan dermawan ; ataukah pemuda tampan yang ambisius dan mengagumkan apabila melihatnya ?”Maka sang anak pun menjawab,”Pemuda tampan wahai ibu.”Lalu ibunya berkata,”Orang yang berusia 30-40 tahun yang dermawan dan kaya tidaklah sama dengan yang usianya muda dan banyak angannya.”
Sang anak kembali berkata,”Wahai ibuku, aku mencintai pemuda seperti penggembala yang mencintai rumput yang bagus.”Ibunya berkata,”Wahai anakku, sesungguhnya pemuda itu sangat tertutup (mistrius tidak mudah untuk ditebak) dan banyak celanya.”Ia berkata,”Wahai ibunda, aku takut lelaki tua mengotori pakaianku, melewatkan masa mudaku dan aku akan ditertawakan oleh teman-teman sebayaku.”Sang ibu masih saja mendesaknya, sehingga ia menerima pendapat sang ibu. Maka, Harits pun menikahinya dan membawa ia (sang istri) kembali ke rumahnya.
Pada suatu hari, Harits bersama istrinya duduk di teras rumah. Tiba-tiba datang para pemuda dari Bani Asad untuk mempermainkannya. Maka, sang istri pun menarik nafas panjang dan menangis. Harits bertanya kepadanya,”Apa yang membuatmu menangis ?”Sang istri menjawab,”Tiada lagi harapan bagiku dan orang-orang tua yang menginginkanku sesuatu laksana tunas-tunas yang baru bersemi.”Maka Harits pun berkata,”Ibumu dan aku menyebabkan kematianmu. Untuk itu sekarang pergilah kembali kepada keluargamu, sebab aku tidak pantas untukmu.”
Imam Ibnu Jauzi di dalam kitabnya”Al Adzkiya”berkata,”Ada seorang laki-laki yang datang ke suatu tempat dan mencari tahu akan keadaan seorang lelaki yang mempunyai seorang anak gadis yang masih muda. Sebab, laki-laki mempunyai kemenakan yang menyukai anak gadis tersebut. Begitu juga sebaliknya, di mana keduanya telah tinggal bersama selama satu tahun. Kemudian sang gadis itu dilamar oleh salah seorang terpandang yang merayunya dengan kemewahan sebagai maharnya, dan bapak dari gadis itu pun setuju.
Lalu keluarga terpandang itu pun berkumpul untuk melamarnya. Maka berkatalah gadis itu kepada ibunya,”Wahai ibu, sesungguhnya aku telah hamil. Apa yang harus aku lakukan, menutupinya atau menampakkannya ?”Kemudian sang ibu pergi menemui bapaknya dan mengadukan hal tersebut. Maka sang bapak berkata,”Tutupilah perkara ini !”Lalu ia (sang bapak) keluar menemui rombongan yang hendak melamar dan berkata,”Wahai saudara-saudara, sesungguhnya aku sudah menyambut kedatangan kalian dan aku berharap ada balasan di dalamnya. Untuk itu, pada saat ini aku memberitahukan di hadapan kalian, bahwasanya aku telah menikahkan putriku dengan kemenakanku sendiri.”
Referensi tulisan ini adalah dari Buku Tahfatul A'rus yang ditulis oleh Mahmud Mahdi Al-Istanbuli
Tulisan ini adalah dari Buku Tahfatul A'rus (Kado Perkawinan) yang ditulis oleh Mahmud Mahdi Al-Istanbuli