Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Mazhab Pembaharuan
DIA adalah Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam, Abul Abbas. Kakeknya adalah rembulan. Bapaknya adalah bintang. Sementara dia adalah matahari.
Baca juga: Keagungan Imam Asy-Syafi'i
Ibnu Taimiyah: Syaikh yang demikian peduli dalam menjaga warisan Nabi, panji kaum mujaddid. Dia hancurkan para ahli bid'ah yang mengacak-acak agama, sehingga mereka pun hancur. Dia menurunkan penyakit panas dingin pada orang-orang Mu'aththilah (kelompok yang menafikan sifat bagi Allah) dan membuat golongan Al-Bathaiyyah dengan hujjah-hujjah laksana missile. Sesungguhnya setiap manusia memiliki kecerdasan yang lapang.Dia mampu menaklukkan An-Nushairiyah dan membuat hidung mereka telungkup di pegunungan Kasrawan. Pemikiran Asy'ariyah masuk menelusup pada umat tanpa dirasakan oleh seorang pun. Maka, Abul Abbas bangkit karena mendengar seruan agama. Dia berkata, "Demi Allah sekali-kali tidak!" Diserangnya takwil dan syubhat dengan ayat-ayat, dan diluruskan prasangka dengan keyakinan. Lalu di hadapi mereka sambil 'memukul' dengan tangan kanannya dengan kekuatan penuh. Hujjahnya menjulang.
Tidak ada sedikit pun kepincangan dan penyimpangan di dalamnya. Dia tidak nikah dan tidak memiliki anak. Dia tidak buang umurya untuk hal yang sia-sia. Dia mengirimkan panah apinya pada kesesatan. Semua kesesatan mendapatkan panah api yang selalu mengintai. Dia tidak meninggalkan salah seorang diantara mereka kecuali dalam keadaan kuat. Ibnu Taimiyah adalah bendera yang terpancang, kemah panjang bagi ilmu, dan lelaki yang banyak diiri."Maafkanlah musuhmu dengan apa yang dikhususkan padamu
Sesungguhnya ketinggian yang baik itu sering diri."Baca juga: Kisah Said bin Musayyib
Aku pohonkan lindungan bagimu wahai sang pahlawan kepada Allah dengan kalimat-Nya yang sempuma. Jauhi musuhmu dan sebarkan kebaikan. Ibnu Tamiyah: Menguasai ilmu syariah secara sempurna dan mendalam. Keluasan ilmunya, seperti luasnya lautan. Dia naiki mimbar keagungan, maka lisan taufik memanggilnya, "Kau baik, dan semua langkahmu baik. Kau berlayar dengan perahu taufik ke pantai penerimaan." Penyeru syariah menyeru, "Dengan menyebut nama Allah diwaktu berlayar dan berlabuh," dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit kebenaran'. Maka dikatakanlah, "Alhamdulillah Rabbil Alamin."Dia seorang mujtahid dalam tafsir, seperti Imam Mujahid. Dia memiliki kecakapan dalam mengambilan kesimpulan, seperti Imam Malik. Dia hidupkan sunnah di berbagai negeri, sebagaimana Yahya Al- Qaththan. Demikian tepat dalam hadits seperti Musaddad. Dia memberikan ilmunya seperti Atha'. Cerminan umat ada pada dirinya. Dia adalah sebuah generasi dalam satu individu. Dia mengajak penguasa- penguasa zhalim untuk melakukan politik sesuai syariah. Kalangan Mu'aththilah diajaknya untuk kembali ke agama Muhammad. Mu'tazilah diserunya untuk mengikuti jalan Sunnah dan kalangan Asy'ariyyah diajaknya untuk mengikuti langkah para salaf.
Baca juga: Kisah Khalid bin Walid
Dia tinggal di sebuah kamar kecil, namun dengan ilmunya dia merambah setiap tempat. Dia menolak kedudukan duniawi, dan didapatkannya kedudukan di setiap hati para pengikutnya. Kala hidup, dia dipenjara. Namun setelah mati, dia diiring oleh sekian ribu manusia.Jika dia berbicara, maka ucapan selamat tinggal bagi kalangan mutakallim (ahli ilmu kalamteologi). Jika dia menulis, maka dia membuat rela penulis-penulis terhormat. Dia seorang yang sangat pemberani di hadapan para penguasa negeri. Dia diterima oleh sekian banyak hati, dan dengan kebenaran dia turun ke bumi.
