Kiat Sukses Dalam Mengelola Harta Kekayaan
Tidak ada seorang pun manusia yang meragukan bahwa yang paling dikehendakinya di dunia ini adalah harta kekayaan. Semua orang menginginkan untuk memiliki harta yang banyak dan melimpah. Mereka sangat mencintai harta. Bahkan tidak jarang di antara mereka ada yang menyerahkan hidupnya demi harta.
Padahal, harta itu hanyalah merupakan bahasa lisan rezeki, dan rezeki sendiri adalah segala sesuatu yang dikaruniakan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada seseorang yang mungkin untuk dijual atau dipindahkan tangankan dalam bentuk uang. Rezeki itu hanya ada di tangan Allah Ta'ala, karena Dialah satu-satunya Dzat Pemberi rezeki yang memiliki kekuatan yang sangat tangguh, yang memberikan rezeki kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan menahan rezeki dari siapa yang Dia kehendaki. Allah saja yang dapat melapangkan atau menyempitkan rezeki bagi siapa saja yang Dia kehendaki.
Dan Dia memiliki hikmah yang besar dalam hal itu. Seseorang tidak akan mati sehingga bagian rezekinya terpenuhi. Rezeki ini meskipun terkadang datang agak lambat-karena satu hikmah yang hanya diketahui oleh Allah-namun dipastikan dia akan datang. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
أيها الناس اتقوا الله وأجملوا في الطلب فإن نفسا لن تموت حتى تستوفي رزقها وإن أبطأ عنها
" Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah dan perindahlah dalam melakukan penuntutan, karena sesungguhnya suatu jiwa itu tidak akan mati sehingga terpenuhi rezekinya, meskipun datang terlambat."
Untuk bisa sukses dalam berinteraksi dengan harta, sebenarnya seseorang tidak membutuhkan dukungan ilmu yang banyak atau kecerdasan yang tinggi. Karena kalau demikian, setiap orang yang berilmu atau cerdas, pasti akan sukses dalam mengumpulkan harta dan mereka akan menjadi orang-orang terkaya.
Kenyataannya yang kita lihat pun membuktikan bahwa para ulama yang berilmu tinggi dan cerdas, kebanyakan dari mereka, hidupnya miskin. Pada saat yang sama, kita mendengar banyak orang kaya, padahal dia tidak cukup memiliki ilmu atau kecerdasan. Ini membuktikan bahwa kebodohan dan ketidakcerdasan tidak memastikan orang yang bodoh atau tidak cerdas akan jatuh miskin atau gagal dalam mengumpulkan dan mengelola harta.
Berdasarkan ini, kesuksesan dalam memperoleh rezeki dan harta, pasti memiliki sebab-sebab lain, selain sebab-sebab material yang dikenal di antara umat manusia.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menetapkan beberapa sebab datangnya rezeki dan terkumpulnya harta, baik yang bersifat agamis maupun yang bersifat materialis. Sebab-sebab materialis sudah sangat dikenal, yaitu melalui kerja keras, usaha berat dan terus bergerak dalam memperoleh rezeki. Sedangkan sebab-sebab yang bersifat agamis, maka ini yang lebih penting dan sebab sebab materialis, bahkan harus deadikan sebagai landasannya, karena ia menjadi sarana kesuksesan dalam berinteraksi dengan harta, tentunya dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta'ala Barangsiapa berpegang teguh pada sebab-sebab ini dan mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Allah serta meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah dengan niat tulus, pasti Allah akan menetapkan kesuksesan baginya dalam mengelola harta serta memudahkan dalam perolehannya melalui sebab-sebab yang bersifat materialis, seperti jual beli, bekerja di instansi pemerintah atau di swasta, atau sarana dan jalan lain yang dibolehkan Allah Azza wa Jalla.
Keliru, apabila ada yang beranggapan bahwa kesuksesan dalam memperoleh harta, hanya didapatkan melalui sebab-sebab yang bersifat materalis ini saja. Karena kalau demikian, orang yang menempuh sebab-sebab ini pasti akan sukses dan menjadi kaya.
Padahal yang kita dengar, banyak sekali orang yang gagal menjadi kaya meskipun mereka gigih mengejar harta dan bekerja siang malam tanpa berhenti sepanjang hidupnya dengan memanfaat sarana materialis ini. Ada di antara mereka yang menggunakan sarana jual beli. perdagangan, perniagaan atau kontruksi bangunan dan lain sebagianya menjadi bangkrut dan jatuh miskin bahkan dimasukkan ke dalam penjara.
Dasar terpenting dari sebab-sebab yang bersifat agamis, pertama dan terakhir adalah ketaatan kepada Allah dan beribadah kepada Nya. Atas dasar ini sajalah, seorang laki-laki yang ingin sukses dalam urusan hartanya hendaknya berusaha dalam mengumpulkan harta. Dia tidak boleh hanya bertujuan meraih kesuksesan dalam memperoleh rezeki dan harta.
Sebab, Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan menetapkan kesuksesan dan datangnya rezeki apabila hanya didasarkan pada tujuan tersebut. Allah Ta'ala yang telah menciptakan sebab-sebab kesuksesan dan apa yang dihasilkan darinya, terkadang menjadikan sebagian orang yang telah melalui sebab-sebab tersebut gagal dalam usaha mereka.
Bagi yang ingin sukses dalam urusan harta, tidak ada jalan lain, kecuali bekerja secara ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta'ala dan menetapkan bahwa tujuannya mencari rezeki, menjaga dan menambahnya adalah untuk beribadah kepada Allah Azza wa Jalla menaah semua perintah-Nya dan mencari keridhaan-Nya.
1. Amal Saleh dan Amal KeburukanAllah Ta'ala berfirman:
من عمل صلحا من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فلنحيينه حيوة طيبة ولنجزينهم أجرهم بأحسن ما كانوا يعملون-النحل ۹۷
"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
Dalam ayat lain, Allah juga berfirman, " Supaya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Mereka itu adalah orang-orang yang baginya ampunan dan rezeki yang mulia. Allah Tabaraka wa Ta'ala telah menetapkan syarat dan sekaligus jawabannya. Adapun syarat adalah amal saleh yang dibangun di atas keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya.
Sedangkan jawabnya adalah kehidupan yang baik, yaitu rezeki yang halal lagi baik. Ada yang berpendapat, kehidupan yang baik adalah yang mencakup semua sisi kenyamanan. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri menegaskan sebab diperolehnya rezeki dan harta ini, di mana beliau bersabda, " Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak akan menzhalimi seorang mukmin atas suatu kebaikan la akan diberikan pahala atasnya di dunia dengan dibert-Nya rezeki dan diberikan balasan di akhirat.
Menurut hadits ini, tidak ada satu kebaikan pun yang dikerjakan oleh seorang mukmin, melainkan Allah Azza wa Jalla akan memberinya balasan di dunia maupun di akhirat. Di dunia akan dilapangkan rezekinya atau diberikan rezeki baru kepadanya, bahkan mungkin juga akan dibalas dengan dicegahnya malapetaka atau yang lainnya. Sedangkan di akhirat: akan ditinggikan beberapa derajat di surga.Oleh karena itu, barangsiapa yang ingin dihidupkan Allah Subhanahu wa Ta'ala di dunia dengan kehidupan yang baik, sehingga dapat merasakan ketentraman dari segala penjuru dan diberi rezeki yang halal lagi baik, juga berhak untuk dihidupkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan kehidupan yang baik di akhirat dan diberi balasan dengan apa yang lebih baik dari apa yang telah kerjakan, maka dia harus memenuhi syaratnya. Yaitu, mengerjakan amal saleh yang didasarkan pada kitab Allah Ta'ala dan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Yang demikian itu merupakan janji Allah Azza wa Jalla, dan janji Allah itu pasti akan dipenuhi.
2. Takwa Kepada Allah Azza wa Jalla
Allah Ta'ala berfirman, " Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan ( keperluan ) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan ( yang dikehendaki ) -Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu."
Takwa kepada Allah adalah merupakan sebab datangnya rezeki dari arah yang tidak diketahui oleh orang yang menerimanya. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah membaca ayat ini kepada Abu Dzar, dan selanjutnya beliau bersabda, " Wahai Abu Dzar, seandainya semua orang berpegang padanya, niscaya ia akan mencukupi mereka. " Artinya, seandainya semua orang merealisasikan ketakwaan dan tawakal, niscaya mereka akan merasa cukup dengannya untuk memenuhi kepentingan agama dan dunia yang mereka butuhkan.
