Perkembangan Tafsir dari Masa Klasik hingga Kontemporer
Pada tulisan sebelumnya tentang Sejarah Perkembangan Ilmu Tafsir telah penulis jelaskan tentang perkembangan tafsir pada Masa Nabi dan para shahabat, pada masa Tabiín dan ilmu tafsir pada masa pembukuan. Pada tulisan ini akan penulis lanjutkan dengan perkembangan tafsir pada masa setelah pembukuan baik pada masa klasik maupun pada masa kontemporer.
Ulama-ulama Tafsir dalam Abad Ketiga
Di antara ulama-ulama tafsir riwayat dalam abad ke tiga ialah:
Di antara pemuka-pemuka tafsir dirayah dalam abad itu ialah:
Menurut keterangan Ibnu Hazm, tafsir Baqy ibn Makhlad adalah suatu tafsir yang besar dan terkenal di Andalus serta merupakan sebuah tafsir yang tidak ada bandingannya. Sayang tafsir ini tidak dapat ber kembang luas dalam masyarakat seperti tafsir Ibnu Jarir.
Tafsir dalam Abad Keempat
Di antara ulama-ulama tafsir abad keempat ini, terdapat ulama ulama tafsir yang bersungguh-sungguh dalam menafsirkan Al-Qur'an dengan dasar dirayah yakni menafsirkan Al-Qur'an bi al-ma'qul. Menafsir kan Al-Qur'an dengan dirayah adalah salah satu hasil yang ditumbuhkan oleh perkembangan ilmu nahwu, lughah, balaghah dan kalam seperti yang sudah diterangkan.
Dalam abad keempat ini segala hadits telah dibukukan, begitu pula ilmu-ilmu hikmah, falsafah dan mantiq telah dipelajari dengan seksama, ilmu-ilmu balaghah telah disusun rapi. Kaidah-kaidah ushul, musthalah dan adab-adab berunding telah diatur. Makna-makna Al-Qur'an, baik yang musykil, yang lahirnya berlawanan, maupun yang majaz, telah dibukukan.
Maka mulailah segolongan mufassirin mengoreksi riwayat-riwayat yang berasal dari Israiliyyat dan mulailah pemeriksaaan itu didasarkan atas petunjuk-petunjuk akal dan keterangan-keterangan yang nyata. Mulai saat ini tafsir pun mempunyai sandaran yang lebih kuat lagi, karena para mufassirin itu tidak menerima lagi riwayat-riwayat yang di nukilkan, melainkan yang shahih-shahih saja dan yang diterima oleh akal atau diterima oleh kaidah-kaidah ilmu bahasa. Ringkasnya, golongan ini mengosongkan kitab tafsir yang mereka susun dari Israiliyyat.
Tafsir dirayah atau tafsir aqli ini dikembangkan oleh golongan Mu'tazilah. Al-Jahidh dan An-Nadham adalah tokoh-tokoh yang menafsirkan Al Qur'an berdasarkan logika. Dalam abad keempat ini berkembang dengan luas tafsir bi ar-ra'yi (tafsir dengan mempergunakan ijtihad) untuk seluruh ayat i'tikad. Maka yang mula-mula menyusun tafsir Al-Qur'an yang lengkap atas dasar riwayat yang benar dan kaidah-kaidah yang kuat sesuai dengan kehendak bahasa ialah Abu Muslim Muhammad ibn Bahar al-Ashfahany (322 H.).
Beliau ini seorang tokoh Mu'tazilah. Tafsimya bernama Jami ' at-Takwil. Tafsir besar ini tidak berkembang dalam masyarakat, tetapi sari patinya banyak dinukilkan oleh Ar-Razy ke dalam tafsimya. Pendapat-pendapat yang dinukilan oleh Ar-Razy itu telah dikumpulkan dalam sebuah tafsir yang dinamai Al-Muqtathaf.
Baca juga: Tafsir Surat Ad-Dhuha
Di antara pendapat-pendapat Abu Muslim yang menggegerkan se bagian ulama ialah tidak ada di dalam Al-Qur'an suatu ayat yang telah karena itu di dalam Al-Qur'an tidak ada nasikh mansukh. di-mansukh-kan. Segala ayat yang didakwa mansukh dapat kita tanfiqkan, Di antara tokoh-tokoh tafsir dirayah ialah Abu Bakar al-Asham, An Nadham, Al-Juba'y dan Ubaidillah ibn Muhammad ibn Jarwu.
