Kiat Sukses Dalam Bekerja
Sangat jarang di zaman yang sangat materialistis seperti sekarang ini ada orang yang hidup tanpa pekerjaan. Karena setiap orang yang ingin hidup bahagia tanpa memberatkan seseorang, maka dia harus bekerja untuk mendapatkan harta guna memenuhi semua keperluannya yang tidak mungkin tidak harus dia penuhi selama masih hidup di dunia.
Sebagai laki-laki, seseorang bisa menjadi orang yang memperkerjakan orang lain ( pemiliki modal ) atau menjadi pekerja yang bekerja pada orang lain. Islam sendiri telah memerintahkan umatnya untuk bekerja dan berjalan di jalan yang disyariatkan Islam agar mendapat kesuksesan dalam bekerja. Islam telah menjadikan makanan orang yang paling dicintai oleh Allah Ta'ala adalah yang dihasilkan tangannya sendiri. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
ما أكل أحد منكم طعاما أحب إلى الله عز وجل من عمل يديه
"Tidaklah seseorang di antara kalian memakan makanan yang lebih disukai oleh Allah Azza wa Jalla melebihi makanan yang dihasilkan dari kedua tangannya sendiri.” (HR. Ahmad)
Baca Juga:
Di dalam hadits tersebut terdapat perintah agar seseorang bekerja sendiri, dan itu jelas lebih baik daripada meminta-minta kepada orang iain Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menjelaskan masalah ini dan memerintahkan untuk menahan diri dari meminta-minta kepada orang lain serta menyucikan din darinya.
Beliau bersabda, “Salah seorang di antara kalian mengambil talinya lalu membawa seikat kayu bakar di atas punggungnya lantas menjualnya, sehingga dengannya Allah akan melindungi wajahnya, adalah lebih baik daripada dia meminta-minta kepada orang-orang, baik mereka memberi maupun menolaknya.” (HR. Al-Bukhari)
Seorang laki-laki bersusah payah bekerja untuk mencari rezeki dan menanggung beban yang sangat berat, adalah jauh lebih baik daripada laki-laki yang meminta-minta kepada orang lain, seperti tersirat dalam sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Tangan di atas itu lebih baik daripada tangan di bawah. Yang dimaksud dengan tangan yang di atas adalah orang yang memberi, sedangkan tangan di bawah berarti orang yang meminta. Untuk memberi, seseorang harus memiliki sesuatu. Dan sesuatu itu, salah satunya diperoleh karena bekerja. Demikianlah, bagaimanapun bekerja itu lebih baik dari pada menggantungkan hidup kepada orang lain dengan meminta-minta.
Karena itu, tidak ada cela bagi seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri untuk mencari nafkah dan memenuhi segala keperluannya. Dalam hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang kedua, terdapat penjelasan mengenai keutamaan bekerja dengan tangan sendiri, serta diutamakannya pekerjaan yang dikerjakan oleh seseorang dengan tangannya sendiri atas pekerjaan yang dikerjakan oleh orang lain.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri bekerja dan makan dari hasil jerih payahnya. Bahkan beliau pernah menggembala kambing untuk penduduk Makkah, sebagaimana diriwayatkan bahwa Beliau bersabda, “Allah tidak mengutus seorang Nabi pun melainkan menggembalakan kambing.” Para sahabat bertanya, “Termasuk juga engkau ? "
Beliau menjawab, “Ya, aku dulu menggembalakannya di padang rumput untuk penduduk Makkah.” (HR. Al-Bukhari)
Kalau kita lihat sejarah, para Rasul dan Nabi, mereka biasa bekerja dan makan dari hasil keringatnya sendiri. Nabi Dawud Alaihissalam misalnya, dia adalah seorang tukang dan makan dari hasil keringatnya sendiri.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidaklah seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik daripada memakan dari hasil kerja tangannya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Dawud Alaihissalam biasa makan dari hasil tangannya sendiri.” Meskipun Nabi Dawud Alaihissalam tidak perlu bekerja agar dapat memakan hasil kerja tangannya sendiri, karena dia seorang raja di bumi, sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala, hanya saja, dia mencari makan melalui cara yang lebih baik, yaitu kerja dengan tangannya sendiri.
