Hadits Ke-17 Arbain An-Nawawi Tentang Berbuat Baik
Hadits Ke-17 Berbuat Baik
Abu Ya'la bin Syadad bin Aus meriwayatkan dari Nabi bahwa beliau bersabda, " Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat baik atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh, maka lakukanlah dengan baik; dan jika kamu menyembelih, maka lakukanlah dengan baik pula, di mana kamu harus menajamkan pisaunya dan menyamankan hewan sembelihannya.” ( HR. Muslim )
Maraji'ul Hadits ( Referensi Hadits )
Hadits di atas terdapat dalam Shahih Muslim: Kitabus Shaid, Bab Al-Amru Bi Ihsanidz-Dzabhi... Hadits nomor 1955
Biografi Perawi
Abu Ya'la Syadad bin Aus adalah seorang yang mampu meng gabungkan antara ilmu dan hikmah. Jika datang ke kasur, lalu ber bolak-balik di atasnya dan tidak juga bisa tidur, maka ia berkata, " Ya Allah, sesungguhnya neraka telah membuat diriku tidak bisa tidur dan melenyapkan kantukku.” Lalu ia berdiri dan shalat hingga pagi. Selanjutnya, Syadad tinggal di Baitul Maqdis dan meninggal di sana pada tahun 58 H. dalam usia 75 tahun. Dari beliau ini diriwayatkan sebanyak lima puluh hadits.
PengantarHadits ini begitu agung, dan merupakan bagian dari kaedah-ka edah agama. Siapa yang mengamalkannya, maka ia akan memperoleh segala kebaikan serta akan selamat dari setiap keburukan.
Penjelasan
Sabda Nabi:
إن الله كتب الإحسان على كل شيء
"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat baik atas segala sesuatu.”
Di antara bentuk berbuat baik adalah apabila seorang muslim melakukan pembunuhan ( eksekusi ) dalam qishash, maka hendaklah menggunakan alat yang tajam dan jangan sampai menggunakan alat yang tumpul. Pun ia harus menajamkan pisaunya ketika menyembelih, dan membuat nyaman binatang yang disembelih. Jangan sampai ia memotong sebagian anggota badan binatang sembelihannya kecuali setelah mati, jangan mengasah pisau di hadapannya, hendaklah ia memberinya minum sebelum disembelih, jangan menyembelih bina tang yang sedang menyusui maupun yang sedang punya anak sehing ga anaknya tidak lagi menyusu, dan jangan memyembelihnya di ha dapan binatang yang lainnya.
Ahammiyatul Hadits ( Urgensi hadits )
Hadits ini merupakan dasar agama yang sangat penting. Memuat upaya sungguh-sungguh dalam melaksanakan semua ajaran Islam. Karena ihsan ( melakukan sesuatu dengan baik dan benar ) dalam suatu perbuatan, adalah keselarasan perbuatan itu dengan tuntutan syara '.
Barangsiapa yang berlaku ahsan dalam melakukan amal perbuatan yang berhubungan dunia dan akhiratnya, dengan penuh kebenaran dan kesempumaan, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat, ausa Allah.
Mufradatul Hadits ( Arti Kosa kata Hadits )
- ( كتب ) yaitu Mewajibkan
- ( الإحسان )Apa-apa yang dianggap baik oleh syara'. Yaitu dengan me laksanakannya secara baik dan maksimal. Kata Ihsan adalah bentuk masdar dari kata Ahsana.
- ( وليحد ) Maka tajamkanlah.
- ( شفرته ) Pisaunya, atau alat lain yang bisa dipakai menyembelih.
