Hukum Menyembunyikan Cacat Barang Dalam Jual Beli
Bersama muridnya Syaikh masuk ke dalam pasar hewan guna melihat berbagai transaksi kaum muslimin yang menyalahi syara’, baik terhadap Alquran maupun sunnah. Ketika keduanya sedang berjalan, tiba-tiba seorang lelaki yang dari romannya terlihat kesedihan dan keputusasaan menghentikan mereka. Lelaki itu berkata,”Permisi wahai Syaikh.”
“As-Salamu'alaikum warahmatullah -semoga Allah memanjangkan umurmu-. Baik, kamu menginginkan sesuatu ?”kata Syaikh, memberi salam.”Ya, aku ingin bertanya kepadamu tentang sebuah permasalahan yang terjadi padaku. Tepatnya, aku yang menjadi korbannya,”kata lelaki itu, menjelaskan.
”Semoga Allah menyelamatkanmu, permasalahan apa itu,”tanya Syaikh kepadanya.
”Dua bulan yang lalu aku datang ke pasar ini untuk membeli seekor sapi dengan harga dua ribu lima ratus pound. Saat itu, air susu sapi itu tidak jarang sebab termasuk sapi yang banyak air susunya. Saat itu, seluruh puting susunya sama.
Baca juga: Hukum Jual Beli Musharah
Namun ketika aku membawanya dan sapi itu hamil yang kemudian disusui dengan berkurang air susunya, dua dari empat puting susunya menghilang hingga tidak mengalirkan air susu lagi. Aku kemudian membawa sapi itu ke dokter hewan. Sang dokter mengatakan bahwa kedua puting susu itu tersumbat di saluran susunya dan sulit untuk disembuhkan. Setelah itu aku menemui si penjual yang telah menipuku. Aku terlibat pembicaraan yang alot dengannya. Aku katakan bahwa ini adalah penipuan dan pengkhianatan. Kepadanya, pun mengatakan bahwa aku ingin mengembalikan sapi itu. Namun ia berkata,”Kamu telah membelinya ketika itu. Kamu telah melihat sapi itu secara langsung. Sementara, aku tidak memaksa apa pun terhadapmu.
Namun, kemudian kita berselisih. Inilah pemilik sapi yang telah menipuku itu,”kata lelaki itu panjang lebar. Syaikh berkata,”Penjual tidak boleh menyembunyikan cacat yang dijualnya. Sebaliknya, ia wajib menjelaskan cacat tersebut kepada pembeli. Rasulullah pernah melintas di dekat nampan makanan, kemudian memasukkan jarinya kenampan tersebut. Ternyata, jarinya menyentuh yang lembab.
Maka, Rasulullah bertanya: Apa ini wahai pemilik makanan ? Pemilik makanan menjawab: Terkena hujan, ya Rasulullah. Dan akhirnya Rasulullah bersabda: “Tidakkah kamu meletakkannya di atas makanan sehingga orang-orang melihatnya. Barangsiapa yang menipu kami, maka dia bukan dari (golongan) kami.”
Di masa sekarang, kebanyakan para pedagang yang tidak takut kepada Allah dan Rasul justru menyembunyikan cacat barangnya dengan berbagai cara. Bila si pembeli itu pulang dengan membawa barang tersebut, tidak lama kemudian ia berhasil menyingkap cacat barang tersebut, tidak dapat menggunakannya, memeriksanya atau mencobanya. Ini merupakan suatu keharaman, sesuai dengan sabda Rasulullah: “Muslim itu saudara (muslim yang lain), dan tidak halal bagi seorang muslim (untuk) menjual barang kepada saudaranya yang padanya terdapat cacat, kecual ia menjelaskan cacat itu kepadanya.” (HR.Al-Bukhari danMusim)
Namun, kemudian kita berselisih. Inilah pemilik sapi yang telah menipuku itu,”kata lelaki itu panjang lebar. Syaikh berkata,”Penjual tidak boleh menyembunyikan cacat yang dijualnya. Sebaliknya, ia wajib menjelaskan cacat tersebut kepada pembeli. Rasulullah pernah melintas di dekat nampan makanan, kemudian memasukkan jarinya kenampan tersebut. Ternyata, jarinya menyentuh yang lembab.