Dengan demikian, barangsiapa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam keadaan terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, serta menjahui syirik kepada Allah serta menaati Allah Ta'ala, niscaya Allah Azza wa Jalla akan membalikkan kesedihan mereka menjadi kegembiraan, kesempitan dengan jalan keluar, dan Dia akan karuniakan rezeki kepadanya dari semua arah yang tidak pernah diduganya serta memudahkan semua urusannya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, " Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya,
3. Tawakal Kepada Allah
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, " Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal kepada Nya, nsicaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana diberikannya rezeki kepada burung yang pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang."
Hadits ini merupakan dasar pokok tawakal sekaligus menjadi sebab yang paling utama untuk meraih rezeki. Artinya, seandainya kallan bersandar kepada Allah Ta'ala dengan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat berbuat melainkan hanya Dia, dan tidak ada pemberi juga penolak melainkan hanya Dia semata, dan kebaikan itu hanya ada di tangan-Nya semata, kemudian kalian berusaha untuk mencari rezeki dengan bertawakal kepada-Nya, niscaya Dia akan mengaruniakan rezeki kepada kalian, sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung yang pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang kembali pada sore hari dalam keadaan kenyang.
Dalam ayat lain, Allah Ta'ala berfirman, " Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan ( keperluan ) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan ( yang dikehendaki ) -Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. " ( Ath-Thalang Dalam realisasinya, tawakal ini tidak menafikan penempuhan semua sarana dan usaha untuk mencari rezeki.
Tawakal tidak cukup hanya dengan menyerahkan segalanya kepada Allah tanpa menunaikan semua sarana dan sebab-sebab yang telah ditentukan oleh-Nya. Karena jika demikian, maka tawakal tidak akan berarti dan menjadi rusak. Allah Subhanahu wa Ta'ala sendiri telah memerintahkan untuk menempuh sarana-sarana tersebut, selain juga memerintahkan untuk bertawakal.
Di satu sisi, berusaha dan menempuh sarana dengan dukungan seluruh anggota badan merupakan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla, dan di sisi lain, bertawakal kepada-Nya dengan sepenuh hati merupakan bentuk keimanan kepada-Nya. Allah Ta'ala berfirman, " Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi ; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kalian beruntung. "
Dia juga berfirman, " Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kalian, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kalian ( kembali setelah ) dibangkitkan. " Artinya, berjalan dan bepergianlah kalian ke mana saja kalian kehendaki serta berusahalah untuk mencari berbagai macam pekerjaan yang dihalalkan Allah, agar datang kepada kalian apa yang menjadi bagian kalian dari harta yang halal sehingga kalian pun bisa makan dari rezeki-Nya. Karena, burung saja dengan ketawakalannya kepada Allah Azza wa Jalla yang menyediakan rezeki sekaligus menunjukkan jalan, mereka terus berusaha dengan pergi pagi dan pulang sore dalam rangka mencari rezeki.
Berdasarkan ini, tawakal tidak berarti berdiam diri dan menganggur, tetapi sebaliknya, harus adanya keberlanjutan usaha, karena burung diberi rezeki melalui usaha dan pencarian. Kemudian, ketahuilah bahwa usaha kalian tidak akan memberikan manfaat apa pun, melainkan sesuatu yang telah ditetapkan Allah Ta'ala dan dimudahkan-Nya bagi kalian. Jika kalian merasakan sedikit kesulitan, maka yang demikian itu merupakan ketetapan-Nya. Demikian juga jika kalian mendapatkan kemudahan, itu adalah dari Allah semata Usaha kalian tidak dapat memberi rezeki. Yang memberi rezeki adalah Allah Jalla Jalaluhu. Karena itu, Allah Ta'ala berfirman, " Makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu ( kembali setelah ) dibangkitkan, "
Berdasarkan itu, tawakal yang sempurnya adalah tidak bersandar pada sarana dan usaha dengan memutuskan keterikatan hati darinya. Maksudnya, hendaknya hati hanya dipautkan kepada Allah bukan kepada sarana yang ditempuh. Yang dipautkan pada sarana dan usaha hanyalah anggota tubuh bagian luar.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, " Barangsiapa mendapatkan kesulitan lalu dia menyerahkannya kepada umat manusia, maka kesulitannya itu tidak akan terpecahkan. Dan barangsiapa ditimpa kesusahan lalu dia menyerahkannya kepada Allah, niscaya Allah akan melimpahkan rezeki kepadanya sekarang atau nanti, "
Dalam riwayat lain disebutkan, " Dan barangsiapa menyerahkannya kepada Allah, maka Allah akan memberinya kecukupan, baik dengan kematian segera maupun kekayaan mendadak. "
Dengan demikian, seorang laki-laki yang mendapatkan kesulitan dan kebutuhan yang mendesak, lalu dia menghadapkan wajahnya dan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dzat yang memenui kebutuhan seluruh makhluk-Nya yang pintu-Nya tidak pernah tertutup, agar dihilangkan kesulitannya, bersandar dan bertawakal kepada-Nya, maka Allah Azza wa Jalla akan memberikan kecukupan dan menyegerakan rezekinya tanpa diketahui atau menangguhkan rezekinya di masa yang akan datang.