Maksud Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menyampaikan kisahnya, adalah untuk berhujjah bahwa sebaik-baik hasil usaha adalah yang diperoleh dari tangan sendiri. Di dalam hadits di atas juga terdapat pengertian bahwa usaha tidak akan mengurangi makna tawakal kepada Allah. Sebagaimana yang kita ketahui dari Al-Qur'an, yang dikerjakan oleh Dawud dengan tangannya sendiri adalah membuat baju besi sementara yang melembutkannya adalah Allah. Demikianlah Nabi Dawud bekerja sebagai tukang dan penjual besi dan beliau tidak makan kecuali dari hasil usahanya tersebut, padahal beliau adalah raja, Allah Ta'ala berfirman: “Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya ( Dawud ) hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.” (QS. Shaad ayat 20)
Dan Kami kuatkan kerajaannya " Meskipun demikian, Dawud tetap saja berusaha menjadi wara' dan tidak makan, kecuali dan hasil keringatnya sendiri.Dalam ayat lain, Allah Ta'ala berfirman, “Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kalian, guna memelihara kalan dalam peperangan Maka hendaklah kamu bersyukur ( kepada Allah ) (QS. Al-Anbiya ayat 80)
Di antara keutamaan bekerja dengan tangan sendiri adalah terpakainya waktu untuk mengerjakan hal-hal yang dibolehkan, tidak menganggur tanpa pekerjaan, tidak membuang-buang waktu, melatih jiwa, menjaga kesucian diri dari meminta-minta kepada orang lain dan bersedekah dari hasil bekerja, sebagaimana Allah Ta'ala telah memerintahkan, “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah ( di jalan Allah ) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji." (QS. Al-baqarah ayat 267)
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sollam, “Wahai Rasulullah, apakah usaha yang paling baik ? " Beliau menjawab, “Pekerjaan seseorang yang dikerjakan dengan tangannya sendiri, dan setiap jual beli yang baik.” (HR. Ahmad)
Di sisi lain, Islam telah melarang pengangguran dan penempuhan jalan yang bertentangan dengan syariat yang dapat menyebabkan kegagalan seseorang di dunia dan di akhirat, meskipun secara lahiriah in tampak sukses Kesuksesan orang yang menentang syariat, tidak lain adalah istidraj, yaitu kemudahan dan kesuksesan semu yang diberikan Allah, yang tidak akan berlangsung selamanya, karena lambat laun, Allah Azza wa Jalla akan menjadikan kesuksesannya seperti debu yang diterbangkan, sebagaimana yang difirmankan oleh-Nya, “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan anal tu ( bagaikan ) debu yang berterbangan." ( Al-Furqaan 23 )
Islam sendiri telah membuat beberapa kaidah dan dasar desar yang harus diikuti dan dijalankan dalam bekerja, sehingga seorang pekerja dapat meraih kesuksesan. Di antara kaidah-kaidah dan dasar dasar itu adalah:
Berniat Tulus Ikhlas Karena Allah dalam Bekerja
Hal pertama yang harus diperhatikan oleh seseorang yang ingin diberi kesuksesan oleh Allah Ta'ala dan diberikan petunjuk dalam pekerjaannya adalah niat yang ikhlas. Yakni semata-mata bekerja karena Allah. anahu wa Ta'ala. Karena, setiap pekerjaan yang dikerjakan oleh seseorang secara tulus ikhlas, maka dia akan mendapatkan pahala, bahkan untuk anggota tubuhnya. Rasululah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda, “Pada kemaluan salah seorang di antara kalian terdapat shadaqah, “
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melampiaskan nafsu syahwatnya dan akan mendapatkan pahala baginya ? "
Beliau pun menjawab, “Bagaimana menurut pendapat kalian jika dia menempatkan pada yang haram, bukankah dia akan mendapatkan dosa karenanya ?
Demikian juga jika dia menempatkannya pada yang halal. Dia akan mendapatkan pahala.” Demikian juga semua pekerjaan halal akan membuahkan pahala, jika diniati oleh pelakunya untuk mendapatkan harta yang akan dialokasikan untuk kepentingan sendiri atau orang yang berada di bawah tanggungannya, sehingga ia tidak harus meminta-minta kepada orang lain dan dapat berbuat taat kepada Allah Ta'ala. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Satu dinar yang engkau nafkahkan di jalan Allah dan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk memerdekakan budak, dan satu dinar yang engkau shadaqahkan kepada orang miskin dan satu dinar yang engkau nafkahkan kepada keluargamu maka yang paling besar pahalanya adalah yang engkau nafkahkan kepada keluargamu." (HR. Muslim)
Di antara syarat pekerjaan halal adalah tidak meyakini bahwa wak itu sebagai hasil usaha, tetapi meyakininya dari Allah Ta'ala melalui sarana usaha tersebut.
Mengetahui Hukum-hukum yang Menyangkut Pekerjaan
Kebanyakan para pekerja termasuk para pegawai dan karyawan di banyak tempat telah mengabaikan upaya untuk mempelajari hukum hukum syariat yang khusus membahas tentang profesi dan pekerjaan mereka Mereka melalaikan masalah tersebut dan bahkan tidak peduli terhadap pekerjaan dan tugas yang mereka kerjakan, apakah halal atau haram Padahal, merupakan keharusan bagi mereka untuk mengetahui hukum-hukum tersebut, sehingga mereka bisa memilih pekerjaan yang halal dan diperbolehkan oleh syariat, terhindar dari pekerjaan yang haram dan makruh, dan dengan demikian, pemasukan yang diterimanya pun menjadi halal dan baik.
Pekerjaan itu Harus Halal
Sebagaimana mengfungsikan kemaluan untuk suatu hal yang haram akan menghasilkan dosa, dan memfungsikannya pada hal-hal yang halal akan menghasilkan pahala, maka demikian halnya bagi seorang lala-laki yang ingin sukses dalam pekerjaan dan mendapatkan berkah, dia harus menghindari pekerjaan dan profesi yang mengandung unsur dosa yang akan membawa kepada kerugian di dunia dan akhirat.
Selain itu, dia juga harus memilih pekerjaan yang halal dan diterima di sisi Allah Ta'ala, karena tidak setiap pekerjaan yang sukses itu halal dan diterima di sisi-Nya. Ada banyak pekerjaan yang mungkin dapat memberikan seseorang kesuksesan, namun karena tidak halal, Allah Azza wa Jalla tidak akan memberi pahala kepadanya, tapi malah memberikan siksaan yang berat atasnya.
Misalnya, seseorang yang bekerja sebagai pencuri sukses yang tidak pernah terungkap. Boleh saja dia merasa sukses, akan tetapi ia harus ingat bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menghisab perbuatannya dengan memberikan adzab di neraka, karena pencurian merupakan perbuatan yang diharamkan Allah.
Di dunia pun, sekiranya dia tertangkap dan diketahui sebagai pencuri, seharusnya dia memperoleh hukuman dari pihak yang berwenang dengan dijatuhi hukuman potong tangan, jika pemerintahannya menerapkan hukum Allah, atau dimasukkan ke dalam penjara untuk masa tertentu. Demikian juga setiap perbuatan yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Jujur dalam Bekerja
Setiap laki-laki di mana pun tidak mungkin dapat meneruskan pekerjaannya dan meraih kesuksesan jika dia tidak jujur dalam menjalankan pekerjaan dan tugas yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu, setiap pekerja harus jujur dalam menunaikan tugasnya dan mepergunakan dana yang dipercayakan kepadanya.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
والخادم في مال سيده راع ومسئول عن رعينه.