Dia hunuskan pedangnya kepada pengikut Ad-Dahriyyah (kelompok Dahriyin yang materialis dan tak percaya pada Tuhan). Dan dia tusukkan ke dada kalangan A-Quburiyyah (para penyembah kubur). Dia lumuri pedangnya dengan darah orang Nushairiyah.Dia adalah laksana hujan; jika turun, maka turun dengan deras dan merata. Jika mengalir, maka mengalir dengan melimpah. Dia laksana singa; jika ragu akan mengendus terlebih dahulu, Jika lari dia, maka dia akan lari sepenuhnya. Dia laksana purnama; jika sedang terbit, maka dia bulat sempuma dan jika dia pergi maka menyatu kembali, Dia menjadi imam di mihrab dan mengajarkan Kitab Allah. Ketika didengarnya seruan jihad, maka berangkatlah ia tanpa takut, Dia lenyapkan penyelewengan dan dia singkap 'fatamorgana' keagamaan.
Dia keluar di depan pasukan Tartar dengan penuh kesatria sehingga tentara Hulaku harus merasakan kegetiran, Dia lakukan pembaruan agama yang selama ini ditindas. Dia bangun menara buat agama, dan dia nyalakan api pembakaran untuk musuh-musuhnya sehingga tidak tersisa bagi mereka tempat tinggal.Zuhud dalam pandangannya adalah meninggalkan segala hal yang tidak berguna di akhirat. Wara' di matanya adalah menjauhi segala yang membahayakan. Takut menurut definisinya adalah: Kau mengurung din agar tidak tersentuh maksiat. Syaja'ah (keberanian) menurutnya adalah: Sesuatu yang dengannya kebenaran dibantu. Al-Wasathiyyah (Moderasi) dalam pandangan Ibnu Taimiyah merupakan segala hal yang diseru oleh wahyu (baik Al-Qur'an maupun Sunnah). Hidup adalah: Prinsip. Ketinggian kedudukan itu ada dalam sujud. Dan kehinaan itu adalah mencuri ilmu!
Musuh-musuhnya memiliki semua sarana dunia, lalu mereka pun mati dalam keadaan hidup. Tanpa bekas dan tanpa diingat. Andaikata anda melihat buku-buku mereka, anda akan berpaling dan lari dari mereka dan anda akan dilanda rasa takut yang luar biasa. Sementara itu, dia memiliki semua sebab menuju akhirat, sehingga dia tetap 'hidup' dengan sejarah hidup dan ilmunya yang bermanfaat. Jika membaca buku- bukunya, maka anda akan berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami."Diruang-ruang belajar dia adalah sosok mujtahid dan dalam dunia tulis-menulis dia adalah mujahid. Untuk nilai-nilai utama dia adalah imamnya. Bagi semua bencana dia adalah pahlawannya. Bagi ujian-ujian dia adalah pengendalinya. Bagi makna hidup dia adalah aturannya. Bagi fatwa dia adalah karunianya. Dalam adab dia adalah Buhtari dan Tammam-nya. Dan dalam takwa dia adalah ka'bah dan maqamnya. Jika telah mengalir tinta dari tempatnya, maka aku katakan, "Dia adalah pakar, yang serupa dengan lautan. Sebab dia adalah sosok merdeka yang digerakkan oleh panasnya kebenaran untuk menaiki tangga-tangga kemerdekaan."
Dia kucar-kacirkan dengan Al-Furqan kekerdilan orang-orang sesat. Dia bungkam pengikut Al-Masih dengan jawaban yang shahih (Al-Jawab Ash-Shahih, salah satu nama buku yang ditulisnya, pen). Dia menyerang orang-orang Rafidhah dengan manhaj. Dia bela agama dengan Ad-Dar'u. Dia 'sembelih' celaan-celaan dengan Ash-Sharim.Orang-orang yang tidak menyukainya menentang dengan dalil-dali lemah dan teriakan, "Berapa banyak telah kami katakan." Maka dia patahkan dagangan mereka dengan nash yang shahih dan dalil akal yang gamblang. "Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mereka mendapat petunjuk (Al-Baqarah: 16).
Ibnu Taimiyah dikuasai oleh cahaya risalah, maka Allah tidak suka kecuali cahayanya menjadi sempurna. Dia lemparkan tongkat hujjahnya pada tukang sihir di zamannya, tiba-tiba tongkat itu menelan sermua apa yang mereka lakukan. Celakalah mereka akibat apa yang mereka sifatkan. Dia tidak menikah hingga umumya menjelang tujuh puluhan, sebab telah dilamarnya bidadari di surga. Dia telah memotong dengan semangat tingginya kepala syahwat. Dan dia bergerak dengan pasukan imannya dengan semangat. Dia memakaikan pakaian Nahwu pada ucapan-ucapan Al-Kasai. Dia alirkan dari pancuran pikirannya apa yang mengejutkan Al-Mazini.Dengan syair-syairnya dia membantah pikiran-pikiran Al-Asy'ari. Dan dengan bantahan-bantahannya dia bungkam pendapat Al-Maturidi. Dia kedepankan dalil-dalil yang mampu memotong semua syubhat Washil bin 'Atha' dan dengan hujahnya yang kuat dia lumpuhkan Al-Hallaj. Ibnu Taimiyah bagi agama ini adalah anak yang baik. Dia senantiasa beredar kemana pun dalil beredar. Kala manusia tak lagi peduli dengan ilmu, dia maju menerjang. Kala orang-orang berderet di depan pintu-pintu dunia, dia berdiri untuk menjauh.
Baca juga: Bersama Bilal Bin Rabah
Dia maju mencari makna-makna muru'ah dan menerjang kenikmatan-kenikmatan sesaat. Jika malam terasa panjang, maka dia perpendek dengan shalat malam. Jika siang terasa pendek, maka dia perpanjang dengan puasa. Dia dinginkan panasnya rasa cemburu dengan kesabaran. Dia luluhkan kerasnya hati dengan tafakkur dan dia alirkan bekunya air mata dengan dzikir. Dia tinggalkan istanauntuk orang-orang yang lalai dan dia lemparkan bekas-bekas reruntuhannya pada orang-orang yang hina dan jembel.Ibnu Taimiyah, tatkala dia sedang menempelkan hidungnya ke tanah dan bersujud pada Tuhannnya, orang-orang selainnya sedang berbaris di depan pintu para penguasa dan sultan. Tatkala dia dengan gencar membantah musuh-musuh sunnah, mereka malah menentangnya dengan keras.
Dia menyibukkan diri karena Allah, sementara mereka sibuk menjawab pendapatnya. Dia biarkan dunia, dirham dan dinar untuk mereka, maka mereka iri padanya atas ilmu, pemahaman dan hikmah yang dimilikinya. Kebun dan tamannya ada dalam dadanya. Dia taat pada Tuhannya dalam keadaan gampang dan sulit. Namanya melayang dari Thanjah hingga Punjab. Penjara baginya adalah khalwat.Di dalamnya kebaikan- kebaikannya meningkat dan waktu-waktunya terasa singkat. Saat dia dikeluarkan dari negerinya. Maka bagi ibnu taimiyah itu adalah rekreasi. Kala dirinya dicekal untuk berdakwah, baginya itu adalah istirahat. Dan kalaupun dibunuh, itu sama artinya dengan syahid. Karena, dia telah mempersiapkan bekalnya, telah menggemukkan kudanya dan telah mempersiapkan peralatannya. Dia memiliki buku kepahlawanan' yang ditulisi sesuai kemauan.
Dia memiliki "buku kejeniusan' yang dia penuhi dengan karya-karya. "Dan jadikanlah aku buah bibir yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian. " (Asy-Syu'araa': 83). Wahai para pendengki, ketahuilah sesungguhnya lelaki ini sangat terhormat. Dia telah melakukan kebaikan dan telah banyak memberi manfaat.Wahai musuh-musuhnya, sang imam telah sampai pada gemintang. Dia telah melampaui para sasterawan dan menyapa kecintaan para khatib. Dia tidak rela mati sebelum membuat para pembohong bertekuk lutut. Maka kecelakaan bagi sejarah, jika tidak menulis tentang dirinya dan memasukkannya ke dalam kelompok para shadiqin.
Penulis Mengutip Tulisan ini dari Kitab Hadaa'iq Dzatu Bahjah yang ditulis oleh Dr. 'Aidh Abdullah Al-Qarni