Hukum Pemakaian Taksi Oleh Sopir Untuk Kepentingan Pribadi
Dan saya mengetahui dengan baik hal ini, dan bukan hanya dia saja yang melakukan hal tersebut, tetapi sebagian sopir taksi melakukan hal yang sama.”Sopir menjelaskan,”Sangat mengherankan, apakah hal ini mengan dung sesuatu yang tidak baik. Wahai saudaraku, kami semua melakukan itu. Dulu mereka mengatakan peribahasa umum yang berbunyi”juru masak makanan beracun harus mencicipinya”. Saya adalah seorang laki laki yang bekerja pada pemilik mobil. Saya mengumpulkan uang untuknya sepanjang hari. Saya mencuci mobil sendiri dan merawatnya seakan akan itu adalah mobil saya. Kemudian, jika istri saya sakit pada tengah malam, misalnya, apakah saya tidak boleh memakai mobil tersebut dan meninggalkan istri saya untuk mencari mobil lain hingga akhirnya dia meninggal ? Jika ini diharamkan, maka ini adalah masalah yang tidak masuk akal dan tidak bisa diterima oleh adat.”
“Sabar dulu -semoga Allah memberkatimu- hingga kita mengetahui hukum syara'nya tentang hal ini. Nah, apakah pemecahan masalah ini, ya Syaikh ?”tanya Ammar. Syaikh menjawab,”Hukum dalam masalah ini adalah sama, sebagaimana hukum masalah sebelumnya. Tidak ada perbedaannya di sini. Kamu tidak boleh memakai taksi untuk keperluan khususmu kecuali dengan dua hal. Jika kamu melakukan salah satu dari kedua hal tersebut, maka kamu tidak memerlukan yang lainnya.” “Apa kedua hal itu ?”tanya sopir.
Syaikh menjawab,”Yang pertama adalah kamu memakai mobil itu untuk keperluan khususmu dengan disertai ongkosnya, seperti orang lain juga. Jika kamu pergi dengan mobil itu kesuatu tempat pada malam atau siang hari untuk keperluan khususmu atau kamu mengangkut salah satu kenalanmu tanpa dimintai ongkos sama sekali, maka kamu terbebas dan tanggunganmu pada hari kiamat nanti.
Syaikh menjawab,”Yang pertama adalah kamu memakai mobil itu untuk keperluan khususmu dengan disertai ongkosnya, seperti orang lain juga. Jika kamu pergi dengan mobil itu kesuatu tempat pada malam atau siang hari untuk keperluan khususmu atau kamu mengangkut salah satu kenalanmu tanpa dimintai ongkos sama sekali, maka kamu terbebas dan tanggunganmu pada hari kiamat nanti.
Dengan demikian, kamu harus membayar ongkos taksi itu dalam dua keadaan karena pada hari kiamat itu tidak ada dinar maupun dirham. Yang ada hanyalah kebaikan dan keburukan, dan seseorang tidak akan masuk surga ketika ada orang lain yang masih dizaliminya. Nah, bayangkan dirimu berada di hadapan Allah bersama pemilik mobil. Pemilik mobil ini akan berkata kepada Allah:”Ya Tuhanku, ambilkan hak saya dari penipuan yang saya beri kepercayaan untuk menggunakan mobil saya. Dia telah menipuku. Dia menggunakan mobil tersebut untuk keperluan khususnya. Dia mengangkut para kerabatnya tanpa dimintai ganti ongkos, padahal di sisi lain saya merasa kesulitan untuk membayar cicilan kredit mobil itu.
Sebab pemasukan mobil itu tidak cukup untuk membayar cicilan tersebut. Nah, kalau sudah begitu, apa yang akan kamu katakan kepada Allah di saat rasa penyesalan itu sudah terlambat ?” “Dan hal yang lainnya ?”tanya sopir. Syaikh menjawab,”Kamu memberitahukan kepada pemilik mobil tentang perbuatanmu ini dengan mengatakan bahwa kamu menggunakannya untuk pekerjaan khususmu dan jika ada salah seorang kerabatmu yang naik, kamu tidak menarik ongkos darinya.
Nah, jika sang pemilik mobil ini rela dengan apa yang kamu lakukan, maka semua itu menjadi halal bagimu.”Sopir berkata,”Kalau pemilik mobil ini mengetahui hal itu, maka dia akan memecatku dan tidak akan membiarkan mobilnya berada padaku sehari saja.”Kamu sudah menjawabnya sendiri,”kata Syaikh.”Ya Syaikh, bukankah sopir ini melakukan perawatan terhadap mobil itu, bekerja pada pemiliknya dan menghasilkan uang bagi sang pemilik setiap hari ?”tanya Ammar.
Syaikh berkata,”Ya Ammar, ini adalah masalah yang dapat menjatuhkan dirinya ke rumah kalajengking” “Maksudnya bagaimana ?”tanya sopir.”Apakah kamu bekerja dengan mobil ini didasarkan karena upah atau hanya sebagai sedekah darimu ?”kata Syaikh balik bertanya. Sopir menjawab,”Bukan karena sedekah, tapi karena upah.”