“Seorang pembantu adalah pemimpin atas harta majikannya dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR. Al-Bukhari)
Seorang pemimpin adalah yang menjaga, memegang kepercayaan dan mempertahankan keutuhan apa yang dipercayakan kepadanya. Dan dia dituntut untuk berbuat adil dalam menunaikan tugas dan kewajibannya.
Di antara bentuk kejujuran adalah tidak mempergunakan fasilitas dan segala sesuatu yang ada di bawah kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, kecuali setelah ada izin.Hal itu lebih ditekankan lagi ketika seseorang bekerja di sebuah instansi negara, karena semua yang ada di bawah kekuasaannya adalah harta masyarakat umum yang tidak boleh dibelanjakan dan dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
Bukan rahasia lagi bahwa dalam kejujuran itu terkandung manfaat dan keuntungan yang sangat banyak bagi laki-laki itu sendiri. Selain dia dapat membuatnya terus bekerja, kejujuran juga dapat menambah pahala dan meninggikan martabat serta menambah kepercayaan dirinya, karena pahala didapat tergantung perbuatan yang dilakukan dan tidak ada pahala bagi kejujuran melainkan hal yang baik-baik saja.
Tekun dalam Bekerja
Di antara hal penting yang diperintahkan Islam kepada kaum laki laki agar sukses dalam pekerjaannya adalah ketekunan. Tekun merupakan suatu hal yang penting bagi suksesnya suatu pekerjaan setelah niat yang tulus karena Allah Ta'ala. Islam telah menjelaskan bahwa tekun bekerja merupakan sesuatu yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta'ala sesuai sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam:
إن الله يحب إذا عمل أحدكم عملا أن يتقنه
“Sesungguhnya Allah menyukai jika salah seorang di antara kalian mengerjakan suatu pekerjaan dengan tekun.”
Yang dimaksud dengan ketekunan di sini adalah, melakukan suatu pekerjaan dengan sempurna, benar dan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Ketekukan ini merupakan tuntutan yang lazim dalam setiap pekerjaan yang dikerjakan oleh seseorang, baik itu menyangkut agama maupun dunia.
Karenanya, setiap laki-laki harus bekerja sesuai dengan apa yang diajarkan Allah Subhanahu wa Ta'ala yakeeluni dan mengerjakannya dengan baik dengan tujuan memberi manfaat kepada semua makhluk yang memerlukan.
Dia tidak boleh bekerja dengan niat bahwa jika dia tidak bekerja, dia akan sia-sia atau dia bekerja tergantung besarnya gaji, akan tetapi dia harus bekerja secara tekun sesuai dengan tuntutan pekerjaan dan profesinya.
Diceritakan ada seorang pekerja yang mengerjakan suatu pesanan dan belum merasa puas dengan hasil pekerjaannya, karena merasa kurang tekun. Setelah dia menyerahkan hasil kerjanya itu kepada orang yang memesannya, ternyata tidak ditemukan cacat sedikit pun.
Namun demikian, pada malam harinya, pekerja itu tidak tidur semalaman untuk kembali membuat pesanan tersebut, hingga dirinya merasa yakin kalau dia telah benar-benar menyelesaikannya dengan sempurna.
Keesokan harinya, ia menemui pemesannya, dan meminta pesanan pertama yang sudah diberikannya, dan digantinya dengan yang kedua. Pemesan itu pun berterima kasih, karena hasil yang kedua ternyata jauh lebih bagus. Pekerja itu berkata, “Aku bekerja bukan karena dirimu, tetapi untuk memenuhi hak pekerjaan, karena aku tidak ingin hasil pekerjaanku terlihat tidak bagus.”
Pekerja yang suka menekuni pekerjaannya seperti inilah yang akan memperoleh kesuksesan, karena dia mengerjakan pekerjaan yang disukai Allah Ta'ala, yaitu ketekunan. Apabila ada seorang pekerja yang tidak tekun karena kurangnya gaji, maka ia telah mengingkari apa yang telah diajarkan Allah Ta'ala, dan barangkali akan dicabut darinya ketekunan, sehingga dia pun dijauhkan dari taufiq dan kesuksesan dalam pekerjaannya.
Kewajiban Antar Pemilik Usaha
Pemilik usaha yang memiliki perusahaan atau pabrik atau tempat dagang atau yang lainnya, memiliki beberapa hak dan kewajiban terhadap orang-orang yang bekerja padanya, baik laki-laki maupun perempuan. Jika dia menunaikan hak dan kewajiban tersebut secara benar, maka hal tersebut akan semakin menambah rezeki dan keberkahannya, sehingga dia pun semakin dekat dengan taufiq Allah Ta'ala dan kesuksesan.
Di antara kewajiban kewajiban seorang pengusaha adalah sebagai berikut:
a. Membantu Para Pekerja untuk Beribadah
Merupakan suatu hal yang wajib bagi pengusaha atau pemberi lapangan pekerjaan untuk membantu orang-orang yang bekerja padanya agar senantiasa menaaati Allah dengan menunaikan shalat pada waktunya. Bahkan yang wajib dia lakukan adalah mengajak shalat mereka yang tidak mau mengerjakan shalat.
Dengan demikian, dia akan mendapatkan pahala di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan telah menghimpun antara pekerjaan dunia dengan pekerjaan akhirat, sehingga pekerjaannya itu menjadi sebab ditambahkannya rezeki dan dijauhkannya dari kerugian.
Saya mengenal seorang pemilik perusahaan yang memiliki kebiasaan setiap kali mendengar adzan untuk segera berangkat menunaikan shalat dan mengajak para pegawainya untuk mengerjakannya di masjid. Para pegawai pun sangat menyukai pemilik perusahaan itu dan bekerja padanya seolah-olah perusahaan itu sebagai perusahaan mereka.
Pengaruh shalat pun selain akan kembali kepada pelakunya, juga akan berdampak positif bagi perusahaan atau pabriknya... yaitu adanya keikhlasan, kejujuran dalam beramal, meningkatnya produktivitas dan amanah.
Sebaliknya, pemimpin perusahaan yang tidak membolehkan para pekerjanya baik laki-laki maupun perempuan untuk mengerjakan shalat. maka ia tergolong sebagai orang yang mengkhianati hak-hak pegawainya. Dan hal tersebut jelas akan menimbulkan banyak mudharat yang akan kembali kepada pemilik perusahaan itu sendiri.
b. Membayarkan Hak-hak Pekerja
Islam telah memerintahkan untuk membayar gaji atau upah para pekerja atau karyawan dan tidak menunda-nunda pembayaran tersebut. Mengenai hal itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
أعطوا الأجير أجره قبل أن يجف عرقه
"Berikanlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya kering." (HR. Ibnu Majah)Seorang pengusaha harus memberikan gaji orang-orang yang bekerja padanya pada hari yang telah ditetapkan. Hal itu akan memberikan pengaruh positif bagi para pekerja, di mana mereka akan menyukai tuannya sekaligus pekerjaan mereka. Selanjutnya hal itu akan meningkatkan produktivitas mereka, dan itu artinya adalah bertambahnya keuntungan. Yang demikian akan tercapai, tidak lain karena sikap pengusaha untuk memenuhi kewajibannya terhadap para pekerja.
Selain itu, seorang pengusaha hendaknya menghindarkan diri dari memakan hak salah seorang pekerjanya. Karena jika ia berbuat demikian, maka Allah akan menjadi musuhnya kelak pada Hari Kiamat, sebagaimana yang diberitahukan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Allah berfirman, Ada tiga golongan yang mana Aku akan menjadi musuh mereka pada Hari Kiamat kelak... dan seseorang yang mempekerjakan seorang pekerja, lalu pekerja itu menunaikan tugasnya dengan baik, t etapi dia tidak memberikan upahnya.”
Sebagaimana Islam telah mensyariatkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan suatu pekerjaan, Islam juga telah mengharamkan beberapa hal dan mu'amalat tertentu, yang harus dihindari agar seorang laki-laki tidak terjerumus ke dalamnya sehingga dia mendapatkan siksaan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala karenanya. Di antara hal dan mu'amalat tersebut adalah:
c. Tidak Menerima Sogokan
Di antara mu'amalat yang diharamkan oleh syariat dan yang menjadi sebab musnahnya harta sekaligus timbulnya kerugian adalah sogok-menyogok. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah melaknat orang yang menyogok dan orang yang disogok, di mana beliau bersabda, “Allah melaknat orang yang menyogok dan yang menerima sogokan.” (Sunan Ibn Majah).
Berdasarkan hadits tersebut di atas, bagi seorang pekerja tidak diperbolehkan untuk menerima sogokan sebagai imbalan atas tindak kecurangan yang dilakukan dalam suatu tugas Seandaianya kedua pihak tetap berada di rumah, niscaya tidak akan ada yang melakukan sogokan. Dan sogokan itu dilakukan dalam rangka untuk membenarkan yang batil dan yang membatilkan yang benar, dan yang semisalnya.Barangsiapa melakukan hal tersebut, maka dia akan dilaknat oleh Allah Azza wa Jalla, bahkan sogokan tersebut bisa sampai pada kategori kekufuran. Masruq mengatakan, “Jika seorang hakim memakan suatu hadiah ( pemberian ) berarti dia telah memakan sesuatu yang haram. Dan jika dia menerima sogokan, maka dia bisa sampai pada kekufuran.
Bahkan hadiah sekalipun tidak boleh diterima oleh pekerja atau karyawan, hanya karena dia menempati jabatan tertentu. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah mempekerjakan seseorang dari bani Asad yang bernama Ibnu Atbiyah untuk mengurus zakat. Ketika datang dia berkata, “Ini untuk kalian dan ini sebagai hadiah untukku.” Mengengar itu, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pun berdiri di atas mimbar-Sufyan juga mengatakan lalu beliau menaiki mimbar-seraya memanjatkan pujian dan sanjungan kepada Allah, lalu bersabda, “Bagaimana keadaan pekerja yang kami utus, lalu dia datang dan berkata, “Ini bagianmu dan ini bagianku. ' Hendaklah dia duduk di rumah bapak dan ibunya lalu menunggu, apakah dia akan diberi hadiah atau tidak ? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, dia tidak akan datang dengan membawa sesuatu melainkan dia akan datang pada Hari Kiamat kelak dengan membawanya di atas leher, jika onta maka ia akan menggeram, atau sapi memiliki lenguhan, atau kambing yang mengembik."
Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami melihat warna putih kedua ketiaknya, lalu bersabda, ' Bukankah aku telah menyampaikan ? ' sebanyak tigak kali.” (HR. Al-Bukhari)
Di dalam hadits di atas terdapat penjelasan bahwa hadiah bagi pekerja atau karyawan itu adalah haram dan termasuk kecurangan, karena ia telah mengkhianati pekerjaan, tugas, dan amanahnya.Beberapa Pesan dan Nasehat
Terakhir, berikut ini beberapa pesan dan nasehat yang jika digabungkan dengan hal-hal sebelumnya, akan sangat membantu tercapainya kesuksesan dalam pekerjaan:
- Belajar dan mengambil manfaat dari orang-orang yang sudah berpengalaman di bidangnya yang sudah menekuni profesinya dalam waktu yang lama serta telah meraih berbagai keberhasilan dan kesuksesan yang sudah tidak terhitung.
- Tidak menunda pekerjaan sampai esok hari serta menghindari kemalasaan dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan.
- Berusaha menenangkan urat, khususnya pada saat bekerja, dan menghindari marah atau keputusasaan, karena tidak akan pernah mendatangkan manfaat.
- Menghindari pekerjaan yang tiada putus-putusnya, dan mengindahkan waktu-waktu kerja yang telah ditetapkan. Hendaknya waktu kerja dipergunakan untuk bekerja dengan tidak memikirkan atau menyibukkan diri dengan hal lain di luar pekerjaan.