Hadits Waktu Masuk Ke Tempat I'tikaf
كان النبي ﷺ يعتكف في العشر الأواخر من رمضان ، فكنت أضرب له خباء، فيصلى الصبح ، ثم يدخله فاستاذنت حفصة عائشة أن تضرب خباء, فأذنت لها فضربت خباء فلما رأته زينب ابنة جحش ضربت خباء اخر , فلما أصبح النبي رأى الأخبية فقال: ما هذا ، فأخبر, فقال النبي البرترون بهن ؟ فترك الإعتكاف ذلك الشهر , ثم اعتكف عشرا من شوال
"Nabi saw. berdiam diri di masjid (i'toqaf) pada sepuluh akhir Ramadhan. Aku membuat sebuah kemah untuknya. Kemudian beliau bershalat Shubuh. Sesudah itu barulah beliau masuk ke dalam kemah. Hafshah juga memohon izin kepada Aisyah membuat kemah. Aisyah mengizinkannya. Manakala hal itu dilihat oleh Zainab binti Jahasy, beliau pun membuat kemah. Pada pagi hari Nabi melihat kemah-kemah itu. Nabi bertanya: Gerangan apakah ini ? Orang mengabarkan kepadanya. Nabi saw. bersabda kepada isteri-isterinya: Apakah kamu menyangka akan berbuat taat dengan kemah-kemah ini ? Kemudian Nabi pun meninggalkan iktikaf pada bulan itu. Sesudah itu Nabi beriktikaf sepuluh hari dari bulan Syawal. " ( Al Bukhary 33: 6 ; Muslim 14: 2 ; Al Lu'lu- u wal Marjan 2: 29-30 ).
Penjelasan Hadits
Aisyah selalu membuat sebuah tenda kecil untuk tempat Nabi beriktikaf. Sesudah bershalat Shubuh barulah beliau masuk ke tempat iktikafinya itu. Tegasnya, beliau memulai iktikaf sesudah Shubuh pada pagi hari.
Menurut beberapa keterangan, beliau masuk ke dalam masjid untuk iktikaf pada awal malam. Sesudah selesai shalat Shubuh, barulah masuk ke dalam kemah tempat iktikafnya.
Hafshah Ummul Mukminin meminta izin untuk membuat bilik iktikaf karena ingin beriktikaf juga. Zainab salah seorang isteri Rasul yang sangat pencemburu, melihat Hafshah membuat kemah, diapun membuatnya.Pada pagi hari sesudah bershalat Shubuh Nabi pun melihat kemah iktikaf yang telah dibuat oleh beberapa orang isteri beliau, saat ingin masuk ke tempat iktikafnya. Karena itu beliau bertanya: “Untuk apa bilik-bilik iktikaf ini didirikan ? "
Para sahabat menerangkan bahwa bilik-bilik iktikaf itu adalah bilik bilik Aisyah, Hafshah dan Zainab yang dibuat sebagai tempat iktikaf Nabi menandaskan bahwasanya membuat kemah-kemah iktikaf itu bukan suatu kebajikan.
Kemudian Nabi menyuruh supaya kemah-kemah itu dibongkar. Nabi menghadapkan perkataannya ini kepada seluruh isi masjid yang ada pada ketika itu, laki-laki dan perempuan. Zainab tidak meminta izin. Mungkin inilah sebabnya Nabi menyuruh para sahabat membongkar kemah-kemah itu. Nabi merasakan gejala cemburu dikalangan istri-istrinya.
Kata Al Qadhi Iyadh: “Sebab Nabi tidak membenarkan perbuatan para isteri, adalah karena mungkin mereka beriktikaf itu hanyalah karena ingin selalu berada di dekat Nabi, sedang Nabi tidak ingin beriktikaf dalam keadaan dikelilingi para isterinya. Sesudah kemah-kemah itu dibongkar, Nabi pun tidak beriktikaf dalam bulan itu. Beliau menunda iktikafinya ke bulan Syawal.
