Hadits Larangan Puasa Wishal
Di antara hal yang paling penting yang harus diperhatikan dalam berpuasa adalah menyegerakan dalam berbuka. Segera dalam berbuka berpuasa adalah bagian dari sunnah yang di dalamnya ada keberkahan dan kebaikan. Nabi melarang kita untuk melambatkan diri dalam berbuka puasa apalagi berpuasa secara terus menerus tanpa berbuka. Inis ebagaimana Sabda Nabi dari Ibnu Umar ra, berkata:
”Rasulullah saw melarang para sahabat berpuasa sehari semalam penuh karena itu mereka berkata: Sesungguhnya aku ini tidak seperti kamu. Aku diberi makanan dan minuman.”Al Bukhary 30: 49, Muslim 13: 11; Al Luch-u wal Marjan 2: 9 ). 673 )
Abu Hurairah ra. berkata:
نهى رسول اللہ ﷺ عن الوصال في الصوم, فقال له رجل من المسلمين إنك إنك تواصل يارسول الله, قال: وأيكم مثلي ؟ إن ابيت يطعمنى ربي ويسقيني ، فلما ابوا ان ينته عن الوصال وأصل بهم يوما, ثم يوما ثم رأوا الهلال فقال:”لوتأخرلزتكم كاتنكيل لهم حين أبوا أن ينتهوا
Rasulullah saw. melarang kita berpuasa sehari semalam penuh. Karena itu seorang laki-laki muslim berkata kepada Nabi: Ya Rasulullah, anda berpuasa siang malam, Nabi menjawab: Siapakah di antara kamu yang seperti aku ? Aku bermalam dan Tuhanku memberi kepadaku makan dan minum. Maka manakala para sahabat tidak mau berhenti dari berpuasa siang malam. Nabi pun berpuasa bersama-sama mereka terus-menerus dua hari. Kemudian para sahabat pun melihat bulan. Di ketika itu Nabi berkata: Sekiranya belum kelihatan bulan, tentulah saya tetap berpuasa siang malam. Nabi berkata demikian untuk menjerakan mereka lantaran mereka tidak mau berhenti dari berpuasa siang malam.”( Al Bukhary 30: 49; Muslim 13:11; AlLu-l'u wal Marjan 2: 9 ). 674 )
Abu Hurairah ra. menerangkan:
قال النبي ﷺ: إياكم والوصال ، مرتين, قيل إنك تواصل قال: إني ابيت يطعن ري ويسقين فاكلفوا من العمل ماتطيقون
”Nabi saw bersabda: Jauhkanlah dirimu dari berpuasa siang malam Dua kali Nabi katakan demikian. Seorang sahabat berkata: Anda ya Rasulullah, berpuasa siang malam. Nabi saw menjawab, Saya bermalam sedang Tuhanku memberi makan dan memberi minum. Kerjakanlah apa yang mudah kamu kerjakan, jangan kamu memberatkan diri.”( Al Bukhary 30: 49; Muslim 13: 11; Al Lu-lu'u wal Marjan 2 10 ). 675 )
Anas ibn Malik ra. berkata:
وواصل أناس من الناس فبلغ النبي ﷺ واصل النبی ﷺ أخر الشهر فقال: لومدبي الشهر الواصلت وصالايدع المتعمق ل يطعمني ربي ويسقين مثلكم إني أظل يطعم
”Pada akhir suatu bulan Nabi berpuasa siang malam dan beberapa orang pun berbuat demikian. Berita itu sampai kepada Nabi. Maka Nabi berkata: Sekiranya puasa ini dipanjangkan lagi tentulah saya berpuasa siang malam terus-menerus, agar orang orang yang berlebih-lebihan itu mau berhenti. Sesungguhnya aku ini tidaklah seperti kamu. Aku terus-menerus diberi makan oleh Tuhanku dan diberi minum.”( Al Bukhary 94: 9; Muslim 13:11; Al Lu'lu-u wal Marjan 2: 10 ). 676 )
Aisyah ra. berkata:
نهى رسول اللہ ﷺ عن الوصال ، رحمة لهم ، فقالوا إنك تواصل ، قال: إني لست كهيئتكم إني يطعمنى ربى ويسقين.
”Rasulullah saw, melarang para sahabat berpuasa siang malam lantaran Nabi merasa kasihan kepada mereka. Para sahabat berkata: Anda berpuasa siang malam. Nahi menjawab: Saya tidaklah seperti kamu. Tuhanku memberi makan dan minum kepadaku.”( Al Bukhary 30: 48; Muslim 13: 11; Al Lulu-u wal Marjan 2: 10 ).
Nabi melarang para sahabatnya berpuasa secara wishal, yaitu berpuasa terus-menerus tanpa berbuka dan tanpa bersahur, baik sehari ataupun beberapa hari. Wishal, ialah tidak melakukan di malam hari sesuatu yang membatalkan puasa.An Nawawy berkata:”Wishal, ialah berpuasa dua hari terus-menerus tanpa makan dan minum dalam jangka waktu itu Dalam suatu hadits diterangkan bahwa para sahabat karena ingin meneladani Nabi berpuasa secara wishal tetapi hal ini terasa berat bagi mereka.
Karenanya, Nabi melarangnya. Dalam mewishalkan puasa, Nabi saw. tidak dapat dijadikan teladan karena terus merasa kenyang dan tidak pernah merasa haus. Tuhan memberikan kepada Nabi, makan dan minuman.
Ibnul Qayyim berkata:”Mungkin sekali yang dimaksudkan Rasul dengan yang demikian untuk menerangkan bahwasanya Allah telah melimpahkan kepada Nabi aneka rupa makrifat yang merupakan makanan rohani dan memberikan bermacam nikmat kejiwaan yang lain. Nikmat Rohami itu memiliki kelezatan yang lebih berpengaruh daripada makanan dan minuman.