Syaikh berkata,”Jadi, kalau begitu kamu tidak berhak mendapatkan keistimewaan. Sebab, yang pertama memperoleh keistimewaan itu adalah Allah, kemudian untuk pemilik mobil. Allah telah mencurahkan rezeki kepadamu melalui dirinya yang mempekerjakanmu hingga kamu dapat menjauhkan dirimu dan keluargamu dari pekerjaan meminta-minta kepada orang lain.
Jadi, bukan kamu yang berhak memperoleh keistimewaan sebagaimana yang didesas-desuskan oleh setan kepadamu. Ingatlah hal itu. Allah memanggilmu dari kealpaan yang kamu alami. Jangan biarkan setan meniupkan bencana dan kecurigaan yang menyesatkan dalam pikiranmu. Sebab, itu semua tidak akan memberikan manfaat kepadamu ketika berada di hadapan Allah pada hari kiamat. Karena, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah. bahwasanya: Orang ang muslim itu tergantung pada syarat-syarat yang mereka sepakati.” Dan kamu tidak membuat kesepakatan dengan pemilik mobil untuk melaku kan hal-hal yang telah kamu sebutkan.
Maka dari itu, hukumnya menjadi Adapun tentang ucapanmu yang berbunyi,”Bahwa hal ini tidak dapat diterima oleh akal dan tidak ditetapkan oleh adat”, maka saya ingin berkata kepadamu bahwa adat dan kebiasaan itu dapat dianggap sebagai hukum selama tidak bertentangan dengan syara.
Nah, di sini kedua sudah bertentangan dengan nash syara'. Karena itu tidak dibolehkan. Sopir berkata,”Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan pada dirimu, ya Syaikh. Allah telah mengarahkan pembicaraanmu kepada saya. Engkau telah mengingatkan saya banyak hal yang saya lupakan. Engkau juga telah memperingatkan dan memerintahkan saya untuk selalu menjaga makanan bagi anak-anak saya dengan makanan yang halal. Engkau telah mengingatkan saya tentang konsekuensi menye barluaskan hal-hal yang haram. Saya berterima kasih kepadamu. Saya berjanji, saya akan melakukan apa yang telah kamu perintahkan dan meninggalkan segala apa yang kamu larang.”
Syaikh berkata,”Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Kami bersyukur kamu dapat dengan cepat mencerna dalil-dalil yang ada dan menerima kebenaran. Dan sekarang, berapa ongkos yang kamu inginkan ?”tanya Syaikh. Sopir menjawab,”Tidak usah, biarkan saya yang membayarnya. Jangan khawatir, saya tidak akan membawa masalah ini kepada pemilik mobil.”
Syaikh berkata,”Tidak boleh begitu, kamu harus mengambil ongkosnya. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan.” “Ongkosnya hanya satu pound saja,”kata sopir. Syaikh berkata,”Jika kamu ingin lebih banyak dari itu, kamu bisa memintanya.” “Tidak, memang segitulah ongkos taksinya,”kata sopir. Syaikh berkata,”Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan dan memberikan keberkahan pada dirimu. Wassalamu'alaikum warah matullah.”Sopir berkata,”Semoga engkau berada dalam lindungan Allah. Wa'alaikumussalám.”
Ringkasan yang Membahas Pelanggaran Pelanggaran yang Dilakukan oleh Para Sopir Taksi
Setelah turun, Syaikh dan Ammar berjalan menuju ke rumah sakit. Setelah mengambil nomor urut pemeriksaan, mereka masuk dan mengambil tempat duduk di ruang tungg laki-laki. Setelah keduanya duduk untuk menunggu giliran, tiba-tiba Ammar berkata,”Allah telah mencurahkan banyak kebaikan kepada sopir taksi tadi melalui tangan Syaikh hari ini. Semoga Allah selalu menjagamu. Engkau telah menyebutkan masalah yang berkaitan dengan:
Salinan Buku Tahzdir Al-Kiram Min Mi'ah Bab Min Abwabil Haram (Terj. Uang Haram) yang dikarang oleh Ibrahim bin Fathi bin Abdul Al-Muqtadir
Sebab pemasukan mobil itu tidak cukup untuk membayar cicilan tersebut. Nah, kalau sudah begitu, apa yang akan kamu katakan kepada Allah di saat rasa penyesalan itu sudah terlambat ?” “Dan hal yang lainnya ?”tanya sopir. Syaikh menjawab,”Kamu memberitahukan kepada pemilik mobil tentang perbuatanmu ini dengan mengatakan bahwa kamu menggunakannya untuk pekerjaan khususmu dan jika ada salah seorang kerabatmu yang naik, kamu tidak menarik ongkos darinya.
Nah, jika sang pemilik mobil ini rela dengan apa yang kamu lakukan, maka semua itu menjadi halal bagimu.”Sopir berkata,”Kalau pemilik mobil ini mengetahui hal itu, maka dia akan memecatku dan tidak akan membiarkan mobilnya berada padaku sehari saja.”Kamu sudah menjawabnya sendiri,”kata Syaikh.”Ya Syaikh, bukankah sopir ini melakukan perawatan terhadap mobil itu, bekerja pada pemiliknya dan menghasilkan uang bagi sang pemilik setiap hari ?”tanya Ammar.