Maka, Rasulullah bertanya: Apa ini wahai pemilik makanan ? Pemilik makanan menjawab: Terkena hujan, ya Rasulullah. Dan akhirnya Rasulullah bersabda: “Tidakkah kamu meletakkannya di atas makanan sehingga orang-orang melihatnya. Barangsiapa yang menipu kami, maka dia bukan dari (golongan) kami.”
Di masa sekarang, kebanyakan para pedagang yang tidak takut kepada Allah dan Rasul justru menyembunyikan cacat barangnya dengan berbagai cara. Bila si pembeli itu pulang dengan membawa barang tersebut, tidak lama kemudian ia berhasil menyingkap cacat barang tersebut, tidak dapat menggunakannya, memeriksanya atau mencobanya. Ini merupakan suatu keharaman, sesuai dengan sabda Rasulullah: “Muslim itu saudara (muslim yang lain), dan tidak halal bagi seorang muslim (untuk) menjual barang kepada saudaranya yang padanya terdapat cacat, kecual ia menjelaskan cacat itu kepadanya.” (HR.Al-Bukhari danMusim)
Baca juga: Hukum Sumpah Palsu Dalam Jual Beli
Sementara sebagian pedagang mengira bahwa ia melepaskan tanggung jawabnya apabila berkata kepada si pembeli: Lihat barangnya dengan baik. Namun, ini jual beli yang keberkahannya dicabut sebagaimana sabda Rasulullah: Penjual dan pembeli itu memiliki khiyar (pilihan) sepanjang keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menerangkan, maka diberkat bagi keduanya dalam jual belinya. Dan jika keduanya menyembunyikan dan berdusta, maka dihapus keberkahan jual belinya.”
Penjual itu berkata,”Wahai Syaikh, aku tidak menipunya. Ia melihat sapi itu secara langsung dan lebih dari satu kali. la pun membelinya dengan rela.”
Syaikh berkata,”Tidak wahai saudaraku, ini tidak cukup. Terkadang di barang itu ada cacat-seperti yang muncul pada sapi itu yang tidak mungkin untuk disingkap oleh seseorang hanya dengan sekali pandang. Demikian pula tidak halal bagimu, apabila kamu mengetahui cacat itu untuk menangguhkan penjualan sapimu sampai air susunya mengering, seluruh puting susunya seragam (layu). Sebab, ini merupakan penipuan yang diharamkan dan tidak diperbolehkan, Demikian pula tidak boleh dan tidak cukup, apa yang dilakukan oleh si pemilik mobil ketika menjual mobilnya dengan berkata kepada pembeli: Perlihatkan mobil itu ke montir itu. Sebab, sekarang ini aku hanya menjual setumpuk besi. Sebab, terkadang di mobil itu ada cacat yang tersembunyi, yang oleh montir manapun -seberapa pun kepandaiannya tidak dapat disibak hanya dengan pandangan yang selintas. Sebaliknya, si pemilik mobil itu harus mengatakan tentang mobil itu, misalnya: Ada suara di kron, ban pecah bila melaju lebih dari seratus kilometer, atau yang lainnya.
Demikianlah, semua itu harus dijelaskan sehingga Allah memberikan keberkahan kepadamu dalam jual belimu. Pasalnya, tidak halal kamu menjual suatu barang yang cacat kecuali kamu menjelaskannya kepada pembeli. Hal itu sesuai dengan nash hadis yang telah kami sebutkan, yang mengharamkan perbuatan yang telah kamu lakukan.”
