Hukum Menyewakan Tempat Dagang Kepada Penjual Barang Haram
Syaikh dan muridnya, Ammar meneruskan perjalanan yang penuh berkah itu. Mereka kemudian berdiri di depan sebuah pintu baru dari berbagai pintu keharaman dalam kehidupan kaum muslimin. Setelah mereka keluar dari supermarket Sindbad, mereka bertemu dengan Ustadz Luthfi, tetangga Syaikh. Maka, Syaikh pun memberi salam kepadanya. Kepada Ustadz Luthfi, Syaikh bertanya,”Bagaimana kondisimu ya Ustadz Luthfi ? “
“Alhamdulillah, demi Allah kami sangat rindu ingin melihatmu,”jawab Luthfi.”Ketidakramahan apa ini ya Ustadz Luthfi ? Kalau kamu benar rindu ingin melihatku, tentu kamu akan mengunjungiku meskipun hanya sekali dalam setahun, setidaknya. Di mana kamu bisa bertanya tentangku, padahal aku selalu bertanya tentangmu. Tidaklah orang seperti aku dan kamu kecuali seperti yang dikatakan oleh syair:
Di antara yang membuatku bangga adalah aku merindukan mereka
Lalu aku bertanya tentang mereka kepada orang yang aku temui, padabal mereka bersamaku.
Mataku mencari mereka, sedang mereka dalam hitam mataku.
Hatiku merindukan mereka, sedang mereka di antara tulang rusukku.
Kami selalu mengirimkan salam untukmu. Apakah sampai ?“ “Ya, sampai. Namun, na'udzubillah (kita berlindung kepada Allah), dunia sangat buruk. Aku sibuk dengan orang-orang sampai aku melupakan diri mereka,”jawab Luthfi.”Kesibukan dunia apa yang kamu jalankan ? “tanya Syaikh kepada Lothfi.”Aduh, kesibukan dunia itu tidak pernah usai sampai manusia masuk ke dalam kuburnya.
Gedung ini sedang aku bangun sejak satu setengah tahun yang lalu,”jawab Luhtfi.”Ya. Apa yang kamu kerjakan di sana dan sampai di mana ? “tanya Syaikh kembali.”Alhamdulillah, kami telah selesai membangunnya sejak tiga bulan yang lalu. Karena gedung itu sangat luas, kami mendapat pesanan sewa dari banyak pihak.
Namun aku menangguhkan sampai bertanya terlebih dahulu tentang tata cara penyewaan dan sistemnya,”jawab Luthfi.”Siapa yang minta untuk menyewa darimu,”tanya Syaikh.”Seorang pegawai salah satu bank terkenal dan besar datang kepadaku untuk menyewa empat lokal yang bersampingan. Mereka akan membuka cabang bank yang baru,”jawabnya.
“Lalu siapa ? “tanya Syaikh, lagi.”Salah seorang insinyur juga datang kepadaku untuk menyewa tiga lokal yang saling bersampingan. Mereka akan membuka pusat rokok,”jawab Luthfi.”Ya, apa yang kamu katakan kepada mereka ? “tanya Syaikh, mececar.
”Ini haram,”jawab Syaikh.”Apa dosaku. Haram bagi mereka, itu benar. Tapi apa dosaku, sedang aku bukanlah pemilik bank, dan bukan pula pemilik stand rokok. Aku hanyalah orang yang menyewakan, sedang keharaman itu untuk mereka. Adapun aku, aku tidak,”kata Luthfi.
Syaikh berkata,”Semoga Allah memberkatimu. Jika kamu menyewakan kepada mereka, maka kamu bekerja sama dengan mereka dan teman mereka di dalam dosa, tanpa ada perbedaan. Sebab, ini termasuk tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran.
Kamu, menyediakan tempat yang memiliki orientasi bisnis yang diinginkan, tentu barang haram mereka akan laris karena posisi yang bagus di dalam gedungmu.”“Ya Syaikh, ini berlebihan,”kata Luthfi.”Ini bukan berlebihan dan bukan ucapanku. Melainkan ucapan ilmu pengetahuan: Hukum menyewakan tempat dagang kepada orang yang ingin menjual rokok, lagu, kaset video yang tidak baik, bank yang mempraktikkan riba, dapat diketahui dari firman Allah yaitu perintah untuk tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan dan terlarang untuk tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran (QS. Al-Ma'idah: 9).
Berdasarkan hal ini, menyewakan tempat untuk tujuan yang disebutkan itu adalah haram. Sebab, itu merupakan tolong-menolong dalam mengerjakan dosa dan pelanggaran. Sewakanlah tempat itu untuk kegiatan yang lain, yang halal, dan bukan disewakan untuk keharaman. Contohnya pusat studi komputer, rumah makan, kios buah-buahan, kantor konsultasi teknik, atau kegiatan kegiatan yang lain yang diperbolehkan dalam agama “
“Tampaknya, menyewakan tempat untuk hal-hal seperti itu haram ya Syaikh ? “tanya Luthfi. Syaikh berkata,”Aku telah menerangkan kepadamu dalil dari Alquran. Adapun dalil dari sunah, adalah sabda Rasulullah:
“Allah telah melaknat khamar, peminumnya, kedua penghidangnya, penjualnya, pembe knya, pemerasnya, yang terperas antuknya, pembawanya, yang dibawa dengannya, dan pemakan harganya”.
Kamu telah membantu penjual dan pembeli khamar dengan menyediakan tempat yang dia jadikan untuk menjual khamar tersebut. Kamu juga telah mencurahkan tenaga dan waktu untuk mencari tentang keharaman ini. Tidakkah kamu menilai bagaimana kamu telah membantu mereka dalam melakukan dosa dan pelanggaran, sementara semua hal yang diharamkan itu masuk ke dalam hukum khamar ? Maka, hati-hatilah.”
Luthfi berkata,”Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan ya Syaikh. Aku tidak akan pernah menyewakan tempat itu kepada mereka, insya Allah.”
“Semoga Allah memberkatimu, wassalamu'alaikum warahmatullah,”kata Syaikh, mengakhiri.
”Wa'alaikum salám warahmatullah,”jawab Luthfi.
Kemudian Syaikh pergi bersama muridnya. Ammar bertanya,”Mau ke mana kita ya Syaikh ? “
“Pulang ke rumah, insya Allah,”jawab Syaikh.
Ammar berkata,”Semoga berada dalam keberkahan Allah. Allah telah menghentikan kita pada hari ini, sehingga kita dapat melakukan pengingkaran di toko-toko dan supermarket mereka sering lakukan hal yang terlarang seperti:
- Menjual bakht (lotere).
- Jual beli setelah azan kedua Jumat bagi orang yang wajib salat Jumat.
- Menjual khamar.
Menyewakan tempat dagang kepada orang yang akan menjual hal-hal yang diharamkan. Segala puji bagi Allah atas taufik-Nya.”“Alhamdulillah,”jawab Syaikh, mengamini.
Kutipan Dari Buku Tahzdir Al-Kiram Min Mi'ah Bab Min Abwabil Haram yang ditulis oleh Ibrahim bin Fathi bin Abdul Al-Muqtadir