Perioderisasi Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam
Banyak penulis dalam bidang pendidikan membagi sejarah perkembangan pendidikan Islam kepada periode-periode berikut;
1. Zaman Pendidikan Periode Awal
Pendidikan Periode awal ini juga disebut dengan zaman Pembinaan. Zaman ini terdiri dari: zaman Rasul dan sahabat-sahabat, yaitu antara tahun 571 M dan 661 M. zaman Kerajaan Umaiyah, bermula dari tegaknya kerajaan Umaiyah di Damaskus pada tahun 661 M. sampai jatuhnya pada tahun 705 M.Baca juga: Pentingnya Pendidikan Untuk Kemajuan Masyarakat
Ciri-ciri utama pendidikan Islam pada zaman permulaan adalah sebagai berikut :- Pendidikan Islam murni berdasarkan Al- Quran dan Hadis.
- Bertujuan untuk meletakkan dasar-dasar agama yang baru.
- Pada prinsipnya berdasar pada ilmu-ilmu A-Quran (naqliyah).
- Menaruh perhatian pada perkataan yang tertulis sebagai alat perhubungan penting.
- Membuka jalan untuk mempelajari bahasa- bahasa asing. Bergantung pada surau (Kuttab), masjid dan perpustakaan sebagai pusat pendidikan.
Baca juga: Pengantar Metode Pendidikan Islam
2. Zaman Keemasan:Yang bermula dengan berdirinya kerajaan Abbasiyah di Bagdad pada tahun 750 Masehi berakhir dengan jatuhnya kerajaan Abbasiyah pada tahun 1258 M. Oleh Genghis Khan. Sedang di bahagian Barat sepanjang Zaman keemasan ini bemula pada tahun 711 M, dan berakhir dengan jatuhnya Granada pada tahun 1392 M. kerajaan Islam terakhir đi Sipanyol.
3. Zaman Kemerosotan (Kerajaan Uthmaniyah):Zaman ini bermula dengan berdirinya kerajaan Uthmaniyah pada 1517 M. sampai tahun 1917, yaitu kalahnya Turki pada perang dunia pertama dan bebasnya negara-negara Arab dari kerajaan Uthmaniyah dengan kerjasama penjajah-pen- jajah Inggeris, Perancis dan Missionary Kristen.
4. Zaman Baru:Semenjak permulaan abad kedua puluh sampai sekarang.
Selengkapnya akan penulis uraikan tentang perioderisasi pendidikan Islam. Penjelasannya adalah sebagai berikut:Zaman Awal Dalam pendidikan Islam
Seperti telah diterangkan di atas, perkembangan pendidikan Islam pada zaman awalan itu bertujuan terutama menegakkan aqidah Islam berdasarkan pada Al-Quran dan Sunnah. Segala perselisihan di kalangan umat Islam selalu dikembalikan kepada dua sumber tersebut.Dalam hal-hal tertentu di mana penyelesaian masalah yang timbul itu tidak ada dalam Al-Quran dan Sunnah barulah digunakan ij tihad, seperti makna Hadis berkenaan dengan pengutusan Mu'az bin Jabal ke negeri Yaman.
Tetapi semenjak berpindahnya pusat kerajaan Islam ke Damaskus, di samping digalakkannya penterjemahan berbagai buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab maka timbullah berbagai masalah yang dahulunya tidak pernah timbul di kalangan umat Islam. Persoalan sama ada Al-Quran itu baru (Hadis) atau Lama (Qadim) mulai menjadi bahan pendebatan di kalangan ulama-ula- ma golongan Asy'ariyah dan golongan Muktazilah. zat dan sifat Allah itu berbeda atau itu, itu juga sudah menjadi bahan perbahasan yang berterusan yang kadang-kadang sampai kepada kafir mengkafirkan antara satu golongan dengan golongan lain.
Masing-masing mempertahankan pendapat dengan tujuan membela kesucian agama Islam. Dapat disimpulkan di bawah ini ciri-ciri khas pendidikan Islam pada zaman awalan ini sebagai berikut:
1. Menonjolkan unsur Arab pada pendidikan Islam.
Ini disebabkan karena unsur Arab lebih banyak di samping unsur-unsur Islam yang baru belum tegak de. ngan teguh. Juga tampuk pimpinan dalam pemerintah- an, politik, agama dan kebudayaan masih di tangan orang-orang Arab.
