HADITS TENTANG BEJANA TERBUAT DARI EMAS DAN PERAK
سمعت رسول الله ﷺﷺ يقول: لاتشربوا في آنية الذهب والفضة ولا تأكلوا في صحافهما فإنهمالهم في الدنيا ولكم في الآخرة.
Ummu Salamah ra. juga menerangkan:
قال النبي ﷺ الذي يشرب في اناء الفضة أنما يجرجر في بطنه نار جهنم
Nabi saw. bersabda: “Orang yang minum di piala ( gelas ) perak, sebenamya hanya menegukkan api neraka jahanam ke dalam perutnya.” ( HR. Ahmad dan Al-Bukhary; Bulughul Maram: 7 )
Hadits yang pertama menurut Ibnu Mandah: “Seluruh ulama sepakat menetapkan ke shahih-an hadits ini.” Hadits ini menyatakan dengan tegas, bahwa makan dan minum di piala ( gelas ) dan piring emas dan perak, baik laki-laki maupun per empuan adalah haram.
Hadits yang kedua menyatakan bahwa memakai piala dan piring emas dan perak untuk tempat makan dan minum, haram hukumnya dan mendapat siksa. Semua imam mujtahid mengharamkan makan dan minum di atas dua macam wadah ini.
Dawud mengatakan: “Yang diharamkan, menurut hadits tersebut hanyalah minum saja di piala emas dan perak; makan di piring emas dan perak, tidak diharamkan.”
Wadah atau tempat makan dan minum yang lainSebagian ulama mengatakan: “Haram kita pergunakan emas dan perak untuk segala macam wadah, bukan hanya untuk tempat makan dan minum saja, dengan jalan meng-iyus-kan wadah ( bejana ) kepada tempat makan dan minum.”
Sebagian ahli hadits mengatakan: “Bejana yang diharamkan kita memakainya hanya tertentu bagi tempat makan dan minum saja. Meng-giyas-kan bejana ( tempat-tempat ) yang lain kepada piala / piring makan dan minum tidak boleh dilakukan.
Membuat bejana emas dan perak untuk disimpan, tidak untuk dipakai
Sebagian ahli ilmu, mengharamkan juga kita membuat bejana / piala emas dan perak, walaupun tidak untuk dipakai. Sebagian yang lain, tidak meng haramkan kalau dibuat untuk disimpan saja ( tidak dipakai ).
Bejana / piala permata
Ulama menetapkan, bahwa membuat bejana / piala dari yang selain emas dan perak, yakni membuat bejana / piala dari berbagai rupa permata, tidak dilarang
Memakai emas dan perak untuk pakaian
Hukum ini akan kita kupas tersendiri dalam urusan pakaian. Hadits ( pertama ), dapat dikatakan, bahwa larangan yang dikehendaki di sini, ialah larangan makruh walaupun asal mula larangan adalah larangan haram.
Tetapi hadits ( kedua ), mewujudkan larangan haram, karena kalau sekiranya larangan ini makruh ( sebagaimana yang dikatakan ulama Iraq ), tentulah tidak patut dihadapkan an caman yang begitu berat kepada seseorang yang mengerjakan makruh.
Dengan alasan ini tertolaklah perkataan ulama Iraq itu. Tetapi boleh jadi mereka maksudkan " makruh tahrim, " yaitu sesuatu yang dilarang dengan dalil ahad, dalil yang tidak qath'y.
Menurut dasar fiqh ulama Hanafiyah: tiap-tiap yang di larang dengan nash Al-Qur'an, dinamai haram, dan tiap-tiap yang dilarang dengan nash hadits ahad dinamai " makruh tahrim.”
Ulama Iraq mengharamkan kita memakai piala dan piring emas dan perak, untuk tempat makan dan minum. Jadi, tidak ada pertentangan dalam soal ini.
Adapun sebab Dawud hanya mengharamkan kita minum di piala emas dan perak semata, karena mungkin hadits ini tidak sampai kepadanya.
Adapun memakai emas dan perak untuk bejana-bejana lain, tidak ada ke terangan yang mencukupi syarat qiyas. Menyebutkan telah menjadi ijma' mengharamkan segala rupa pemakaiannya, tertolak juga, karena telah nyata bahwa Asy Syafi'y dalam Qaul Qadim-nya, tidak mengharamkan; juga Dawud, dan demikian pula ulama-ulama Iraq.
Ada orang yang mengatakan bahwa iar larangan, ialah karena memakai bejana emas dan perak, menyakiti perasaan orang-orang miskin. illat ini terdapat juga pada pemakaian bejana permata yang lain dari emas dan perak; padahal mereka tidak mengharamkan kita memakai bejana-bejana permata ini.
Karena itu, hendaklah kita berpegang pada asal hukum, yaitu boleh, sehingga ada dalil syar'i yang mengharamkan. Dasar ini dikuatkan lagi dengan bara'ah ashliyah ( kebebasan pokok perkara ).
Dikuatkan pula dasar pokok ini oleh hadits yang mengizinkan kita memper gunakan perak untuk segala apa yang kita kehendaki. Kemudian menurut penyelidikan kami, mungkin sekali Nabi melarang kita memakai piring dan piala emas dan perak untuk tempat makan dan minum, adalah sebagai suatu unsur dasar untuk mencegah penyimpanan emas dan perak oleh seseorang Emas dan perak dijadikan alat tukar-menukar untuk diedarkan dalam masyarakat, sebagai mata uang.
Maka jika dibenarkan membuat piring dan piala untuk makan dan minum dari emas dan perak, dapatlah orang-orang menjadi tamak, menumpuk-numpuk emas dan perak dalam satu-satu rumah, yang menyebabkan timbul kepincangan hidup dalam masyarakat. Jadi, larangan ini adalah untuk mencegah timbul sikap individualistis dari sebagian orang yang kaya.
Kesimpulan yang harus dipegangi sebagai seorang yang menetapkan hukum syar'i dengan berdasarkan nash syara ' sendiri, ialah minum dan makan di piala dan piring emas dan perak, tidak boleh. Dalam meng-qiyas-kan ( memindahkan ) hukum ini kepada segala pemakaian yang lain-lain, para ulama berselisihan paham.
Disebut hadits ini oleh para ulama dalam bab ini, untuk mewujudkan larang an memakai bejana dari emas dan perak untuk wudhu dan mandi, sebagaimana yang mereka pahamkan. Pendapat kita sudah jelas. Makan dan minum di piring dan piala emas dan perak, tidak boleh dengan nash hadits. Untuk yang lain, ter serah. Kalau diingat dasar larangan, mencegah terjadi bertumpuknya emas dan perak pada orang-orang kaya, kita setuju hadits ini dijadikan pedoman.
Referensi dari Buku Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Bab Hukum-hukum menyangkut tentang Bejana