Kemudian dalam abad ke lima datanglah Az-Zamakhsyary (467 528 H.) menulis tafsirnya yang bernama Al-Kasysyaf. Maka ditangan nyalah tafsir bi al-ma'qul mencapai puncaknya. Az-Zamakhsyary mene rangkan dengan sempurna segala rahasia balaghah Al-Qur'an. Dan tafsir ini amat terkenal dalam menerangkan balaghah Al-Qur'an.
Oleh karena beliau seorang Mu'tazily, maka segala ayat-ayat akidah beliau tafsirkan sesuai dengan pendapat Mu'tazilah. Akan tetapi walaupun Az-Zamakhsyary berpegang kepada akal, namun kita dapatkan juga, pada beberapa ayat beliau berpegang kepada atsar. Di dalam menerangkan sebab-sebab nuzul beliau mempergunakan atsar. Oleh karena itu terdapat juga di dalam kitab Israiliyyat, walaupun tidak banyak. Dan oleh karena beliau tidak ahli dalam ilmu hadits, maka beliau tidak dapat mengkritik riwayat-riwayat itu. Dengan demikian, maka terdapat di dalam tafsimya hadits-hadits maudhu ' mengenai keutamaan keutamaan surat.
Ahmad ibn Al-Munir al-Iskandary (683 H.) telah menyusun sebuah kitab yang bernama Al-Intishaf. Di dalamnya beliau mendebat Az-Zamakhsyary tentang tafsirannya mengenai akidah yang disesuaikan dengan madzhab Mu'tazilah serta mengemukakan i'tiqad yang benar yang dianut oleh Ahl as-Sunnah. Di samping itu Ibnu Munir membantah pula pendapat pendapat Az-Zamakhsyary pada beberapa soal mengenai lughah. Ibn Hajr telah menyusun sebuah kitab untuk menerangkan nilai dan derajat hadits-hadits Al-Kasysyaf itu. Kitab itu dinamai Al-Kafisy Syafi. Muhammad Alyan al-Marzuqy membuat sebuah hasyiyah untuk Al Kasysyaf itu dan menyusun pula sebuah kitab untuk menerangkan maksud-maksud sya'ir yang terdapat di dalam Al-Kasysyaf yang diper gunakan oleh Az-Zamakhsyary di dalam menentukan makna-makna bahasa. Kitab itu bernama Masyhid al-Inshaf ' ala Syawahid al-Kasysysaf.
Golongan yang hanya mendasarkan tafsirnya kepada riwayat, me neruskan pula usahanya. Di antara tafsir yang meneruskan cara Ibnu Jarir, yakni menafsirkan ayat dengan atsar, ialah Abu Laits as-Samarqandy, Al Baghawy dan Ibnu Katsir ad-Dimasyqy.
Di antara tafsir yang lahir dalam abad keempat ini ialah Tafsir at Tastary oleh Abu Muhammad Shal at-Tastary (383 H.), yang disusun atas dasar isyarat yaitu dasar ulama shufy. Dan tafsir Al-Qur'an susunan Al Ashfahany (502 H.).
Tafsir dalam Abad Kelima dan Keenam
Dalam abad ini lahir Tafsir al-Wajiz fi Tafsir al-Qur'an al-Aziz yang disusun oleh Abu Hasan Ali ibn Ahmad al-Wahidy (468 H.), At-Tibyan fi Tafsir al-Qur'an susunan Abu Ja'far Muhammad ibn Al-Hasan ath-Thusy dari golongan Syi'ah (459 H.), Ma'alim at-Tanzil susunan Abu Muhammad al-Husain ibn Mas'ud al-Farra ' al-Baghawy (16 H.) dan Ahkam al-Qur'an susunan Abu Bakr ibn Al-Araby (542 H.).