Dari pengertian di atas maka hadits ini dapat kita jelaskan beberapan isi kandungan yang terdapat di dalamnya yaitu;
1. Keharusan berlaku Ihsan.
Hadits ini merupakan nash ( dalil ) yang menunjukkan keharusan berlaku ihsan. Yaitu dengan melakukan suatu perbuatan dengan baik dan maksimal. Allah juga telah memerintahkan hal tersebut dalam firman-Nya, " Sesungguhnya Allah menyuruh ( kamu ) berlaku adil dan Ihsan.” ( An-Nahl: 90 )
Berlaku ihsan menjadi tuntutan setiap melaksanakan kewajiban, meninggalkan larangan. atau berinteraksi dengan sesama ciptaan Allah. Semua hal tersebut, dilakukan dengan sesempurna mung kin dan menjaga seluruh adab yang bisa menjadikan kesempurnaan perbuatan yang dilakukan. Jika ini dilakukan maka perbuatannya akan diterima Allah dan akan membuahkan hasil, yaitu pahala.
2. Ihsan ketika membunuh.
Ini dilakukan dengan cara menajamkan alat yang dipergunakan untuk membunuh, mempercepat proses pembunuhan dengan semudah mungkin. Adapun pembunuhan yang dibolehkan adalah melalui jihad, qishash atau had ( hukuman ). Lebih rincinya:
- Membunuh musuh Allah, dalam sebuah peperangan, maka jalan yang paling mudah adalah dengan cara menchas lehemya dengan pedang Allah swt. berfirman, " Apabila kamu bertemu orang-orang kafir ( di medan perang ) maka tebaslah batang leher mereka ( Muhammad: 4 ) Nabi Muhammad saw. melarang membunuh dengan cara mutilasi, yakni memotong motong anggota badan, baik dilaku kan saat orang itu belum mati atau sesudah mati. Dalam sebuah hadits disebutkan, " Bahwa Nabi melarang mutilasi.” ( h.r. Bukhari, Ahmad dan Abu Dawud ) Kalau pun orang-orang muslim dibolehkan menggunakan senjata api ataupun meriam dan berbagai jenis bom penghancut, maka ini adalah sebagai balasan terhadap apa yang mereka lakukan. Allah swt. berfirman, " Barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia seimbang dengan serangannya terhadapmu.” ( Al Baqarah: 194 ) Penggunaan senjata tersebut tidak boleh dilakukan untuk menyiksa mereka. Sebagai catatan, beberapa negara kafir menganjurkan militernya untuk tidak membunuh musuhnya, namun cukup sekadar membuatnya cacat. Karena secara ekonomi, prajurit yang cacat akan lebih membebani sebuah negara. Dengan demikian, peperangan yang berlaku adalah perang ekonomi, psikologis dan perusakan. Islam menolak barbarisme ini, karena perintah berlaku ihsan adalah untuk semua hal, terutama kepada sesama manusia.
- Qishash Pelaksanaan Qishash dilakukan dengan pedang, dan tetap tidak boleh melakukan mutilasi. Namun, bagaimana jika pembunuh tersebut telah membunuh dengan cara mutilasi ? Imam Malik, Syafi'i, dan Ahmad -dalam pendapatnya yang masyhur, menyatakan bahwa ia dibunuh seperti ia membunuh. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa seorang wanita tengah berjalan di Madinah. Lalu seorang Yahudi melemparnya dengan batu. Wanita tersebut dibawa kepada Rasulullah saw. dalam keadaan sekarat. Rasulullah saw. bertanya kepadanya, " Apakah si Fulan yang membunuhmu ? " Perempuan tadi lalu mengangkat kepalanya. Rasulullah saw. bertanya yang ketiga kalinya.” Apakah si Fulan yang membunuhmu ! " la menundukkan kepalanya. Kemudian Rasulullah saw. memanggil orang yang dimaksud, lalu memukul kepalanya diantara dua batu.” ( h.r. Bukhari dan Muslim ). Sedangkan Ars-Tsaury, Abu Hanifah dan Imam Ahmad ( dalam satu pendapatnya yang tidak masyhur ), menyatakan bahwa ia dibunuh dengan pedang. Imam Ahmad ( dalam pendapatnya yang ketiga ), boleh dibunuh seperti ia membunuh. Kecuali jika dalam melakukan pembunuhan ia lakukan dengan cara membakar ataupun memotong-motong. maka hukuman qishash dilakukan dengan pedang. Karena ada larangan mutilasi dan membakar dengan api.