“Lalu, apa solusi untuk permasalahan ini wahai Syaikh,”tanya pem beli sapi itu.”Kamu punya hak pilih dalam dua hal berikut. Keduanya boleh kamu lakukan,”jawab Syaikh, memecah kebingungan.”Apa dua hal itu ?”tanya sang pembeli. Syaikh menjawab:
”Pertama, kamu harus kembali dari jual beli itu, memulangkan sapi itu kepadanya, dan mengambil uangmu kembali. Ia berkewajiban untuk mengembalikan uangmu padamu. Sebab, itu merupakan cacat yang tidak dia terangkan kepadamu. Karenanya, kamu memiliki hak pilih untuk kembali dari transaksi itu karena adanya cacat.
Kedua, dia harus membayar denda kekurangan.”“Apa denda kekurangan itu ?”tanya si pembeli, memotong.”Selisih antara harga barang yang cacat dengan yang tidak cacat. Kamu harus memperhatikan antara harga barang yang tanpa cacat dan berapa bandingannya dengan yang cacat. Kemudian, kamu ambil selisih itu setelah sebelumnya kamu tahu tentang harga barang yang cacat.”jawab Syaikh.
”Pilihlah untukmu,”kata si pembeli sambil menoleh ke arah penjual sapi itu.”Aku akan membayar denda kekurangannya,”jawab penjual itu.”Benar, bertaubatlah kepada Allah dari perbuatan seperti itu. Sebab, itu merupakan dosa besar dan risikonya sangat menakutkan terhadap individu maupun masyarakat. Sebab, akan menimbulkan permusuhan dan perselisihan antar manusia,”kata Syaikh menimpali.”Aku bertaubat kepada Allah,”jawab penjual sapi itu.”Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, bagus sekali yang Anda katakan,”kata Ammar menimpali.
Syaikh berpamitan,”As-Salamu'alaikum warahmatullah.”
“Wa'alaikum salam warahmatullah,”jawab kedua orang itu. Syaikh dan muridnya kemudian pergi. Namun, ketika mereka sedang berkata, tiba-tiba Ammar berkata,”Apakah Anda tahu, berapa banyak kemungkaran yang telah kita ingkari ? Berapa banyak penyelewengan di pasar hewan yang hari ini telah kita perbaiki, wahai Syaikh ?”“Berapa,”jawab Syaikh, balik bertanya.”Empat,”jawab Ammar.”Masya Allah, apa saja itu ?”kata Syaikh.
Hewan Ammar menjawab,”Yaitu seperti hal berikut ini.
Sementara sebagian pedagang mengira bahwa ia melepaskan tanggung jawabnya apabila berkata kepada si pembeli: Lihat barangnya dengan baik. Namun, ini jual beli yang keberkahannya dicabut sebagaimana sabda Rasulullah: Penjual dan pembeli itu memiliki khiyar (pilihan) sepanjang keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menerangkan, maka diberkat bagi keduanya dalam jual belinya. Dan jika keduanya menyembunyikan dan berdusta, maka dihapus keberkahan jual belinya.”
Penjual itu berkata,”Wahai Syaikh, aku tidak menipunya. Ia melihat sapi itu secara langsung dan lebih dari satu kali. la pun membelinya dengan rela.”
Syaikh berkata,”Tidak wahai saudaraku, ini tidak cukup. Terkadang di barang itu ada cacat-seperti yang muncul pada sapi itu yang tidak mungkin untuk disingkap oleh seseorang hanya dengan sekali pandang. Demikian pula tidak halal bagimu, apabila kamu mengetahui cacat itu untuk menangguhkan penjualan sapimu sampai air susunya mengering, seluruh puting susunya seragam (layu). Sebab, ini merupakan penipuan yang diharamkan dan tidak diperbolehkan, Demikian pula tidak boleh dan tidak cukup, apa yang dilakukan oleh si pemilik mobil ketika menjual mobilnya dengan berkata kepada pembeli: Perlihatkan mobil itu ke montir itu. Sebab, sekarang ini aku hanya menjual setumpuk besi. Sebab, terkadang di mobil itu ada cacat yang tersembunyi, yang oleh montir manapun -seberapa pun kepandaiannya tidak dapat disibak hanya dengan pandangan yang selintas. Sebaliknya, si pemilik mobil itu harus mengatakan tentang mobil itu, misalnya: Ada suara di kron, ban pecah bila melaju lebih dari seratus kilometer, atau yang lainnya.
Demikianlah, semua itu harus dijelaskan sehingga Allah memberikan keberkahan kepadamu dalam jual belimu. Pasalnya, tidak halal kamu menjual suatu barang yang cacat kecuali kamu menjelaskannya kepada pembeli. Hal itu sesuai dengan nash hadis yang telah kami sebutkan, yang mengharamkan perbuatan yang telah kamu lakukan.”
“Lalu, apa solusi untuk permasalahan ini wahai Syaikh,”tanya pem beli sapi itu.”Kamu punya hak pilih dalam dua hal berikut. Keduanya boleh kamu lakukan,”jawab Syaikh, memecah kebingungan.”Apa dua hal itu ?”tanya sang pembeli. Syaikh menjawab:
”Pertama, kamu harus kembali dari jual beli itu, memulangkan sapi itu kepadanya, dan mengambil uangmu kembali. Ia berkewajiban untuk mengembalikan uangmu padamu. Sebab, itu merupakan cacat yang tidak dia terangkan kepadamu. Karenanya, kamu memiliki hak pilih untuk kembali dari transaksi itu karena adanya cacat.
Kedua, dia harus membayar denda kekurangan.”“Apa denda kekurangan itu ?”tanya si pembeli, memotong.”Selisih antara harga barang yang cacat dengan yang tidak cacat. Kamu harus memperhatikan antara harga barang yang tanpa cacat dan berapa bandingannya dengan yang cacat. Kemudian, kamu ambil selisih itu setelah sebelumnya kamu tahu tentang harga barang yang cacat.”jawab Syaikh.
”Pilihlah untukmu,”kata si pembeli sambil menoleh ke arah penjual sapi itu.”Aku akan membayar denda kekurangannya,”jawab penjual itu.”Benar, bertaubatlah kepada Allah dari perbuatan seperti itu. Sebab, itu merupakan dosa besar dan risikonya sangat menakutkan terhadap individu maupun masyarakat. Sebab, akan menimbulkan permusuhan dan perselisihan antar manusia,”kata Syaikh menimpali.”Aku bertaubat kepada Allah,”jawab penjual sapi itu.”Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, bagus sekali yang Anda katakan,”kata Ammar menimpali.
Syaikh berpamitan,”As-Salamu'alaikum warahmatullah.”
“Wa'alaikum salam warahmatullah,”jawab kedua orang itu. Syaikh dan muridnya kemudian pergi. Namun, ketika mereka sedang berkata, tiba-tiba Ammar berkata,”Apakah Anda tahu, berapa banyak kemungkaran yang telah kita ingkari ? Berapa banyak penyelewengan di pasar hewan yang hari ini telah kita perbaiki, wahai Syaikh ?”“Berapa,”jawab Syaikh, balik bertanya.”Empat,”jawab Ammar.”Masya Allah, apa saja itu ?”kata Syaikh.
Hewan Ammar menjawab,”Yaitu seperti hal berikut ini.
- Menjual hewan secara musharah dan kita telah katakan bahwa itu adalah haram karena hal itu merupakan penipuan dan pemalsuan, dan tindakan menyakiti terhadap hewan karena menahan air susunya dalam kantong susunya, serta mengem bangkan sesuatu yang tidak diberikan kepadanya.
- Penjualan najasy, yaitu menambahkan harga barang sehingga orang-orang menjadi tertipu karenanya, kemudian mereka membelinya. Ini pun diharamkan sebab memudaratkan kaum muslimin.
- Banyak bersumpah palsu dalam menjual dan melakukan bilab atas yang diharamkan. Keharaman hal ini sangat jelas.
- Menyembunyikan cacat barang, hal ini pun sangat jelas keharamannya.”
Sumber adalah Buku Tahzdirul Kiram Min Mi'ah Bab Min Abwabil Haram yang ditulis oleh Ibrahim bin Fathi bin Abdul Muqtadir