Di antara tafsir-tafsir yang besar pada abad ini, walaupun penuh dengan cerita-cerita dongeng ialah tafsir Abu Ishaq Ahmad ats-Tsa'aliby (427 H.). Beliau mengarang kitab tafsirnya yang diintisarikan dari kitab kitab tafsir mutaqaddimin serta riwayat-riwayat yang dipandang shahih saja, tafsirnya bernama Al-Muhar al-Wajiz. Tafsir ini menjadi pedoman dan pegangan penduduk Marokko dan Andalusia. Dan Ibnu Jauzy (597 H.) menyusun tafsimnya yang bernama Zad al-Masir dan Funun al-Ifnan
Tafsir dalam Ahad Ketujuh dan Kedelapan
Di antara tafsir yang lahir dalam abad ketujuh dan kedelapan yang sampai sekarang masih terkenal ialah Tafsir Mafatih al-Ghaib (At-Tafsir al Kabir), yang disusun oleh Fakhruddin ar-Razy yang terkenal dengan nama Al-Fakhr ar-Razy (605 H.). Kitab ini sebenarnya disempurnakan oleh Syamsuddin Ahmad ibn Khalil al-Hauby (637 H.). Dan diikhtisarkan oleh Muhammad ibn Abi Al Qasim ar-Rify (709 H.). Mukhtashamnya bernama At-Tanwir fi at-Tafsir. Dalam abad ini lahir pula Al-Baidhawy (685 H.) menyusun tafsir nya yang bernama Anwar at-Tanzil. Tafsir Al-Baidhawy menerangkan i'rab, qira'at dan balaghah yang dikandung oleh lafad dan ayat-ayat Al-Qur'an.
Tafsir Al-Baidhawy adalah sebuah tafsir yang diterima baik oleh para ulama. Menurut penyelidikan sebagian ahli tafsir, bahwa tafsir ini adalah mukh tashar dari Tafsir al-Kasysyaf. Al-Baidhawy mengambil tafsirnya dari Al Kasysyaf dengan membuang pendapat-pendapat Az-Zamakhsyary yang disesuaikan dengan madzhab Mu'tazilah. Di antara ulama yang mem buat hasyiyah bagi tafsir Al-Baidhawy ini ialah Hasyiyah al-Kazarury dan Al-Khafajy. Murtadha menyusun sebuah kitab yang dinamai Al-Inshaf al-Muh kamah baina al-Baidhawy wa al-Kasysyaf.
Di dalamnya diterangkan masalah masalah akidah yang menjadi perselisihan antara Ahl as-Sunnah dengan Mu'tazilah. Dalam abad ini juga lahir Tafsir al-Qayyim susunan Ibnu Qayyim dan Tafsir al-Jami ' li Ahkam al-Qur'an yang disusun oleh Abu Abdullah al Qurthuby (671 H.). Kemudian di antara tafsir-tafsir yang lahir dalam abad-abad ini ialah tafsir Ibnu Araby (638 H.), beliau ini mempunyai banyak kitab, di antara nya Al-Jam'u wa at-Tafshil fi Ibda'i Ma'an at-Tanzil. Tafsir ini masuk golong an tafsir isyary. Al-Inshaf fi al-Jami ' baina al-Kasyfi wa al-Kasysyaf susunan Ibnu Al-Atsir (606 H.). Madarik at-Tanzil wa Haqa'iq at-Takwil susunan Abu Barakat, Abdullah ibn Muhammad dan Nasafy (701 H.).
Kitab ini diikhtisarkan oleh Zainuddin al-Ainy (813H). Dalam tafsir ini diterang kan wajah-wajah i'rab, qira'at, segi-segi ke-mu'jizat-an lafad-lafad Al-Qur'an serta pendapat-pendapat Ahl as-Sunnah wa al-Jamaah.