Juga pada zaman ini, terutama pada zaman Umaiyah diaturkan berbagai kursus (halaqah) di dalam mesjid yang membawa timbulnya berbagai mazhab dan aliran-aliran dalam berbagai bidang ke Islaman, seperti golongan Khawarij, Syi'ah dan Mukta- zilah. Setengah-setengah Khalifah Umaiyah telah mengikuti aliran Muktazilah sebagai aliran atau mazhab rationalisma dalam Islam. Sebab berkembangnya aliran- aliran dan mazhab-mazhab Islam ini maka ulama-ulama pun bertambah minat untuk membahas berbagai masalah-masalah agama, di antaranya masalah qadha, qadar, Jabar, ikhtiar, melakukan dosa besar dan lain-lain lagi. Ini semua dilakukan dalam rangka kebudayaan dan bahasa Arab.
2. Bertujuan menegakkan prinsip agama yang baru dengan menyiarkan ajaran-ajarannya bagi daerah-daerah bersama tentara-tentara untuk menyiarkan dakwah Islam di situ, seperti dibuat oleh Khalifah Umar bin Abd. Aziz dalam mengutus sepuluh orang ahli fiqhi untuk mengajar penduduk Barbar tentang agama Islam.
3. Bergantung penuh pada ilmu-ilmu Al-Quran dan Hadis (naqliyah), termasuk berbagai ilmu agama seperti taf- sir, Hadis, Tajwid, fiqhi dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya seperti ilmu-ilmu bahasa, nahwu. sastera, balaghah dan lain-lain.
4. Mementingkan penulisan sebagai alat perhubungan yang dahulunya tidak dipentingkan. Jadi Islam menggalakkan penulisan, seperti amalan Rasulullah s.a.w. menyuruh menulis wahyu yang diturunkan kepadanya dengan meminta tolong kepada orang-orang yang tahu menulis pada waktu itu.
Cerita tentang ini telah banyak ditulis berkenan dengan jurutulis-jurutulis Nabi seperti Abi Kaab Al-Ansari, Zaid bin Thabit Al-Ansari, Abdullah bin Saad, Uthman bin Affan, Syurahbil bin Hasanah, Ibban bin Said, Muawiyah bin Abi Sufyan dan lain-lain.
5. Membuka pintu lebar-lebar untuk mempelajari bahasa-bahasa asing. Ini didorong oleh keperluan bertambah- nya kawasan Islam yang mendorong orang Islam mempelajari bahasa-bahasa asing. Nabi sendiri menyuruh sa- habat-sahabatnya mempelajari bahasa Ibrani, dan Suryani untuk menuliskan surat-suratnya. Seperti yang berlaku pada Zaid bin Thabit ketika Rasulullah s.a.w. memerintahkan kepadanya mempelajari tulisan Ibrani untuk membuat surat-menyurat Nabi dengan mereka. Zaid pun berbuat demikian.
6. Bergantung penuh pada surau (kuttab) dan masjid sebagai pusat-pusat pendidikan, atau sekarang disebut institusi pendidikan. Sekolah (madrasah) belum lagi dikenal pada waktu itu. Juga perpustakaan belum dikenal pada waktu itu. Kedua institusi ini masih tetap memainkan peranan berabad-abad lamanya sampai sekarang ini.
Zaman Keemasan Dalam Pendidikan Islam
Sebelumnya telah disebutkan secara sepintas lalu bahwa zaman ke- emasan pendidikan Islam ini mengenal dua pusat, yaitu kerajaan Abbasiah yang berpusat di Baghdad yang berlangsung kurang lebih lima abad (750 1258 M), dan kerajaan Umaiyah di Sepanyol yang berlangsung kurang lebih delapan Abad (711-1492 M). Masing-masing berpusat, berturut-turut, di Baghdad dan Cordova. Kerajaan Islam di Timur (masyriq) yang berpusat di Baghdad telah menunjukkan kemajuan dalam segala cabang ilmu pengetahu- kesenian.
Sehingga kalau kita buka-buka lembaran sejarah dunia dalam masa kerajaan Abbasiah ini kita akan jumpai hanya ab ahli dari orang-orang Islam belaka Geografi, kimia, fizika, matematika, sastera, kedokteran, falak di samping ilmu-iimu agama Di saat itu jugalah diciptakan suatu institusi pendidikan baru. yaitu sekolah (madrasah). Hospital, fabrik-fabrik peluru pertama kali dikenal dalam sejarah dunia yang didirikan pada zaman pemerintahan Harun Al Rasyid.
Di antara ulama-ulama Islam yang terkenal pada masa ini adalah Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Juga sepanjang kerajaan Abbassiyah inilah munculnya ulama- ulama dan failasuf-failasuf terkenal seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazzali dan lain-lain. Zaman pemerintahan Al-Makmun menyaksikan sumber perkembangan ilmiah dan penterjemahan buku- buku lama dari berbagai bahasa ke bahasa Arab.
Di antaranya kitab-kitab Plato dan Aritotles. Khalifah Al-Makmun sangat ge- mar berkumpul dengan ulama-ulama, filosof-filosof dan hukama sebab beliau beranggapan bahwa mereka itulah ahli waris nabi- nabi seperti makna sebuah Hadis. Dengan terjemahan kitab-kitab lama dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, terutama kitab- kitab Plato dan Aristoties maka mulailah faisafah Yunani itu me- myelinap manuk ke dalam pemikiran umat Islam.
Juga buku-buku kedokteran ciptaan Galenus diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan mendapat perhatian besar di kalangan ulama-ulama Islam. Ma- lah Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Ibnu Thufail adalah di antara filosof- filosof yang juga adalah doktor perobatan. Knitik pertama yang dihadapi oleh ulama-ulama Islam dengan terjemahan kitab-kitab Yunani ini adalah aspek-aspek yang ber- tentangan dengan ajaran Islam dalam falsafah Yunani tersebut.
Sehingga filosof-filosof Islam berusaha keras membantah aspek- aspek yang bertentangan dengan aqidah Islam itu dengan tafsiran Islam Misalnya tentang soal kejadian manusia, dalam falsafah Aristotles dikatakan bahwa jiwa itu dahulu (qadim). Ini sejajar dengan dasar falsafahnya yang mengatakan bahwa alam ini terdiri dari benda (matter) dan bentuk (form).
Bentuk itulah yang asal sedang benda merupakan sifat daripadanya Dalam hal manusia ada tubuh (matter) dan jiwa (form). Jiwa itulah yang asal sedans tububh adalah sifat (a'rdh). Kalau dia asal, tentulah ia dahulu (qadim) dan kekal (baqi).
Ini bertentangan dengan aqidah Islam yang mengatakan bahwa yang qadim dan baqi hanya Allah, yang lain semuanya baharu (hadis) dan fana' (tak kekal). Aristoteles tidak dapat membayangkan suatu proses penciptaan, temasuk manusia, dari tiada (Al-'Adam) kepada ada (wujud). Ciptaan ha- nya boleh berlaku dari sesuatu yang wujud secara potensial, ini diberi istilah ma'dum, yakni ada tetapi belum nampak.
Begitu jugalah jiwa, Dia dahulu (qadim) sebab kalau tidak, tentulah tubuh tidak dapat tercipta. Filosof Islam berkata bahwa Allah dapat mencipta dari tiada (Al-'Adam), Seperti ayat yang berbunyi: "Urusan-Nya h any alah kalau la menghendaki sesuatu bahwa la mengatakan: jadilah, maka terjadilah ia".
Proses pengislaman falsafah Yunani tentu saja dengan tujuan baik, yaitu berusaha menyiarkan agama Islam kepada orang- orang yang telah lama menganut falsafah Yunani ini. Tetapi penga- ruhnya yang buruk juga tidak sedikit, yaitu timbulnya usaha go- longan kaum Muslimin untuk menafsirkan ajaran Al-Quran dengan kacamata falsafah Yunani, seperti berlaku pada golongan Ikhwanussofa. Oleh sebab itu tidak heran kalau serentak dengan itu timbul pula ulama-ulama yang berusaha membela kelebihan dan keutama- an Islam dibanding dengan karya-karya Yunani. Dalam bidang tata bahasa (grammar) bangkitlah Al-Khalil bin Ahmad, dalam bidang keritik sastera (AI-Balaghah) muncul Abd. Qahir Al-Jurjani, dalam bidang semantic (Bayan) Al-Jahiz, selain dari filosof-filosof yang kita sebutkan di atas.
Di antara yang paling banyak mengkaji falsafah Yunani barangkali adalah Al-Ghazzali, tetapi juga yang pa- ling lantang mengeritik falsafah dalam bukunya Tahafut Al-Falasi- Tah. Satu hal yang harus diperhatikan di sini adalah bahwa ulama itu berusaha membela keunggulan Al-Quran berhadapan peradaban Yunani.
Walaupun Al-Ghazzali pada mulanya berusaha memadukan antara aqal, satu-satunya sumber pemikiran Yunani, dan wahyu, tetapi beliau pada akhirnya mencampakkan falsafah dan menganggapnya hanyalah sebagai langkah pertama menuju kepada hakikat. Langkah-langkah selanjutnya haruslah diambil, yaitu melalui kasyaf. Ini digambarkan dengan jelas sekali dalam bukunya: "Al-Munqiz Min Al-Dhalal" (cara menghindarkan diri dari kesesatan).
Di kerajaan Islam di sebelah Barat (Maghrib) terutama di Sepanyol (Andalusia) muncul ulama-ulama dan filosof Islam ter- kenal, seperti Ibnu Bajah, Ibnu Hazm, Ibnu Thufail, Ibnu Arabi, dan Ibnu Rusyd. Kemudian belakangan sekali adalah Ibnu Khal- dun. Ibnu Rusyd dianggap komentator teragung terhadap falsafah Aristoteles. Di zamannyalah banyak penuntut-penuntut Italia belajar di Sepanyol, dan mungkin melalui merekalah idee Ibnu Rusyd tersebar di seluruh benua Eropah, terutama berkenaan dengan usahanya memadukan antara Agama dan Aqal (naqal dan Kajian-kajian yang dibuat oleh Athen Placius membuk tikan adanya pengaruh Ibnu Rusyd terhadap Thomas Aquinas terutama tentang pemaduan antara aqal dan agama.
Sebab dia beranggapan bahwa kegagalan agama Kristen di zamannya itu adalah sebab ti- dak mengiktiraf akal. Maka dipinjamnya pendekatan Ibnu Rusyd, tanpa menyebut namanya, dan mengatakannya itu adalah cipta- annya. Maka muncullah Thomas Aquinas sebagai penyelamat dunia Kristen.
Walau bagaimanapun, falsafah Aristotles yang berpangkal pada prinsip dualisme yaitu benda (matter) dan bentuk (form) dan telah di-Islamkan mula-mula oleh Al-Farabi, kemudian oleh Al-Ghazzali dan akhirnya oleh Ibnu Rusyd menyelinap ma- suk ke dalam dunia Kristen dan menyelamatk an dunia Kristen dari kehancuran fikiran. Falsafah Thomas Aquinas inilah yang menjadi dasar falsafah sekolastik (scholastics) yang sampai sekarang menja- di pegangan bagi umat Katolik, Menurut falsafah Aristotles yang sekarang disebut falsafah sekolastik, manusia adalah benda hidup di mana roh adalah pangkal hidup. Jadi tubuh dan roh satu, berpadu secara substansi.
Dualisme Aristotles ini dapat digambarkan sebagai berikut: terdapat perbedaan asasi antara fungsi-fungsi biologikal seseorang dan fungsi-fungsi intelektual dan rasionalnya. Perpaduan substansi antara roh dengan badan menyebabkan mung kinnya berlaku fungsi-fungsi biologikal, tetapi hanya rohlah yang menjadi prinsip dasar bagi fungsi intelektual dan rasional. Berfikir, berkehendak adalah fungsi spiritual, sebab ia adalah kekuatan roh dan hanya secara ekstrinsik bergantung pada benda (tubuh).
Itulah ajaran Thomas Aquinas yang diambil dari Ibnu Rusyd yang juga berasal dari Aristotles tetapi setelah di-Islamkan oleh filosof filosof sebelumnya, seperti Al-Farabi dan Al-Ghazzali. Selepas Ibnu Rusyd hanya Ibnu Khaldunlah termasuk ahli- ahli fikir Islam yang dihasilkan oleh sistem pendidikan di zaman kegemilangan ini, baik di Timur (Abbasiyah) ataupun di Barat (Sepanyol) dan Afrika Utara. Dengan jatuhnya kerajaan Muwahhidin di Afrika Utara barulah zaman kegemilangan Islam, termasuk dalam bidang pendidikan. Setelah kita sebutkan, salah satu faktor yang mendorong kemajuan dalam bidang pendidikan adalah perhatian penuh oleh penguasa-penguasa dari pejabat-pejabat pemerintahan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan, menggalakkan ulama-ulama dan ahli-ahli, menggalakkan terjemahan, dari kebudayaan yang lama ke dalam bahasa Arab dan seterusnya.
