Hukum Menjual Anggur Ke Pabrik Miras
Athiya berkata,”Abdul Khaliq, kemarin aku melewati kebun anggurmu dan masya Allah, aku lihat anggurmu sudah matang semua ? Lalu, mengapa kamu belum menjual anggur itu sampai sekarang ?”Abdul Khaliq menjawab,”Supaya menghemat waktu dan tenaga, aku akan menjualnya kepabrik secara sekaligus, daripada harus menjualnya ke pasar.”
Syaikh bertanya,”Apa di sini anggur dijual ke pabrik ? Kami tidak pernah tahu ada tanaman yang langsung dijual ke pabrik. Apa anggur juga demikian ?” “Ya, dijual ke pabrik pembuat khamar yang baru didirikan itu,”jawab Bahansa. Sambil meletakkan tangan di atas kepala dan nyaris hilang kesadaran nya.
Baca juga: Hak Anak Perempuan Dalam Islam
Syaikh berkata,”Ya Tuhan, apa yang menimpa para petani ini. Mereka memotong jalan secara zalim dan melanggar, memakan hak anak perempuan secara sembunyi dan terang-terangan, menanam tanaman haram karena bodoh dan membangkang, sekarang mereka menjual nikmat Allah ke pabrik yang akan diperangi oleh Allah ? Kalian menjual anggur yang telah Allah rezekikan kepadamu ke pabrik khamar untuk kemudian dibuat minuman yang memabukkan.
Menurutku, orang yang melakukan itu sudah jelas termasuk dalam sabda Rasulullah: Allah telah melaknat khamar, peminumnya, kedua penghidangnya, penjualnya, pembelinya, pemerasnya, yang terperas untuknya, pembawanya, yang dibawa dengannya, dan pemakan harganya.”
Syaikh berkata,”Ya Tuhan, apa yang menimpa para petani ini. Mereka memotong jalan secara zalim dan melanggar, memakan hak anak perempuan secara sembunyi dan terang-terangan, menanam tanaman haram karena bodoh dan membangkang, sekarang mereka menjual nikmat Allah ke pabrik yang akan diperangi oleh Allah ? Kalian menjual anggur yang telah Allah rezekikan kepadamu ke pabrik khamar untuk kemudian dibuat minuman yang memabukkan.
Menurutku, orang yang melakukan itu sudah jelas termasuk dalam sabda Rasulullah: Allah telah melaknat khamar, peminumnya, kedua penghidangnya, penjualnya, pembelinya, pemerasnya, yang terperas untuknya, pembawanya, yang dibawa dengannya, dan pemakan harganya.”
Baca juga: Bentuk Kecurangan Para Petani
Ini adalah jual beli yang batil. Sebab, ini merupakan jual beli ke tempat yang diharamkan, sehingga menjadi batil dan tiada berkah. Itu disebabkan pemilik tempat itu telah memerangi Allah dan Rasul-Nya, serta menyalahi perintah Allah dalam firman-Nya:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam ( mengerjakan ) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. ( QS. Al-Ma'idah ( 5 ) : 2 )
Tidak melakukan tolong-menolong dalam kebajikan dan takwa, dan justru melakukan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran itu menentang Allah dan Rasul-Nya. Padahal, Allah telah berfirman dalam surat Al-Mujadilah ayat yang ke-5. Begitu juga firman Allah Dalam surat Al-Mujadilah ayat yang ke-20.
Dengan menjual anggur itu ke pabrik, kamu telah terlibat dalam pembuatan khamar, yaitu dengan menjual bahan mentahnya yang kemudian oleh pabrik dipersiapkan menjadi khamar. Kamu adalah sekutu dalam dosa yang besar ini. Maka, bertaubatlah kepada Allah dari dosa yang berakibat memilukan ini.”“Maksudnya, menjual anggur ke pabrik khamar itu haram ya Syaikh ?”tanya Abdul Khaliq.”Tidakkah cukup bagimu bahwa penjual khamar itu terlaknat dan diusir dari rahmat Allah, kecuali orang yang bertaubat. Sedang kamu terlibat karena telah menjual anggur itu yang merupakan bahan untuk membuat khamar,”jawab Syaikh.”Jika demikian, kami akan menjual anggur itu ke pabrik. Tapi kata Abdul Khaliq, tertahan.”Tapi apa ya Abdul Khaliq ?”kata Syaikh, memotong.”Kami hanya menjual anggur bukan khamar. Lalu, kami juga tidak kembali mengonsumsi khamar. Apakah ini pun haram ?”tanya Abdul Khaliq, Syaikh menjawab,”Benar, sebab kamu telah menjual unsur khamar.
Dengan begitu kamu telah membantu untuk melariskannya. Alhasil, kamu termasuk ke dalam hadis tersebut,”jawab Syaikh, meyakinkan.”Jadi, kami tidak akan menjualnya ke pabrik khamar,”jawab Abdul Khaliq.”Semoga Allah memberkatimu,”jawab Syaikh.
Kutipan Dari Buku Tahzdir Al-Kiram Min Mi'ah Bab Min Abwabil Haram yang ditulis oleh Ibrahim bin Fathi bin Abdul Al-Muqtadir