Tafsir-tafsir abad kedelapan
Di antara tafsir yang lahir dalam abad kedelapan ialah:
Di antara tafsir- tafsir yang lahir dalam abad kesembilan dan ke sepuluh ialah:
Di antara tafsir-tafsir yang lahir dalam abad-abad ini ialah:
Di antara tafsir yang telah lahir dalam bagian pertama dari abad keempat belas ini ialah:
Di antara tafsir bi al-manqul dan bi al-ma'qul lahir pula segolongan mufassirin yang menafsirkan Al-Qur'an bi al-ma'qul menurut mazhab Syi'ah. Mereka berkata umpamanya:”Sapi yang disuruh disembelih dalam kisah Musa as, adalah Aisyah. Jibt dan Thaghut adalah Muawiyah dan Amer ibn Ash.”Mereka men-takwil-kan ayat-ayat Al-Qur'an sesuai dengan pendiriannya yang sangat fanatik kepada Ali dan sangat memusuhi sahabat-sahabat yang mereka pandang memusuhi Ali.
Di antara tafsir mereka adalah Mirat al-Anwar wa Misykat al-Asrar. Dan di samping itu pula timbul golongan yang menafsirkan Al Qur'an yang sesuai dengan akal mutlak. Tiap-tiap yang menyalahi akal (rasio) mereka takwil-kan. Mereka berkata umpamanya:”Ashab al-Fil ialah orang yang dibinasakan oleh wabah yang dibawa oleh angin dan air.”
Tafsir-tafsir yang serupa ini dapat kita temukan dalam tafsir Al Kazin dan Ats-Tsa'aliby. Selain dari pada itu terdapat pula suatu aliran yang menafsirkan Al-Qur'an kepada sesuatu yang isyarat, seperti tafsir At-Tastary (383 H.), tafsir Muhyiddin ibn Araby (683 H.), tafsir An-Naisabury dan tafsir Al Alusy (1270 H.).
Tafsir yang terakhir ini adalah tafsir yang terluas dan paling lengkap isinya. Di dalamnya diterangkan riwayat-riwayat khalaf. Di dalamnya terdapat tafsir-tafsir yang kita ketahui dari perkataan sendiri dan yang dapat diketahui dari isyarat perkataan. Tafsir ini dinamakan tafsir isyarat atau tafsir bi al-isyarah dan dapat juga kita namai dengan tafsir golongan Shufiyyah.
Di antara ulama-ulama tafsir riwayat dalam abad ke tiga ialah:
- Al-Waqidy.
- Abd ar-Razaq.
- Abd ibn Humaid.
- Yazid ibn Harun.
- Ibnu Jarir ath-Thabary.
- Ishaq ibn Rahawaih.
- Rauh ibn Ubadah.
- Sa'id ibn Manshur.
- Abu Bakar ibn Abi Syaibah.
- Baqy ibn Makhlad.
Baca juga: Sejarah Perkembangan Ilmu Tafsir
Di antara pemuka-pemuka tafsir dirayah dalam abad itu ialah:
- Al-Allaf (226 H.).
- Al-Jahidh.
- An-Nadham (231 H.).
Menurut keterangan Ibnu Hazm, tafsir Baqy ibn Makhlad adalah suatu tafsir yang besar dan terkenal di Andalus serta merupakan sebuah tafsir yang tidak ada bandingannya. Sayang tafsir ini tidak dapat ber kembang luas dalam masyarakat seperti tafsir Ibnu Jarir.
Tafsir dalam Abad Keempat
Di antara ulama-ulama tafsir abad keempat ini, terdapat ulama ulama tafsir yang bersungguh-sungguh dalam menafsirkan Al-Qur'an dengan dasar dirayah yakni menafsirkan Al-Qur'an bi al-ma'qul. Menafsir kan Al-Qur'an dengan dirayah adalah salah satu hasil yang ditumbuhkan oleh perkembangan ilmu nahwu, lughah, balaghah dan kalam seperti yang sudah diterangkan.
Dalam abad keempat ini segala hadits telah dibukukan, begitu pula ilmu-ilmu hikmah, falsafah dan mantiq telah dipelajari dengan seksama, ilmu-ilmu balaghah telah disusun rapi. Kaidah-kaidah ushul, musthalah dan adab-adab berunding telah diatur. Makna-makna Al-Qur'an, baik yang musykil, yang lahirnya berlawanan, maupun yang majaz, telah dibukukan.
