Hadits Tentang Kesucian Kotoran Binatang Kering
خرج النبي ﷺ لحاجته فقال: التمس لي ثلاثة أحجار ، قال: فأتيته بحجرين وروثة فأخذ الحجرين والقى الروثة وقال: أنها ركس
"Nabi saw. pergi untuk membuang hajat, kemudian Rasulullah menyuruh aku (Ibnu Mas'ud) untuk mencari tiga buah batu. Maka aku membawa kepadanya 2 biji batu dan sepotong tahi kering, maka Nabi mengambil batu, membuang tahi dan mengatakan tahi itu kotor.” ( HR. At-Turmudzy, Sunan At-Turmudzy 1: 25 )
Hadits di atas menyatakan, bahwa tahi binatang najis. Menurut penjelasan dari Imam At-Taimi (Beliau salah seorang ulama hadits dan ahli bahasa Arab), Beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud ( الروثة ) di sini, ialah tahi baghal, Tahi kuda dan juga tahi keledai.
Sebagian ulama mengatakan, bahwa segala tahi itu najis. Sebagian yang lain menetapkan, bahwa tahi yang najis, hanya yang dipandang najis oleh syara'. Yang tidak dinashkan syara' tentang najisnya, maka ia tidak najis. Yang tetap najis menurut syara', ialah tahi manusia, tahi kuda, tahi baghal dan tahi keledai.
Asy-Syaukany mengatakan: “Tiap-tiap yang tidak dinashkan syara' najis hendaklah dipandang menurut asal hukumnya yakni tidak najis, dan tiap-tiap yang dinashkan syara ' kenajisannya, maka itu yang kita hukum najis.” Al-Ghazaly menga takan: “Sahabat Nabi tidak terlalu membesar-besarkan pembicaraan dalam soal ini.”
Segala yang telah dinashkan syara' kenajisannya, maka itulah yang kita pegang dengan dasar agama. Segala yang tidak dinashkan agama, kita serahkan kepada perasaan manusia yang suci ( fitri ). Secara umum pada prinsipnya manusia itu tidak akan membiarkan dirinya, kainnya dan tempat terkotori oleh suatu benda yang menjijikkan dirinya.
Sahabat-sahabat Nabi memang tidak terlalu memperluas kajian dalam soal ini, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan fuqaha yang menyandarkan segala hukum yang mereka tetapkan, kepada agama syara'.