Setelah semangat ini pudar, maka pemerintahan pun lama kelamaan menjadi lemah dan akhir- nya hancur menjadi rebutan penyerang-penyerang dari luar. Setelah kerajaan Muwahhidin jatuh, kerajaan hanya terdiri dari negara- negara kecil yang bermusuh satu sama lain.
Zaman Kemerosotan Pendidikan Islam
Walaupun kerajaan Islam selepas kerajaan Muwahhidin itu telah berpecah-pecah dan tinggal sisanya negara-negara kecil yang berperang satu sama lain, tetapi pada tahun 1517 muncullah orang-orang Turki di panggung sejarah sebagai kekuatan militer dan dapat menguasai negara-negara Arab dan selanjutnya sebahagi- an besar negara-negara Islam, malah suatu masa sanggup sampai ke pintu gerbang kota Vienna. Akan tetapi orang-orang Turki yang menguasai negara-negara Islam lebih tertarik membina kekuatan militer dan melupakan sama sekali perkembangan ilmu pengetahu- an dan pemikiran. Akhirnya negara-negara Islam di bawah kerajaan Turki tidur nyenyak hampir empat abad lamanya. Keadaan umat slam pada abad ke 19 tidak lebih baik dari keadaan umat Islam pada abad ke 13. Sudah tentu keadaan pendidikan mencerminkan kemunduran ini. Sehingga dapatlah diringkaskan keadaan dunia Islam pada abad ke 18 dan awal abad ke 20, bahwa dunia Islam menghendaki perubahan.
Suara yang pertama sekali muncul me- minta perhatian ini ialah Muhammad bin Abd. Wahhab di Hijaz pa. đa penghujung Abad 18. Diikuti oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh pada pertengahan abad ke 19. Walaupun keduanya berusaha mengadakan perubahan, yang pertama menghen- daki perubahan politik, yang kedua dalam bidang pendidikan. Pelopor-pelopor kebangkitan ini sebenarnya menghendaki ke- bangkitan dengan jalan kembali kepada ajaran Islam yang asli, mengikuti ahlissunnah wal jama'ah.
Zaman Modern
Kebangkitan dari segi fikiran tidak dapat dipisahkan dari segi politik dan militer. Sebab sebelum Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh mencanangkan teriakan kebangkitan, Muhammad Ali yang akan jadi Gubernur Turki di Mesir, kemudian berpisah dari Turki sama sekali dan menciptakan dinasti Muhammad Ali di Mesir yang berakhir dengan Raja Faruk. Muhammad Ali sadar bahwa kekalahan bertubi-tubi yang dialami oleh Turki berhadapan dengan negara-negara Barat: Inggeris, Perancis, dan Rusia adalah sebab mereka kalah dalam teknologi militer.
Oleh sebab itu usaha pertama oleh Muhammad Ali untuk menebus kekalahan ini adalah mengutus pelajar-pelajar Mesir belajar di Perancis. Rombongan pertama dikepalai oleh Rifaah Al-Tahthawi, sebenarnya untuk belajar teknologi militer. Dari segi pendidikan langkah pertama ini besar pengaruhnya bagi perkembangan pendidikan di negara-negara Arab dan dunia Islam pada umumnya.
Sudah tentu pendidikan yang diterimanya di negeri Perancis memberi fikiran baru baginya untuk membuat perubahan di negaranya. Sudah tentu dengan seginya yang positif dan negatif. Sesudah Rifaah Al-Tahtawi muncullah Muhammad Abduh yang mulanya berusaha bersama dengan Jamaluddin Al-Afghani untuk menciptakan Al-Jami'ah Al-Islamiyah (Pan Islamisme) a berpendapat bahwa tidak ada jalan lain untuk kembali untuk memperbaiki keadaan umat Islam kecuali dengan kembali kepada prinsip-prinsip Islam Yang benar.
Kutipan Dari Buku Manusia Dan Pendidikan yang ditulis oleh Hasan Langgulung