Maka mulailah segolongan mufassirin mengoreksi riwayat-riwayat yang berasal dari Israiliyyat dan mulailah pemeriksaaan itu didasarkan atas petunjuk-petunjuk akal dan keterangan-keterangan yang nyata. Mulai saat ini tafsir pun mempunyai sandaran yang lebih kuat lagi, karena para mufassirin itu tidak menerima lagi riwayat-riwayat yang di nukilkan, melainkan yang shahih-shahih saja dan yang diterima oleh akal atau diterima oleh kaidah-kaidah ilmu bahasa. Ringkasnya, golongan ini mengosongkan kitab tafsir yang mereka susun dari Israiliyyat.
Tafsir dirayah atau tafsir aqli ini dikembangkan oleh golongan Mu'tazilah. Al-Jahidh dan An-Nadham adalah tokoh-tokoh yang menafsirkan Al Qur'an berdasarkan logika. Dalam abad keempat ini berkembang dengan luas tafsir bi ar-ra'yi (tafsir dengan mempergunakan ijtihad) untuk seluruh ayat i'tikad. Maka yang mula-mula menyusun tafsir Al-Qur'an yang lengkap atas dasar riwayat yang benar dan kaidah-kaidah yang kuat sesuai dengan kehendak bahasa ialah Abu Muslim Muhammad ibn Bahar al-Ashfahany (322 H.).
Beliau ini seorang tokoh Mu'tazilah. Tafsimya bernama Jami ' at-Takwil. Tafsir besar ini tidak berkembang dalam masyarakat, tetapi sari patinya banyak dinukilkan oleh Ar-Razy ke dalam tafsimya. Pendapat-pendapat yang dinukilan oleh Ar-Razy itu telah dikumpulkan dalam sebuah tafsir yang dinamai Al-Muqtathaf.
Baca juga: Tafsir Surat Ad-Dhuha
Di antara pendapat-pendapat Abu Muslim yang menggegerkan se bagian ulama ialah tidak ada di dalam Al-Qur'an suatu ayat yang telah karena itu di dalam Al-Qur'an tidak ada nasikh mansukh. di-mansukh-kan. Segala ayat yang didakwa mansukh dapat kita tanfiqkan, Di antara tokoh-tokoh tafsir dirayah ialah Abu Bakar al-Asham, An Nadham, Al-Juba'y dan Ubaidillah ibn Muhammad ibn Jarwu.
Kemudian dalam abad ke lima datanglah Az-Zamakhsyary (467 528 H.) menulis tafsirnya yang bernama Al-Kasysyaf. Maka ditangan nyalah tafsir bi al-ma'qul mencapai puncaknya. Az-Zamakhsyary mene rangkan dengan sempurna segala rahasia balaghah Al-Qur'an. Dan tafsir ini amat terkenal dalam menerangkan balaghah Al-Qur'an.
Oleh karena beliau seorang Mu'tazily, maka segala ayat-ayat akidah beliau tafsirkan sesuai dengan pendapat Mu'tazilah. Akan tetapi walaupun Az-Zamakhsyary berpegang kepada akal, namun kita dapatkan juga, pada beberapa ayat beliau berpegang kepada atsar. Di dalam menerangkan sebab-sebab nuzul beliau mempergunakan atsar. Oleh karena itu terdapat juga di dalam kitab Israiliyyat, walaupun tidak banyak. Dan oleh karena beliau tidak ahli dalam ilmu hadits, maka beliau tidak dapat mengkritik riwayat-riwayat itu. Dengan demikian, maka terdapat di dalam tafsimya hadits-hadits maudhu ' mengenai keutamaan keutamaan surat.
Ahmad ibn Al-Munir al-Iskandary (683 H.) telah menyusun sebuah kitab yang bernama Al-Intishaf. Di dalamnya beliau mendebat Az-Zamakhsyary tentang tafsirannya mengenai akidah yang disesuaikan dengan madzhab Mu'tazilah serta mengemukakan i'tiqad yang benar yang dianut oleh Ahl as-Sunnah. Di samping itu Ibnu Munir membantah pula pendapat pendapat Az-Zamakhsyary pada beberapa soal mengenai lughah. Ibn Hajr telah menyusun sebuah kitab untuk menerangkan nilai dan derajat hadits-hadits Al-Kasysyaf itu. Kitab itu dinamai Al-Kafisy Syafi. Muhammad Alyan al-Marzuqy membuat sebuah hasyiyah untuk Al Kasysyaf itu dan menyusun pula sebuah kitab untuk menerangkan maksud-maksud sya'ir yang terdapat di dalam Al-Kasysyaf yang diper gunakan oleh Az-Zamakhsyary di dalam menentukan makna-makna bahasa. Kitab itu bernama Masyhid al-Inshaf ' ala Syawahid al-Kasysysaf.
