Cara Membersihkan darah Haid Pada kain
Sesuatu yang paling penting dalam menjaga kecucian wanita dalam melaksanakan shalat adalah persoalan darah haid yang mengenai pakaian yang digunakan. berkenaan dengan masalah ini Asma' binti Abu Bakar ra. menerangkan:
جاءت امرأة إلى النبي فقالت: احدانا يصيب ثوبها من دم الحيضة كيف تصنع به ؟ فقال: تحته ثم تقرصه بالماء ثم تنضحه ثم تصلى فيه
Seorang perempuan datang kepada Nabi dan berkata: “Ya Rasulullah, kain kami sering terkena darah haid, maka apakah yang harus kami perbuat ?" Nabi menjawab dengan sabda Beliau: “Hendaklah digosok darah haid tersebut atau dikikis. Kemudian digosok dengan tangan beserta air, Kemudian dibasuh dengan air. Sesudah itu, ia boleh shalat dengan kainnya itu." ( HR. Al-Bukhary dan Muslim; Al-Muntaqa 1: 19 )
Baca juga:
- Syarah Hadits Tentang Kesucian Jasad Orang Islam
- Cara Bersuci Dengan Air Yang Terkena Bangkai Binatang
Hadits di atas menyatakan bahwa darah haid, hukumnya najis dan menyuruh me nyucikan darah haid dengan air. Seluruh ahli fiqh menetapkan kenajisan darah haid. Tidak ada perselisihan dalam masalah ini.
Al-Khaththaby menjelaskan bahwa hadits di atas menjadi dalil dalam syariat Islam bahwa semua najis dibersihkan dengan air, bukan dengan menggunakan benda yang lain." An-Nawawy juga menetapkan demikian.
Al-Hafizh dalam Fathul Bari mengatakan: “Segala najis dihukum sama dengan darah haid, dibersihkannya dengan air." Jumhur ulama menentukan air saja untuk membersihkan najasah.Abu Hanifah dan Abu Yusuf berpendapat, bahwa membersihkan najis tidak mesti dengan air saja; boleh dipergunakan benda-benda yang cair, yang suci.
Darah selain haid
Darah selain darah haid, diperselisihkan hukumnya. Ada ulama yang memfatwakan bahwa semua darah itu adalah najis. Ada yang mengatakan bahwa darah yang najis, hanya darah masfuh ( darah yang terpencar saja atau darah banyak ).
Ada juga yang berpendapat bahwa segala darah tidak najis, kecuali darah haid. Menurut asal hukum, airlah yang dipakai untuk membersihkan sesuatu.
Akan tetapi menetapkan air saja dalam segala hal yang digunakan untuk menyucikan najis tidak boleh. Menafikan orang membersihkan najis dengan yang selain dari air itu terbantahkan dengan beberapa hadits yang menjelaskan kebolehan menyucikan Najis dengan selain air, seperti hadits yang menyuruh membersihkan telapak sepatu dengan menggosokkan ke tanah saja.
Karena itu, hendaklah kita mencuci dengan air, najasah yang diperintahkan kita menyucikannya dengan air dan yang tidak, kita boleh menyucikannya dengan selain dari air. Demikian kita lakukan, jika berpegang kepada zhahir perintah.
Sebenarnya, menghilangkan najasah itu, bukan urusan ta'abbudi; bukan urusan yang tidak dipahamkan makna dan faidahnya. Membersihkan najasah dapat di pahamkan makna dan faedahnya.
Karena itu membersihkan najasah tidak di syaratkan niat. Membersihkan najasah adalah untuk memperoleh kebersihan. Maka tentu lah boleh menghilangkan najasah dengan segala apa yang dapat menghilangkan kotoran, dengan apa yang menghasilkan kebersihan.
Di masa kita ini telah di peroleh berbagai macam benda cair yang lebih baik kekuatannya dari pada air. Lantaran itu, kita menguatkan paham Abu Hanifah dan Abu Yusuf.
Segala darah najis, kecuali darah yang sedikit, dimaafkan. Jika kita perhatikan hadits-hadits yang berkenaan dengan darah, kita mem peroleh kesan bahwa semua macam darah, najis.
Dalam pada itu, nash yang shahih ( tegas ) yang menajiskan segala rupa darah selain dari darah haid, tidak ada fitrah yang sejati, jijik kepada darah.