Hadits yang ke-15 Arbain An-Nawawi tentang adab seorang muslim
PENGANTAR
Hadits ini sungguh agung. Dari sini bersumbernya adab adab yang baik. Bahkan dikatakan bahwa hadits ini merupakan separuh Islam. Sebab, hukum-hukum itu jika tidak bertalian dengan kebenaran ( al-haq ), tentu bertalian dengan adab.
Dan dalam hal ini, hadits ini bertalian dengan jenis yang kedua. Yang dimaksud adalah, barangsiapa yang imannya utuh dan sempurna, maka ia berarti mempunyai sifat kasih sayang terhadap sesama makhluk Allah.
Sebab itu ia selalu mengatakan kata-kata yang baik, atau memilih diam dari kejahatan, atau melakukan hal yang bermanfaat, atau meninggalkan yang merugikan atau mendatangkan mudarat.
PENJELASAN
Tentang sabda Nabi:
Asy-Syafi'i mengatakan: “Makna hadits ini adalah: Jika seseorang itu hendak berbicara, maka hendaklah ia berpikir terlebih dahulu ; jika tampak bahwa permbicaraan itu tidak menimbulkan mudarat, maka silakan saja ia berbicara ; dan jika terlihat adanya mudarat jika ia berbicara, atau ada kesangsian tentang hal itu, maka lebih baik ia menahan diri.”
Imam Abu Muhammad bin Abu Zaid, imam para penganut madzhab Maliki di Maroko pada zamannya, mengatakan: “Seluruh etika ( adab ) kebaikan itu bercabang dari empat hadits. Yaitu sabda Nabi:
Wasiat Nabi: ( لا تغضب ) Jangan marah
Dan sabda beliau:
لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
"Tidaklah (sempurna) berimannya seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaiman ia cintai untuk dirinya sendiri."
Diriwayatkan dari Abu Al-Qasim Al-Qusyairi ia pernah mengatakan: “Diam pada waktunya adalah sifat lelaki, sebagaimana berbicara pada tempatnya merupakan bagian dari sifat yang paling terpuji.” Ia mengatakan pula: “Aku pernah mendengar Abu Ali Ad-Daqqaq mengatakan: "Barangsiapa yang diam dari kebenaran, maka ia adalah setan bisu.”
Kata-kata ini dalam kitab Hilyatul Ulama dikutip dari banyak ulama. Sedangkan dalam kitab Hilyatul Auliya' disebutkan: “Seyogyanya manusia itu tidak mengeluarkan ucapannya kecuali sesuai kebutuhan, sebagaimana pula ia tidak perlu menafkahkan sebagian dari hasil usahanya kecuali sesuai dengan kebutuhan.” Dikatakan pula: “Jika kalian ingin tetap terjaga, tentu kalian harus lebih banyak diam daripada banyak bicara.”
Diriwayatkan bahwa Nabi pernah bersabda:
ومن فقه الرجل قلة كلامه فيما لا يعنيه
“Di antara ciri kepahaman seseorang adalah sedikit bicaranya dalam hal yang tidak bermakna.”
Diriwayatkan pula bahwa Nabi pernah bersabda:
العافية في عشرة أجزاء: تسعة منها في الصمت إلا عن ذكر الله تعالى عز و جل
"Afiyat (sehat. Bisa juga berarti keselamatan dari penyakit, bala', dan penderitaan) itu terdapat pada sepuluh anggota; dan sembilan di antaranya terdapat pada sikap diam, kecuali untuk berdzikrullah Ta'ala"
Dikatakan oleh orang bijak: “Barangsiapa yang diam lalu ia selamat adalah seperti orang yang berucap lalu ia memperoleh keuntungan.”
Pernah ditanyakan kepada seseorang: “Kenapa engkau selalu memilih diam ? " Ia menjawab: “Sebab, saya belum pernah menyesal atas sikap diamku. Sementara itu telah menyesal berulang-ulang atas ucapanku.”
Pepatah bahkan mengatakan: “Luka lidah itu seperti luka tangan.” Dikatakan pula: “Lidah adalah anjing yang suka menggigit. Jika tidak dikendalikan, maka ia akan menggigit.”
Diriwayatkan bahwa Ali a pernah mengatakan melalui syairnya:
Namun seseorang tidak sampai mati bila kakinya terpeleset
Keterpelesetan mulutnya bisa membuat kepalanya terlempar
Sedangkan keterpelesetan kakinya bisa dihindari dengan berjalan pelan
Dalam syair yang lain dikatakan:
Sungguh beruntung orang yang diam
Tidak setiap ucapannya itu harus dijawab
Jawaban yang tak suka diam
Sungguh aneh ada orang yang banyak berbuat aniaya
Padahal ia yakin akan mati.
Sabda Nabi:
Tentang sabda beliau ini, Al-Qadhi Iyadh mengatakan: “Makna hadits ini adalah, barangsiapa yang berpegang kepada syariat-syariat Islam, ia juga harus memuliakan tamu dan tetangga. Nabi pernah bersabda:ما زال جبريل يوصيني بالخار حتى ظننت أنه سيورثة
"Jibril senantiasa memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga, sampai-sampai aku mengira bahwa ia akan juga menjadi ahli waris."
Nabi Juga Bersabda:
من أذى جاره ملکه الله داره
"Barangsiapa yang menyakiti tetangganya, maka Allah akan menguasakan rumahnya kepadanya.”
Allah berfirman:
والجار ذي القربى والجار الجنب
"Berbuat baiklah kepada tetangga yang dekat maupun tetangga yang jauh."
( الجار ) mengandung empat arti yaitu:
- Pertama: Orang yang tinggal serumah denganmu. Seorang penyair berkata: "Wahai perempuan yang serumah denganku, sesungguhnya kamu tertalak !"
- Kedua: Orang yang rumahnya menempel dengan rumahmu.
- Ketiga: Orang yang terletak empat puluh rumah di sampingmu.
- Keempat: Orang yang tinggal satu negeri bersamamu. Allah berfirman: “Kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu ( di Madinah ) melainkan dalam waktu yang sebentar saja.”
Memberikan jamuan merupakan bagian dari adab-adab Islam serta akhlak para nabi dan orang-orang shalih. Para ulama berbeda mengenai apakah memberikan jamuan itu keharusan atas orang kota maupun orang pelosok, ataukah atas orang pelosok saja.
Imam Syafi'i dan Muhammad Abdul Hakam berpendapat bahwa hal itu menjadi kewajiban atas orang kota maupun orang pelosok. Sedangkan Malik dan Sahnun berpendapat hanya wajib atas orang-orang pelosok saja.
Dalam hadits disebutkan: “Memberikan jamuan itu kewajiban atas orang pelosok dan bukan atas orang kota.” Namun hadits ini maudhu' ( palsu ).
MUATAN HADITS
Di antara ciri-ciri keimanan adalah:
- Berbicara yang baik, atau diam.
- Menghormati tetangga.
- Memuliakan tamu.
- Berpikir dahulu sebelum berkata.
- Sebaiknya berbicara itu pada tempatnya.
- Sebaiknya diam itu pada waktunya.
- Tidak boleh diam dari kebenaran.
- Tidak perlu berbicara mengenai hal yang tidak bermakna.
- Harus memberikan perhatian terhadap keberadaan tetangga.
- Menghormati tetangga sekalipun non-muslim.
- Tidak dibenarkan menyakiti tetangga.
- Harus bermuka manis dalam menerima tamu.
- Harus berbicara yang baik dengan tamu.
- Harus memberikan pelayanan kepada tamu.