Golongan yang hanya mendasarkan tafsirnya kepada riwayat, me neruskan pula usahanya. Di antara tafsir yang meneruskan cara Ibnu Jarir, yakni menafsirkan ayat dengan atsar, ialah Abu Laits as-Samarqandy, Al Baghawy dan Ibnu Katsir ad-Dimasyqy.
Di antara tafsir yang lahir dalam abad keempat ini ialah Tafsir at Tastary oleh Abu Muhammad Shal at-Tastary (383 H.), yang disusun atas dasar isyarat yaitu dasar ulama shufy. Dan tafsir Al-Qur'an susunan Al Ashfahany (502 H.).
Tafsir dalam Abad Kelima dan Keenam
Dalam abad ini lahir Tafsir al-Wajiz fi Tafsir al-Qur'an al-Aziz yang disusun oleh Abu Hasan Ali ibn Ahmad al-Wahidy (468 H.), At-Tibyan fi Tafsir al-Qur'an susunan Abu Ja'far Muhammad ibn Al-Hasan ath-Thusy dari golongan Syi'ah (459 H.), Ma'alim at-Tanzil susunan Abu Muhammad al-Husain ibn Mas'ud al-Farra ' al-Baghawy (16 H.) dan Ahkam al-Qur'an susunan Abu Bakr ibn Al-Araby (542 H.).
Di antara tafsir-tafsir yang besar pada abad ini, walaupun penuh dengan cerita-cerita dongeng ialah tafsir Abu Ishaq Ahmad ats-Tsa'aliby (427 H.). Beliau mengarang kitab tafsirnya yang diintisarikan dari kitab kitab tafsir mutaqaddimin serta riwayat-riwayat yang dipandang shahih saja, tafsirnya bernama Al-Muhar al-Wajiz. Tafsir ini menjadi pedoman dan pegangan penduduk Marokko dan Andalusia. Dan Ibnu Jauzy (597 H.) menyusun tafsimnya yang bernama Zad al-Masir dan Funun al-Ifnan
Tafsir dalam Ahad Ketujuh dan Kedelapan
Di antara tafsir yang lahir dalam abad ketujuh dan kedelapan yang sampai sekarang masih terkenal ialah Tafsir Mafatih al-Ghaib (At-Tafsir al Kabir), yang disusun oleh Fakhruddin ar-Razy yang terkenal dengan nama Al-Fakhr ar-Razy (605 H.). Kitab ini sebenarnya disempurnakan oleh Syamsuddin Ahmad ibn Khalil al-Hauby (637 H.). Dan diikhtisarkan oleh Muhammad ibn Abi Al Qasim ar-Rify (709 H.). Mukhtashamnya bernama At-Tanwir fi at-Tafsir. Dalam abad ini lahir pula Al-Baidhawy (685 H.) menyusun tafsir nya yang bernama Anwar at-Tanzil. Tafsir Al-Baidhawy menerangkan i'rab, qira'at dan balaghah yang dikandung oleh lafad dan ayat-ayat Al-Qur'an.
Tafsir Al-Baidhawy adalah sebuah tafsir yang diterima baik oleh para ulama. Menurut penyelidikan sebagian ahli tafsir, bahwa tafsir ini adalah mukh tashar dari Tafsir al-Kasysyaf. Al-Baidhawy mengambil tafsirnya dari Al Kasysyaf dengan membuang pendapat-pendapat Az-Zamakhsyary yang disesuaikan dengan madzhab Mu'tazilah. Di antara ulama yang mem buat hasyiyah bagi tafsir Al-Baidhawy ini ialah Hasyiyah al-Kazarury dan Al-Khafajy. Murtadha menyusun sebuah kitab yang dinamai Al-Inshaf al-Muh kamah baina al-Baidhawy wa al-Kasysyaf.
Di dalamnya diterangkan masalah masalah akidah yang menjadi perselisihan antara Ahl as-Sunnah dengan Mu'tazilah. Dalam abad ini juga lahir Tafsir al-Qayyim susunan Ibnu Qayyim dan Tafsir al-Jami ' li Ahkam al-Qur'an yang disusun oleh Abu Abdullah al Qurthuby (671 H.). Kemudian di antara tafsir-tafsir yang lahir dalam abad-abad ini ialah tafsir Ibnu Araby (638 H.), beliau ini mempunyai banyak kitab, di antara nya Al-Jam'u wa at-Tafshil fi Ibda'i Ma'an at-Tanzil. Tafsir ini masuk golong an tafsir isyary. Al-Inshaf fi al-Jami ' baina al-Kasyfi wa al-Kasysyaf susunan Ibnu Al-Atsir (606 H.). Madarik at-Tanzil wa Haqa'iq at-Takwil susunan Abu Barakat, Abdullah ibn Muhammad dan Nasafy (701 H.).
Kitab ini diikhtisarkan oleh Zainuddin al-Ainy (813H). Dalam tafsir ini diterang kan wajah-wajah i'rab, qira'at, segi-segi ke-mu'jizat-an lafad-lafad Al-Qur'an serta pendapat-pendapat Ahl as-Sunnah wa al-Jamaah.
Tafsir-tafsir abad kedelapan
Di antara tafsir yang lahir dalam abad kedelapan ialah:
- Tafsir Lubab at-Takwil fi Ma'an at-Tanzil yang disusun oleh Ali ibn Muhammad al-Baghdady yang terkenal dengan nama Al Ghazin (725 H.).
- Al-Bahr al-Muhith karangan Ibnu Hayyan al-Andalusy (754 H.).
- An-Nahr al-Madd karangan Ibnu Hayyan (754 H.).
- Ad-Dur al-Laqith min al-Bahr al-Muhith karangan Tajuddin Ahmad ibn Abd al-Qadir (749 H.). Kitab ini membantah atau mengoreksi beberapa kesalahan yang terdapat dalam tafsir Az-Zamakhsyary dan Ibnu Athiyah.
- Tafsir Ibnu Katsir (772 H.). Tafsir ini adalah suatu tafsir yang bernilai tinggi dan paling shahih riwayatnya.
- Irsyad al-Aql as-Salim ila Mazay al-Qur'an al-Karim, susunan Abu Su'ud ibn Muhammad al-Imady.
- Tafsir Syamsuddin al-Ashfahany (749 H.).
Di antara tafsir- tafsir yang lahir dalam abad kesembilan dan ke sepuluh ialah:
- Al-Jalalain susunan Jalaluddin al-Mahally dan ditamatkan oleh Jalaluddin as-Sayuthy (91 H.). Tafsir al-Jalalain telah dihasyiyahkan oleh Sulaiman ibn Umar asy Syafi'y yang terkenal dengan nama Al-Jamal (1204 H.). Dan oleh Ahmad ibn Muhammad ash-Shawy al-Maliky (1241 H.), kitabnya terkenal dengan nama Tafsir as-Shawy, yang diambil dari Al-Futuhat, Al-Baidhawy, Abu Su'ud dan Al-Kasysyaf.
- Tarjuman al-Qur'an, susunan As-Sayuthy (gu H.). Ad-Durr al-Mantsur, Mukhtashar Tarjuman al-Qur'an karangan As-Sayuthy. Al-Iklil fi istinbath at-Tanzil susunan As-Sayuthy.
- Tanwir al-Miqyas min Tafsir Ibnu Abbas susunan Thahir Muhammad ibn Yaqub al-Fairuzzabady (817 H.).
- As-Siraj al-Munir karangan Asy-Syarbany (977 H.).
Di antara tafsir-tafsir yang lahir dalam abad-abad ini ialah:
- Fath al-Qadir, susunan Asy-Syaukany (1250 H.).
- Ruh al-Ma'ani, susunan Al-Alusy (1270 H.).
- Fath al-Bayan, susunan Shiddiq Hasan Khan (1307 H.).
- Ruh al-Bayan, susunan Isma'il Haqqy.
- At-Tafsir al-Munir (Marah Labid), susunan Muhammad Nawawy al-Jawy.
- Tafsir Thahir al-Jaza'iry (1338 H.).
Di antara tafsir yang telah lahir dalam bagian pertama dari abad keempat belas ini ialah:
- Al-Manar (Tafsir Muhammad Abduh), susunan Muhammad Rasyid Ridha.
- Mahasin at-Takwil, susunan Jamaluddin al-Qasimy (1322 H.).
- Al-Jawahir, susunan Thanthawy Jauhary.
- Al-Futuhat ar-Rabbaniyah, susunan Muhammad Abd al-Aziz al Hakim.
- Tafsir al-Maraghi, susunan Ahmad Musthafa al-Maraghi.
- Tafsir al-Wadhih, susunan Mahmud Hijazy.
- Tafsir al-Hadits, susunan Ahmad Izzah Darwazah. Tafsir ini sangat tinggi nilainya, amat baik kupasannya. Men dapat pujian yang istimewa dari Amir al-Bayan al-Amir Syakib Arsalan. Tafsir ini sangat baik diperhatikan uraian-uraiannya karena terdapat banyak ijtihad-ijtihad baru dan kupasan-kupasannya yang mendalam.
- Al-Qur'an al-Majid, susunan Ahmad Izzah Darwazah.
- Tafsir fi Dhilal al-Qur'an, susunan Sayyid Qutub.
- Tafsir al-Qur'an al-Karim, susunan Abd al-Halim Hasan dan Zain al-Arifin Abbas.
- Tafsir al-Qur'an al-Karim, susunan Mahmud Yunus dan Kasim Bakry.
- Tafsir al-Furqan, susunan Ahmad Hasan.
- Tafsir al-Qur'an, susunan H. Zainuddin Hamidy dan Fakhruddin Hs.
- Tafsir an-Nur, susunan teungku m. hasbi ash-shiddiegy. Di samping itu lahir pula beberapa terjemah Al-Qur'an.
Di antara tafsir bi al-manqul dan bi al-ma'qul lahir pula segolongan mufassirin yang menafsirkan Al-Qur'an bi al-ma'qul menurut mazhab Syi'ah. Mereka berkata umpamanya:”Sapi yang disuruh disembelih dalam kisah Musa as, adalah Aisyah. Jibt dan Thaghut adalah Muawiyah dan Amer ibn Ash.”Mereka men-takwil-kan ayat-ayat Al-Qur'an sesuai dengan pendiriannya yang sangat fanatik kepada Ali dan sangat memusuhi sahabat-sahabat yang mereka pandang memusuhi Ali.
Di antara tafsir mereka adalah Mirat al-Anwar wa Misykat al-Asrar. Dan di samping itu pula timbul golongan yang menafsirkan Al Qur'an yang sesuai dengan akal mutlak. Tiap-tiap yang menyalahi akal (rasio) mereka takwil-kan. Mereka berkata umpamanya:”Ashab al-Fil ialah orang yang dibinasakan oleh wabah yang dibawa oleh angin dan air.”
Tafsir-tafsir yang serupa ini dapat kita temukan dalam tafsir Al Kazin dan Ats-Tsa'aliby. Selain dari pada itu terdapat pula suatu aliran yang menafsirkan Al-Qur'an kepada sesuatu yang isyarat, seperti tafsir At-Tastary (383 H.), tafsir Muhyiddin ibn Araby (683 H.), tafsir An-Naisabury dan tafsir Al Alusy (1270 H.).
Tafsir yang terakhir ini adalah tafsir yang terluas dan paling lengkap isinya. Di dalamnya diterangkan riwayat-riwayat khalaf. Di dalamnya terdapat tafsir-tafsir yang kita ketahui dari perkataan sendiri dan yang dapat diketahui dari isyarat perkataan. Tafsir ini dinamakan tafsir isyarat atau tafsir bi al-isyarah dan dapat juga kita namai dengan tafsir golongan Shufiyyah.
Tulisan ini adalah kutipan dari buku Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qurán dan Tafsir yang ditulis oleh Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy