Buku Adalah Sebaik-Baik Teman Bergaul
DI antara tanda-tanda kebaikan, bukti kemuliaan dan baiknya masa depan adalah rasa cinta pada ilmu pengetahuan, lebih khusus lagi cinta pada Kitabullah, karena di dalamnya terdapat rahasia kebahagiaan manusia, rahasia hidup, cahaya dan hidayahnya. Setelah Kitabullah, barulah kita membaca buku-buku bermanfaat lainnya yang bisa menghapus karat dalam hati, menghapus tutup nurani, membuka ufuk, melepaskan ikatan dan menghancurkan tiang-tiang kebodohan. Qadhi Al- Jurjani berkata:
Baca juga: Menapaki Jalan Hidup Penghulu Manusia
Baca juga: Segala Sesuatu Ada Batasnya
Sesungguhnya duduk bersama buku menupakan kelezatan tensendiri dan merupakan kebahagiaan dalam keindahan puncaknya, Duduk sambil membaca buku akan melindungi kehormatan dari akibat buruk pergaulan dengan orang-orang yang tak berharga. Nasehat saya, perbanyaklah diam di dalam rumah untuk membaca buku, membuka lembaran-lembarannya dan memikirkan apa yang ada di dalamnya. Ingatlah nasehat Rasulullah Shallallahu Alaihi ua Sallam pada Uqbah bin Amir, "Jagalah lisanmu dan diamlah dalam rumahmu dan menangislah atas dosamu.Allamah, Al-Faqih, ahli bahasa dan seorang penyair, Ahmad bin Faris, penulis buku yang terkenal dalam bahasa dan nahwu berkata:
Sesungguhnya berbincang dengan buku-buku dalam jangka waktu yang lama akan menanamkan air mata yang banyak dan akan memancarkan sungai hikmah, merekah dan akan keluar darinya air penjelas, akan lepas darinya harta-harta simpanan yang bersinar cemerlang dan kutipan-kutipan orang-orang brilian.
Buku-buku adalah pintu gerbang agama-agama, dan bahan pencerahan peradaban yang orisinil, bagi akal yang sehat dan sadar,
Baca juga: Antara Cinta Dan Pernikahan
Para ulama sangat tidak suka untuk menjual bukunya, dan dia tidak akan membuat harganya murah. Buku buku itu dalam pandangan mereka adalah harta yang lebih berharga dari istana, dari rumah mewah, dari emas, dari perak, dari senjata dan dari tanah ladangnya. Simaklah kisah Abul Hasan Al-Fali.
Suatu saat dia terdesak kefakiran sehingga dia terpaksa menjual buku Al-Jamharah karya Ibnu Darid yang ditulis sendiri oleh Abul Hasan dengan tulisan tangan yang sangat indah. Buku itu pun dibeli oleh Syarif Al-Murtadha dengan harga enam puluh dinar. Di akhir tulisan dalam buku tersebut, AI Murtadha mendapatkan beberapa bait puisi yang ditulis oleh pemiliknya, yakni Abul Hasan:
Tatkala Syarif membaca bait ini, dia mengembalikan buku tersebut kepada Abul Hasan dan membiarkan dinarmya. Salah satu bukti kesemangatan seorang penuntut ilmu adalah usahanya yang serius untuk menjaga bukunya dan menggunakan uangnya untuk biaya menuntut ilmu. Harta itu adalah pelayan ilmu dan ilmu yang layak dilayani. Abul Hasan Al-Fali penulis bait yang disebutkan tadi adalah seorang ahli hadits, sasterawan dan sekaligus penyair. Dia meninggal pada tahun 448 H. Dia memiliki sejumlah syair yang indah yang memiliki hubungan dengan semangat tinggi, imu dan ahli ilmu. Di antaranya adalah bait-bait berikut:
Hendaknya anda paham tentang arti dari bait terakhir dari puisi ini bahwa sesungguhnya orang-orang salaf dan khalaf sama dengan mereka dalam postur tubuh, dalam duduk dan berdirinya, namun hakekatnya berbeda. Ulama-ulama salaf, mereka memiliki semangat yang menembus bintang, menjaga zaman, takut pada Sang Maha Rahman, kikir pada waktu-waktunya dan senantiasa berlomba keras untuk melakukan kebaikan.
Sementara ulama-ulama khalaf, semangat mereka dingin, jiwa mereka terkoyak-koyak dan waktu mereka terbuang cuma-cuma. Sebagaimana yang kita ketahui, Allah tidaklah melihat pada bentuk tubuh dan harta kita. Akan tetapi, Dia melihat pada hati dan perbuatan kita. Seorang yang alim itu tidak dikenal karena pakaiannya, seperti sorban dan jubah, selendang dan tongkat. Dia akan dikenal dengan ilmunya. Dengan pemahaman, kejujuran, zuhud dan rasa takutnya kepada Allah.
Sesungguhnya yang disebut musibah bagi para ulama salaf adalah sesuatu yang mengancam agama, ilmu dan dunia. Semoga keselamatan, rahmat dan berkah senantiasa terlimpah pada kita semua. Pengkudusan manhaj yang terdapat dalam ilmu yang bermanfaat dan amal saleh adalah fardhu ain atas setiap muslim dan muslimah yang menghormati dirinya, takut pada Tuhannya dan mencintai Rasul-Nya. Sementara, diam di kampung halaman, rela dengan kebodohan, memiliki tabiat buruk, takut menghadapi semua rintangan, takut mengarungi perjalanan untuk mendapatkan sesuatu yang mulia, semuanya merupakan lemahnya keinginan dan hinanya jiwa.
Sebagai contoh, simak Abu Tamam yang meminta anda sekalian untuk melakukan perjalanan guna mencari keutamaan-keutamaan. Dia berkata,
Sesungguhnya orang yang berani tidak akan pernah terhambat keinginannya karena rintangan. Dia tidak akan terputus maksud- maksudnya karena ada halangan. Dia memiliki vitalitas dalam menempuh perjalanannya dan demikian tulus menjejaki kesabarannya. Semangatnya menyala-nyala dan penuh tawakal pada Tuhannya.
Orang-orang terpilih dari kalangan ahli hadits, di antara mereka tidak memiliki rumah hanya sekadar untuk tempat berlindung. Sesekali dia berada di Mesir, lain kali ada di Syam, lalu di Hijaz, Yaman, Irak, Marw, kemudian Khurasan dan Asbahan. Sesungguhnya orang-orang yang menginginkan akhirat, melihat kemuliaan dunia ini sebagai sesuatu yang tidak berarti.
Dalam pandangan mereka, kedudukan dan posisi dalam pemerintahan serta penampilan tidak lebih berat dari biji sawi. Sebabnya, mereka tidak menginginkan kesombongan dan kerusakan di muka bumi. Seorang ahli hadits yang memiliki kegiatan mendiktekan hadits pada murid-muridnya, berpikir mengenai besamya nikmat yang diterima dan betapa agungnya kedudukan yang dimilikinya.
Sesungguhnya pajak pertama dalam perjalanan menuju Allah yang harus dibayar adalah menaklukkan hawa nafsu, membunuhnya pada hari kemenangan dan mengungkap tipu daya setan. Namun masalahnya tidak semudah yang kita bayangkan, karena terkadang pada pelaksanaannya sulit dan pelik. Hanya yang diberi kemudahan oleh Allah-lah dan bersabar yang dapat menghadapi masalah tersebut dengan gampang.
Tulisan ini berdasarkan kitab Hadaa'iq Dzatu Bahjah yang ditulis oleh Dr. 'Aidh Abdullah Al-Qarni