Perkawinan Adalah Anugerah Allah
Kehidupan di dunia ini jika tanpa adanya kesenangan yang menunjang, maka akan terasa gersang. Oleh karenanya, pada awal pembahasan kitab ini penulis akan membicarakan mengenai kebijaksanaan Allah yang memberikan manusia kecenderungan terhadap kesenangan. Apabila direnungkan lebih jauh, kecenderungan (watak) tersbut mampu membebaskan manusia dari segala belenggu kenistaan, tentunya jika diarahkan pada apa yang diridhai oleh Al lah.
Hal ini bukanlah merupakan tujuan utama, karena semua itu hanyalah sebagai mediator di dalam mencapai tujuan yang lebih mulia. Sebab, cabang yang bagus tentu berasal dari pondasi (akar) yang bagus pula. Demikian pula dengan kehidupan berumah tangga. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ومن آياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليها وجعل بينكم مودة ورحمة إن في ذلك لآيات لقوم يتفكرون.
" Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir " (Qs. Ar-Ruum (30) : 21)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إليها هو الذي خلقكم من نفـس واحـدة وجعـل منهـا زوجها ليسكن
" Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya. " (Qs. Al A'raaf (7) : 189)
Wanita sering dianggap sebagai hewan peliharaan yang tidak mempunyai derajat sama sekali. Pada saat berlangsungnya muktamar di Persia-tepatnya tahun 586 mereka memproklamirkan diri, bahwa wanita itu juga manusia, bukan hewan dan bukan pula sebagai makhluk yang diciptakan untuk mengabdi pada kaum lelaki.
Kebahagiaan hidup yang bersifat ruhaniah dari seorang suami merupakan kebutuhan yang tidak didapat kecuali pada diri sang istri sebagai pasangan hidupnya. Mengenai masalah ini, Al Qur'an berbicara tentang petunjuk dan perasaan halus yang mampu untuk menggetarkan segala kekuatan batin. Begitu pula dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ' Alaihi wa Sallam sejak 14 abad yang lalu.
Di samping itu telah ditetapkan, bahwa wanita merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta'alayang diciptakan dari belahan jiwa pria (pasangannya), bukan dari jiwa yang lain. Dijadikan sebagai istri dan bukan sebagai pelayan, sebagaimana firman-Nya, " Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya adalah, bahwa Dia (Allah) menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri. " Adapun tujuan Allah menciptakan istri adalah supaya sang suami cenderung kepadanya, karena cinta yang dimaksud merupakan persoalan hati dan hanya dengannya manusia memperoleh kebahagiaan hidup di dunia (Al Bahi Al Khulli, hal. 37).
Pada resepsi pernikahan dilangsungkan, wanita (istri) akan berada di sisi suaminya. Setelah itu, ia (sang istri) akan memasuki kamar dan berkata kepada suaminya, bahwa ia berhutang kepada sang suami dan tidak tahu bagaimana cara membayarnya, walaupun hanya sebagian. Lalu sang suami menjawab, sebaik-baiknya pembayaran adalah keberadaan sang istri di sisinya. Melalui ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta'ala meletakkan dasar-dasar kehidupan yang penuh dengan perasaan dan kedamaian.
Oleh sebab itu, sang istri pun harus bisa menjadi tempat berlindung (penyejuk hati) bagi sang suami setelah seharian berjuang atau bekerja mencari nafkah dan bersandar kepada kasih sayangnya pada saat merasakan letih yang disebabkan pekerjaan dan usahanya. Seorang istri hendaknya selalu tampak gembira dan berwajah manis pada saat akan bertemu dengan suaminya. Atau pada saat mendengar pembicaran suaminya, serta berbicara kepadanya dengan lembut dan manis agar dapat mengurangi bebannya.
Hendaknya sang istri juga selalu berbagi rasa kepada suaminya, agar ia dapat melepas dahaganya akan hubungan seksual dengan segala kecintaan dan kasih sayang, sehingga hatinya pun akan terhindar dari perbuatan yang diharamkan, terhindar dari kehinaan dan pelampiasan nafsu yang amoral (" Islam dan Kehidupan Biologis ", hal.21-22, karangan Mahmud bin Syarif).
Untuk itu dapat kita saksikan bersama bahwa, apakah seorang i istri yang selalu menyibukkan diri dengan pekerjaan sepanjang harinya akan mampu menunaikan segala kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan sang suami serta mampu meringankan segala kesedihan dan beban pekerjaan suaminya ?
Kutipan dari Buku Tahfatul A'rus yang ditulis oleh Mahmud Mahdi Al-Istanbuli