- Penerapan hukuman mati terhadap orang kafir. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa hukuman mati terhadap orang kafir asli atau murtad, tidak boleh dilakukan dengan mutilasi.
Rasulullah saw. pernah membolehkan membunuh dengan cara membakar dengan api. Namun, kemudian beliau melarangnya. Rasulullah bersabda, " Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah!" ( h.r. Bukhari ).
Hadits ini menunjukkan betapa nilai-nilai yang diajarkan nabi sebenarnya telah mendahului apa yang menjadi kesepakatan negara negara maju, mengenai larangan penggunaan jenis bom yang bisa membakar. Perlu diketahui bahwa negara-negara besar dan kuat tidak komitmen terhadap larangan tersebut. Dan aturan yang telah disepakati hanya menjadi coretan tinta di atas kertas.
Larangan melakukan pembakaran, juga meliputi terhadap binatang. Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Nasai meriwayatkan bahwa Abdullah bin Mas'ud ra. berkata, " Kami pernah bersama Rasulullah saw, melewati perkampungan semut ( tempat yang banyak semutnya ) yang sudah terbakar, Rasulullah saw. kemudian marah dan berkata, " Tidak patut bagi manusia, menyiksa dengan siksaan Allah.” Karena itulah, para ulama membenci pembakaran terhadap binatang, meskipun binatang melata. Ibrahim An-Nakha'i berkata, " Membakar kalajengking adalah pelanggaran.” Imam Ahmad berkata, " Janganlah kamu memanggang ikan yang masih hidup.”
4. Larangan mengurung binatang, lalu menyiksanya hingga mati.
Tidak boleh mengurung binatang, dengan cara apapun, kemudian memukulnya hingga mati. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas ra. bahwa Nabi saw. melarang kita mengurung binatang, lalu menyiksanya hingga mati.
Disebutkan juga bahwa ketika Ibnu Umar ra. berjalan di tengah sekelompok orang yang mengikat seekor ayam dan melemparinya, ia berkata, " Siapa yang melakukan ini ? Sesungguhnya Rasulullah telah melaknat orang yang melakukan seperti ini.” ( h.r. Bukhari dan Muslim ).
5. Larangan menjadikan hewan sebagai sasaran latihan memanah sebagaimana hadits dari Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah.
6. Ihsan ketika menyembelih binatang.
Termasuk ihsan dalam menyembelih binatang adalah mengasah pisau hingga tajam. Ini akan menenangkan binatang yang di sembelih dan mempercepat kematiannya.” Imam Ahmad dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Ibnu Umar ra. berkata, " Rasulullah saw. memerintahkan untuk menajamkan pisau dan menyembunyikannya dari binatang yang akan disembelih.” Beliau juga bersabda, " Jika salah seorang di antara kamu hendak menyem belih binatang, maka sembelihlah dengan sekali sembelihan. Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw melarang menyembelih binatang yang hanya melukai kulitnya, dan tidak memotong urat lehernya. Dianjurkan juga agar tidak menyembelih binatang di depan binatang lainnya, menghadapkan binatang yang akan disembelih ke arah kiblat, membaca Bismillah, membiarkan hingga mati, menghadirkan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah, mengakui bahwa binatang yang disembelihnya adalah pemberian Allah, karena Allah-lah yang telah menundukkan dan memberikan binatang-binatang itu untuk kita. Juga termasuk bersikap ihsan terhadap binatang, adalah tidak membebani di luar kemampunanya, tidak menaiki kecuali karena perlu dan tidak mengambil susunya kecuali tidak membahayakan anak hewan tersebut.
7. Hadits ini merupakan satu dasar dari dasar Islam yang sangat penting karena berisi seruan agar berlaku ihsan dalam segala hal.
Kesimpulan Hadits
- Syariat menuntut berbuat baik terhadap setiap makhluk.
- Juga agar bertindak lembut terhadap hewan.