Syaikh berkata,”Ya Ammar, ini adalah masalah yang dapat menjatuhkan dirinya ke rumah kalajengking” “Maksudnya bagaimana ?”tanya sopir.”Apakah kamu bekerja dengan mobil ini didasarkan karena upah atau hanya sebagai sedekah darimu ?”kata Syaikh balik bertanya. Sopir menjawab,”Bukan karena sedekah, tapi karena upah.”
Syaikh berkata,”Jadi, kalau begitu kamu tidak berhak mendapatkan keistimewaan. Sebab, yang pertama memperoleh keistimewaan itu adalah Allah, kemudian untuk pemilik mobil. Allah telah mencurahkan rezeki kepadamu melalui dirinya yang mempekerjakanmu hingga kamu dapat menjauhkan dirimu dan keluargamu dari pekerjaan meminta-minta kepada orang lain.
Jadi, bukan kamu yang berhak memperoleh keistimewaan sebagaimana yang didesas-desuskan oleh setan kepadamu. Ingatlah hal itu. Allah memanggilmu dari kealpaan yang kamu alami. Jangan biarkan setan meniupkan bencana dan kecurigaan yang menyesatkan dalam pikiranmu. Sebab, itu semua tidak akan memberikan manfaat kepadamu ketika berada di hadapan Allah pada hari kiamat. Karena, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah. bahwasanya: Orang ang muslim itu tergantung pada syarat-syarat yang mereka sepakati.” Dan kamu tidak membuat kesepakatan dengan pemilik mobil untuk melaku kan hal-hal yang telah kamu sebutkan.
Maka dari itu, hukumnya menjadi Adapun tentang ucapanmu yang berbunyi,”Bahwa hal ini tidak dapat diterima oleh akal dan tidak ditetapkan oleh adat”, maka saya ingin berkata kepadamu bahwa adat dan kebiasaan itu dapat dianggap sebagai hukum selama tidak bertentangan dengan syara.
Nah, di sini kedua sudah bertentangan dengan nash syara'. Karena itu tidak dibolehkan. Sopir berkata,”Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan pada dirimu, ya Syaikh. Allah telah mengarahkan pembicaraanmu kepada saya. Engkau telah mengingatkan saya banyak hal yang saya lupakan. Engkau juga telah memperingatkan dan memerintahkan saya untuk selalu menjaga makanan bagi anak-anak saya dengan makanan yang halal. Engkau telah mengingatkan saya tentang konsekuensi menye barluaskan hal-hal yang haram. Saya berterima kasih kepadamu. Saya berjanji, saya akan melakukan apa yang telah kamu perintahkan dan meninggalkan segala apa yang kamu larang.”
Syaikh berkata,”Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Kami bersyukur kamu dapat dengan cepat mencerna dalil-dalil yang ada dan menerima kebenaran. Dan sekarang, berapa ongkos yang kamu inginkan ?”tanya Syaikh. Sopir menjawab,”Tidak usah, biarkan saya yang membayarnya. Jangan khawatir, saya tidak akan membawa masalah ini kepada pemilik mobil.”
Syaikh berkata,”Tidak boleh begitu, kamu harus mengambil ongkosnya. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan.” “Ongkosnya hanya satu pound saja,”kata sopir. Syaikh berkata,”Jika kamu ingin lebih banyak dari itu, kamu bisa memintanya.” “Tidak, memang segitulah ongkos taksinya,”kata sopir. Syaikh berkata,”Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan dan memberikan keberkahan pada dirimu. Wassalamu'alaikum warah matullah.”Sopir berkata,”Semoga engkau berada dalam lindungan Allah. Wa'alaikumussalám.”
Ringkasan yang Membahas Pelanggaran Pelanggaran yang Dilakukan oleh Para Sopir Taksi
Setelah turun, Syaikh dan Ammar berjalan menuju ke rumah sakit. Setelah mengambil nomor urut pemeriksaan, mereka masuk dan mengambil tempat duduk di ruang tungg laki-laki. Setelah keduanya duduk untuk menunggu giliran, tiba-tiba Ammar berkata,”Allah telah mencurahkan banyak kebaikan kepada sopir taksi tadi melalui tangan Syaikh hari ini. Semoga Allah selalu menjagamu. Engkau telah menyebutkan masalah yang berkaitan dengan:
- Keharaman menggunakan taksi untuk perbuatan yang tidak bermoral.
- Mengambil upah lebih banyak dari yang telah disepakatinya semula dengan pemilik mobil.
- Penggunaan taksi oleh sang sopir untuk keperluan khususnya tanpa ongkos, tanpa sepengetahuan, dan tanpa persetujuan dari pemilik mobil.”
Salinan Buku Tahzdir Al-Kiram Min Mi'ah Bab Min Abwabil Haram (Terj. Uang Haram) yang dikarang oleh Ibrahim bin Fathi bin Abdul Al-Muqtadir