Para ulama menegaskan bahwa Kejadian pada istri Rasul tersebut menjadi dalil bagi kita bahwa i'tiqaf itu adalah amalan sunnat yang sudah kita biasakan. Apabila pada suatu ketika kita tidak dapat mengerjakannya maka itu tidak mengapa berdasarkan Nabi membatalkan i'tiqafnya pada saat itu.
Beriktikafnya Nabi di hari raya adalah dalil bahwa iktikaf sah dengan tidak disertai puasa. Demikianlah golongan Syafi'iyah mengemukakan hujjahnya. Ibnul Mundzir berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa kaum perempuan tidak boleh beriktikaf sebelum meminta izin kepada suaminya. Dan si suami boleh melarang si isteri beriktikaf, sebagaimana boleh mencabut izin yang telah diberikan."
Abu Hanifah dan Malik, tidak membenarkan suami mencabut izinnya. Dan hadits ini menyatakan juga bahwa kaum perempuan juga disukai beriktikaf di masjid. Juga membolehkan kita tidak meneruskan iktikaf sesudah kita berniat mengerjakannya dan sesudah kita memulainya.
Dan dapat dipahamkan pula bahwasanya waktu memulainya masuk ke tempat iktikaf ialah sesudah shalat Shubuh. Demikianlah pendapat Al Auza-y, Al Laits, Ats Tsaury.
Para Imam mazhab yang Masyhur menetapkan bahwa waktu yang tepat memasuku ke dalam tempat iktikaf itu adalah sebelum terbenamnya matahari. Kaum perempuan yang beriktikaf di dalam masjid, membuat tabir yang menutupi dirinya dari penglihatan umum.
Kemudian para ulama menetapkan bahwa syarat sah iktikaf, ialah suci dari janabah. Rukun iktikaf hanyalah berdiam di dalam masjid dengan niat taqarrub ( mendekatkan diri ) kepada Allah. Apabila tidak diniatkan untuk iktikaf, maka duduk di dalam masjid itu tidak dipandang iktikaf.
Kesimpulan
Hadits ini menyatakan bahwa Nabi saw. selalu beriktikaf pada puluhan yang akhir dari bulan Ramadhan dan memasuki tempat iktikafnya sesudah shalat Shubuh, sebagaimana menyatakan bahwa Nabi pernah mengqadha iktikaf di bulan Syawal yang beliau tinggalkan pada puluhan yang ketiga dari bulan Ramadhan.
KESUNGGUHAN NABI BERIBADAH DALAM PULUHAN YANG AKHIR DARI BULAN RAMADHANBerdasarkan Hadits dari Aisyah ra. berkata:
کن الببي ﷺ إذا دخل العشر الأواخر شد مأزره وأحياليله وأيقظ أهله
Apabila telah memasuki puluhan yang akhir dari bulan Ramadhan Nabi saw mulai tekun beribadah dan menjauhi isterinya. Dalam puluhan yang akhir itu, Nabi terus-menerus berjaga malam untuk beribadah, serta membangunkan keluarganya untuk turut bersama-sama mengerjakan Qiyamul Lail
Tetap jaga semalam suntuk beribadah pada puluhan yang akhir itu, tidak dimakruhkan jika tidak memudaratkan tubuh. Yang dimakruhkan berbuat demikian terus-menerus sepanjang masa. Kalau semalam, dua atau sepuluh malam saja, tidaklah dimakruhkan.
Kesimpulan
Hadits di atas memotifasi kita untuk memperbanyak ibadah dalam puluhan akhir bulan Ramadhan. Hadits tersebut juga memotifasi kita untuk menghidupkan malam-malam itu dengan berbagai macam ibadah. Di sampaing dari pada itu nabi juga menganjurkan membawa keluarga untuk bersama-sama turut beribadah ke Masjid.
Kutipan dari Buku Mutiara Hadits Jilid 4