Bukankah kita kadang-kadang lupa makan dan minum lantaran, gembira memperoleh sesuatu yang sangat kita harapkan ?”Jumhur ulama berkata:”Dimaksud dengan Tuhan memberikan makanan dan minuman, ialah Tuhan memberikan kekuatan yang tidak memerlukan makanan dan minuman.”
Asy Syafi'y dan sahabat-sahabatnya memakruhkan wishal. Al Qadhi Iyadh berkata:”Para ulama berselisih pendapat dalam masalah wishal ini.”Ada yang mengatakan:”Nabi melarang wishal karena Nabi merasa kasihan kepada umatnya dan untuk meringankan beban mereka. Oleh karenanya, wishal itu boleh dilakukan oleh orang yang tidak merasa berat melakukannya. Segolongan salaf melakukan wishal berhari-hari lamanya.
Ibnu Wahab dan Ahmad membolehkan wishal hingga waktu sahur s saja. Boleh tidak berbuka di waktu berbuka, tetapi harus bersahur. Demikian pula pendapat Ishak, Ibnu Mundzir, Ibnu Khuzaimah, mengingat hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhary dan Abu Daud dari Abu Said Al Khudry, bahwa beliau mendengar Rasulullah bersabda:
"Janganlah anda merishalkan puasa anda, tetapi siapa saja di antara anda yang ingin mewishalkan puasanya, maka hendaklah dia mewishalkan puasanya hingga waktu sahur. Para sahabat berkata: Anda ya Rasulullah berwishal. Nabi menjawab: Saya tidak seperti keadaan kamu. Saya bermalam dan saya mempunyai seorang pemberi makanan dan seorang pemberi minum kepada saya.”
Abdullah Ibnu Zubair pernah berwishal selama lima belas hari terus menerus. Di antara para sahabat yang membolehkan wishal, ialah saudara perempuan Abu Said: Di antara tabi'in, ialah Abdurrahman ibn Abi Ni'am, Amir ibn Abdillah ibn Az Zubair, Ibrahim ibn Yazid dan Abul Yauza.
Dan karena mengingat hadits Ath Thabarany dari Jabir:
أن النبي ﷺ كان يواصل من السحر إلى السحر
”Bahwasanya Nabi saw. mewishalkan puasanya dari sahur ke sahur."
Ibnu Hibban mempergunakan hadits ini untuk melemahkan hadits-hadits yang menerangkan bahwa Nabi sering menderita lapar sehingga beliau terpaksa mengikat perutnya dengan batu.
Oleh karena di antara pada sahabat tidak mengacuhkan perintah Nabi dan tetap mewishalkan puasanya, maka Nabi pun mencari satu jalan keluar untuk memberikan pelajaran kepada mereka. Mereka tidak mau menghentikan wishal adalah karena berpendapat, bahwa larangan Nabi di sini merupakan larangan tanzih.
Untuk menyadarkan para sahabat agar mereka menaati perintah dan anjuran Nabi, beliau pun berpuasa terus-menerus dua hari tidak berbuka dan bersahur, dan Nabi bermaksud akan meneruskannya.
Namun Nabi tidak dapat meneruskan wishalnya berhari-hari lagi karena telah tampak hilal Syawal, maka Nabi pun berhari raya beserta mereka, serta berkata: ”Andainya belum lagi tampak bulan, tentulah saya akan terus berwishal sehingga kamu merasa tidak sanggup lagi berwishal.”
Larangan Nabi di sini sama dengan larangan qiyamul lail, takut Tuhan memfardhukannya atas umat. Tegasnya Nabi melarang, adalah karena kasihannya kepada umat, bukan karena perbuatan itu tidak baik Tersebut dalam Al Fat-hur Rabbani, bahwa banyak hadits yang melarang kita berwishal serta menegaskan bahwa wishal itu khusus bagi Nabi. Dalam pada itu ada hadits-hadits yang membolehkan kita berwishal hingga waktu sahur saja.
Asy Syafi'y berkata: ”Allah telah membedakan Nabi dari para umat dengan beberapa perkara. Diantaranya dengan wishal.”An Nawawy dalam Syarah Muhadzdzab tegas menyatakan bahwa seluruh nash Asy Syafi'y semakna, yaitu menetapkan bahwa wishal itu merupakan kekhususan Nabi sendiri.
Pendapat yang paling baik dalam masalah ini, ialah pendapat Ahmad, Ishak, Ibnu Mundzir dan Ibnu Khuzaimah, yaitu berwishal dari sahur ke sahur, karena jika nama wishal berarti menahan diri seluruh malam tentulah tidak ada perlawanan antara hadits-hadits ini, dan jika berarti lebih umum dari itu, maka hendaklah mana yang bersifat umum dipautkan dengan yang bersifat khusus. Dengan pemahaman seperti itu maka imsak yang dilakukan melebihi dari sahur ke sahur selanjutnya adalah haram.
Kesimpulan
Hadits-hadits ini memberikan pengertian bahwa hukum-hukum yang berlaku terhadap Nabi, berlaku juga terhadap umatnya, terkecuali jika ada dalil yang mengkhususkan. Dan memberi pengertian bahwa seseorang penanya fatwa boleh menyanggah perkataan mufti apabila fatwanya berlawanan dengan praktek mufti itu sendiri, sedang si penanya fatwa tidak mengetahui rahasia dan hendaklah kita memeriksa sebab larangan itu.
Selain daripada itu, hadits-hadits ini memberi pengertian bahwasanya Allah kuasa mengadakan musabab tanpa ada sebab yang nyata.
Kutipan dari Buku Mutiara Hadits Jilid 4 Tulisan Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy