Hadits Fitrah Manusia
قال النبی ﷺﷺ: الفطرة خمس أوخمس من الفطرة: الختان والإستحداد ، ونتف الإبط ، وتقليم الأظفار ، وقصر الشارب
”Nabi sam bersabda: Fitrah itu lima, atau lima itu dari fitrah, khitan, istihdad ( mencukur bulu kemaluan ), mencabut bulu ketiak, mengerat kuku dan menggunting misai ( kumis )” ( Al Bukhary 77: 63 ; Muslim 2: 16 ; Al Lulu-u wal Marjan 1:65 )
Begitu juga dengan Sabda Nabi melalui Hadits riwayat Abdullah ibn Umar ra. berkata:
قال النبي من خالفوا المشركين ، وفروا اللحي واحـفـوا الشوارب
”Nabi saw bersabda: Kamu harus berlainan kamu dari orang-orang musyrikin, biarkanlah janggut tumbuh sempurna serta panjangkanlah janggut-janggutmu.”( Al Bukhary 77: 65 ; Muslim 2: 16 ; Al Lu'l-u wal Marjan 1: 66 )
Juga Hadits dari Abdullah ibn Umar ra, berkata:
قال رسول الله إنهكوا الشوارب واعفو اللحي
”Rasulullah saw bersabda: Guntinglah misai-misaimu dan sempurnakanlah werte besarkanlah janggut-janggutmu”( Al Bukhary 77: 65 ; Muslim 2:16, Al Lache wal Marjan 1: 66 ).
Penjelasan HaditsKeraguan di sini, apakah Nabi saw. mengatakan”fitrah itu lima”ataukah Nabi mengatakan”lima itu dari fitrah ", adalah dari perawi hadits ini Dalam suatu riwayat yang lain dari Muslim, tegas disebut:”al fithratu khamsun (fitrah itu lima).”
Sesudah itu, barulah Nabi menafsirkan yang lima itu Nabi menerangkan, bahwasanya urusan-urusan yang berdasarkan fitrah manusia, ada lima perkara.
Dalam pada itu, perkataan Nabi”fitrah itu lima perkara ", tidak memberi pengertian bahwa urusan fitrah itu, hanya yang lima perkara ini saja. Karena dalam hadits-hadits yang lain, kita ketemukan beberapa urusan lain yang dimasukkan ke dalam urusan-urusan fitrah Para ulama berbeda pendapat tentang makna fitrah. Abu Sulaiman Al Khaththaby berkata:”Kebanyakan ulama berpendapat, bahwa dimaksud dengan fitrah ialah sunnah.”Begitu juga diterangkan oleh segolongan ulama. Mereka berkata:”Makna lima perkara dari fitrah, ialah lima perkara dari sunnah-sunnah Nabi. Ibnu Daqiqil Id berkata:”Berkatalah Abu Abdullah Muhammad ibn Ja'far At Tamimy yang terkenal dengan nama Al Qazzaz dalam kitab tafsir Gharib Shahih Al Bukhary, fitrah dalam bahasa Arab dipakai dalam beberapa arti ( makna ).
Pertama, menciptakan seperti dalam perkataan,”fatharallahul khalqa fithratan- Allah menciptakan makhluk-Nya. Fathir dalam perkataan”wallahu fathirus samawati wal ardhi ", bermakna:”yang mencipta.”Maka makna perkataan itu, ialah”dan Allah pencipta langit-langit dan bumi.”
Kedua, tabiat asal kejadian manusia, tabiat yang Allah ciptakan terhadap manusia atas tabiat itu. Nabi saw. bersabda:”Kullu mauludin yuladu ' alal fithrati setiap anak yang dilahirkan, dilahirkan atas fitrah ( tabiat yang suci ).
Ketiga, zakatul fithri. Makna-makna yang lebih utama dari makna-makna tersebut dalam hadits ini, ialah tabiat asal kejadian, yaitu membenci sesuatu yang tumbuh di badan yang t tidak menjadi hiasan badan.
Fitrah yang pertama, ialah khitan, yaitu memotong kulup yang menutupi hasyfah zakar dari orang laki-laki dan memotong sebagian kulit yang terletak di atas kemaluan perempuan yang keadannya seperti lembing ayam jantan Khitan orang laki-laki dinamakan i'dzal Khitan orang perempuan, dinamakan khafadh Perempuan yang memotong itu, dinamakan khafidhah.
Ibnu Daqiqil Id berkata Para ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan Ada yang mewajibkannya, yaitu Asy Syafi'y Ada yang men jadikannya suatu sunnat saja, yaitu Malik dan kebanyakan ashhabnya Hal ini adalah terhadap orang laki-laki Adapun terhadap perempuan maka khitan itu hanyalah suatu makramah ( kemuliaan ). Demikianlah pendapat mereka.Golongan yang menafsirkan fitrah dengan sunnah berpegang kepada makna itu untuk menetapkan bahwa khitan tidak wajib, dengan dua jalan pertama, sunnat itu disebut untuk imbangan wajib, kedua, qarinah-qarinah khitan di sim, atau urusan-urusan yang disebut beserta khitan di sini, semuanya disunnahkan.
Ibnu Daqiqil Id berkata ”Kita dapat mendebat pendapat ini dengan menetapkan, bahwa menetapkan lafal sunnah sebagai imbangan wajib adalah menetapkan istilah ahli fiqh Mengambil dalil dengan dalalatul iqtirah, yakni menetapkan sesuatu hukum atas sesuatu, serupa dengan hukum yang ditetapkan atas hal-hal yang disebutkan bersamanya, adalah dhaif, tidak dapat dipegang,
Dalam pada itu, menurut pendapat Ibnu Daqiqil Id dapat kita pandang kuat paham ini, karena perkataan fitrah adalah suatu lafal yang dipergunakan untuk lima perkara. Maka kalau yang lima itu berlain-lainan hukumnya, berarti kita memakai suatu lafal dalam dua arti yang berbeda.
Ibnu Daqiqil Id, rupanya membolehkan kita memakai lafal musytarak ( lafal yang banyak maknanya ), untuk seluruh maknanya. Yang demikian ini, tidak dibenarkan oleh kebanyakan ahli ushul. Menurut zhahir perkataan hadits, fitrah di dalam hadits ini dimaknakan dengan sunnah dan syariah.
Maka sunnah dan syariah itu ( diterapkan ) terhadap segala yang disyariatkan. Maka dalalahnya kepada yang tersebut dalam hadits ini, adalah dari dalalah mutawathiah bukan musytarak lafzhi, yakni kata fitrah menunjukkan kepada semua yang tersebut ini atas dasar disyariatkan, bukan atas dasar kata fitrah itu mempunyai arti-arti tersebut, yang dipakai sekaligus. Kata fitrah dalam rangkaian kata ini, berarti yang diisyariatkan.
Karena kebetulan semuanya itu disyariatkan ( baik atas dasar wajib dan sebagainya atas dasar sunnat ), kalimat fitrah mencakup kesemuanya.
Inilah yang dinamakan dalalah mutawathiah Fitrah yang kedua ialah, istihdad, yaitu mencukur bulu-bulu yang tumbuh di atas zakar ( penis ) orang laki-laki dan sekitarnya, demikian pula bulu yang tumbuh di sekitar kemaluan perempuan.
Menurut pendapat Abul Abbas ibn Syuraij, bulu anah, ialah bulu yang tumbuh di sekitar lubang dubur. Fitrah yang ketiga, ialah mencabut bulu ketiak. Fitrah yang keempat, ialah mengerat kuku Fitrah yang kelima, ialah menggunting misai ( kumis ).
Nabi menyuruh umat supaya menyalahi kebiasaan orang-orang musyrikin Mereka mencukuri janggut dan kumis. Karena itu Nabi menyuruh kita umat Islam memelihara janggut dengan sempurna dan menggunting misai, hingga pendek.
An Nawawy berkata: ”Kebanyakan urusan-urusan yang tersebut ini tidak wajib di sisi para ulama. Dan pada sebagiannya, ada khilaf ( perbedaan ) tentang wajibnya, seperti khitan. Dan tidak ada halangan disertakan sesuatu yang wajib dalam rangkaian pekerjaan-pekerjaan yang sunnat.
Allah swt berfirman:
كلوا من ثمره إذا أثمروأتوا حقه يوم حصاده
”Makanlah sebagian dari buaknya apabila dia telah berbuah dan berikanlah haknya pada hari menuinya.”( QS. 6, Al An'am: 141 ).
Mengeluarkan zakat adalah wajib, sedang makan, tidaklah wajib. Ini suatu bukti bahwa tidak salahnya menyertakan sesuatu yang wajib dalam rangkaian pekerjaan yang sunnat.
An Nawawy berkata pula:”Khitan boleh dilakukan di waktu masih kecil, bukan wajib dilakukan di masa kecil. Dalam pada itu, ada yang berpendapat, bahwa wajib atas wali mengkhitan anak kecil sebelum sampai umur. Tetapi ada suatu pendapat, yang menetapkan, bahwa mengkhitan anak kecil sebelum berumur 10 tahun, haram hukumnya.
Pendapat yang shahih dalam masalah ini, ialah disukai supaya khitan itu dilakukan pada hari yang ketujuh dari hari kelahiran.”Ulama-ulama Syafi'iyah mempunyai tiga pendapat, tentang orang yang mati sebelum dikhitan.
Yang shahih dari pendapat-pendapat itu ialah tidak dikhitan orang yang meninggal yang belum dikhitani, baik dia masih kecil, maupun dia sudah besar Pendapat yang kedua, dikhitan orang yang telah besar, tidak dikhitan anak yang masih kecil. Pendapat ketiga, dikhitan kedua duanya.
Yang dimaksud dengan istihdad, ialah membersihkan tempat di sekitar zakar dan kemaluan perempuan dari bulu-bulu yang tumbuh di situ.
Yang utama, ialah dibersihkan bulu-bulu itu dengan mencukurnya Tetapi bolch digunting dan boleh dicabut. Mengingat makna anah yang diberikan Ibnu Suraij, maka disukailah kita mencukur bula yang tumbuh di sekitar qubul dan sekitar dubur.
Mengenai waktu mencukurnya, terserah kepada keadaan Hadits Anas ibn Malik yang menerangkan, bahwa Rasulullah telah mewaktukan bagi para sahabat dalam mencukur misai, mangerat kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan supaya tidak dibiarkan lebih dari 40 malam, maksudnya ialah tidak boleh lewat dari waktu tersebut, bukan harus menunggu cukup 40 hari Mengerat kuku adalah suatu sunnat, bukan wajib dan disukai supaya dimulai dengan mengerat kuku-kuku tangan sebelum mengerat kuku-kuku kaki.
Mengenai kuku-kuku kaki, maka dimulai dengan kelingking kaki kanan terus sampai ke kelingking kaki kiri Mengenai pencabutan bulu ketiak, maka para ulama sepakat menyunnatkannya Yang utama, bulu ketiak itu dicabut, kalau dapat menahan sakit. Kalau dicukur sebaiknya dengan memakai kapur. Dan disukai supaya memulai dengan ketiak kanan.
Yunus Ibnu Abdul A'la berkata:”Saya datang kepada Asy Syafi'y yang bulu ketiaknya sedang dicukur oleh seorang tukang cukur. Maka Asy Syafi'y berkata: Saya mengetahui, bahwa yang sunnah, ialah mencabut bulu ketiak Tetapi saya tidak dapat menahan sakit.”
Mengenai pengguntingan misai ( kumis ) maka para ulama menyunnatkan juga Disukai supaya dimulai dengan mengerat sebelah kanan.
Para ulama telah menerangkan 10 perkara yang dimakruhkan mengenai janggut:
- menginaikannya ( mencelupnya ) dengan warna hitam, bukan untuk maksud pergi berjihad
- menginaikannya ( mencelupnya ) dengan warna hitam kuning untuk menyerupakan diri dengan orang shalih bukan karena mengikuti sunnah
- memutihkan janggut supaya dipandang telah tua, agar dimuliakan orang dan dipandang seorang besar.
- mencabutnya di waktu janggut mulai tumbuh supaya orang menyangka masih muda
- mencabut janggut-janggut yang putih
- menyisir janggut untuk menarik perhatian manusia
- membiarkan janggut kusut masai.
- mencukur janggut
- merasa bangga dengan masih hitamnya janggut karena masih muda dan merasa megah dengan janggut telah putih agar orang menganggap telah tua
- memintal-mintalkan janggut
Ibnu Daqiqil Id berkata:”Hikmah kita disuruh menggunting kumnis adalah untuk menyalahi orang-orang ' Ajam ( orang-orang musyrikin ) yang pada masa itu membiarkan kumis tumbuh panjang Dan disukai kita menghilangkan ujung-ujung bulu kumis dari tempat masuk makanan dan minuman.
Di dalam memotong kuku, yakni memotong yang lebih dari daging yang bertujuan untuk membaguskan thaharah. Kemudian menghilangkan kejelekan dan supaya lebih mudah menyempurnakan dalam bersuci.
Adapun sebabnya bulu ketiak dicabut dan bulu kemaluan dicukur karena bulu yang dicukur akarnya menjadi kuat, dan menjadi subur pertumbuhannya. Karen a itulah para tabib, menyuruh kita mencukur rambut yang tumbuh di tempat-tempat yang dikehendaki supaya rambut tumbuh dengan subur.
Mengenai ketiak, maka apabila bulu yang tumbuh banyak akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Karena itu disunnahkan kita mencabutnya, supaya lemahlah akarnya dan kuranglah baunya.
Menurut Ath Thabary, perintah yang dikandung olch hadits ini, adalah lif trayad, yakni untuk sekedar memberi petunjuk, bukan merupakan perintah wajib, karena semua ini mengenai soal keduniaan.
Kesimpulan
Hadits pertama, mensyariatkan kita berkhitan, beristihdad, mencabut bulu ketiak, mengerat kuku dan menggunting kumis.
Hadits kodua dan ketiga, menyuruh kita memelihara janggut dengan sebaik-baiknya dan menggunting kumis dengan sebaik-baiknya pula.
Tulisan ini adalah Kutipan dari Buku Mutiara Hadits Jilid Yang Kedua tulisan dari Hasbi Ash-Shiddieqy