Dalam menjelaskan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, " Dengan kematian segera, " ada yang mengatakan, dengan kematian orang terdekatnya yang kaya sehingga dia akan mewarisinya. Allah Ta'ala berfirman, Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya Dan Allah Mahaluas ( pemberian-Nya ) lagi Maha Mengetahui "
4. Banyak Beristighfar
Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan tentang kisah Nuh Alaihissalam, di mana dia pernah berkata kepada kaumnya, " Maka aku katakan kepada mereka, ' Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan ( pula di dalamnya ) untukmu sungai-sungai."
Dalam ayat di atas, Nabi Nuh Alaihissalam telah mengumumkan kepada kaumnya, bahwa jika mereka memohon ampunan kepada Allah, kembali kepada-Nya, menjauhkan diri dari apa yang telah mereka perbuat dan bertaubat kepada-Nya, niscaya Allah akan menerima taubat mereka, sebesar apa pun dosa kekufuran dan kemusyrikan yang telah mereka lakukan, mengirimkan hujan yang terus-menerus, menumbuhkan berkah bumi, menghidupkan tumbuh-tumbuhan, memperbanyak rezeki, menambah harta, memperbanyak anak keturunan dan menjadikan bagi mereka kebun-kebun yang di dalamnya terdapat aneka ragam buah-buahan disertai sungai-sungai yang mengalir di antaranya.
Ayat di atas menjadi dalil bahwa istighfar bisa mengakibatkan turunnya rezeki dan hujan. Diriwayatkan bahwa Umar bin Al-Khatthab Radhiyallahu Anhu ketika memimpin shalat istisqa untuk meminta turunnya hujan, dia tidak lebih hanya mengucapkan istighar dan membaca ayat-ayat Al-Qur'an, di antaranya ayat di atas.
Ibnu Shabih me ngatakan, " Ada seseorang mengadu kekeringan yang menimpanya kepada Al-Hasan, lalu dia berkata, ' Mohonlah ampunan kepada Allah."
Ada juga orang lain yang mengadukan kemiskinan kepadanya, maka Al-Hasan mengatakan, " Mohonlah ampunan kepada Allah. " Selanjutnya ada juga orang lain yang berkata kepadanya, " Berdoalah kepada Allah agar Dia mengaruniakan anak kepadaku. " Maka dia pun berkata kepadanya, " Mohonlah ampunan kepada Allah. "Kemudian ada orang lain lagi yang mengadukan kekeringan yang melanda kebunnya, maka Al-Hasan menjawab, " Mohonlah ampunan kepada Allah. Lalu kami tanyakan kepadanya mengenai hal tersebut, maka dia menjawab, "Apa yang aku katakan itu bukan dari diriku sama sekali, karena sesungguhnya Allah Ta'ala telah berfirman di dalam surat Nuh. Kemudian Al-Hasan membacakan ayat-ayat tersebut di atas.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam besabda, " Barangsiapa memperbanyak istighfar, maka Allah akan menjadikan baginya setiap kedukaan menjadi kebahagiaan, setiap kesempitan menjadi jalan keluar, dan Dia karuniakan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia sangka-sangka."
Dari nash-nash Al-Qur'an dan juga hadits di atas terdapat dalil yang menunjukkan besarnya manfaat istighfar. Orang yang beristighfar, selain mendapatkan ampunan Allah, dengan membacanya berulang ulang sebanyak puluhan atau ratusan kali setiap hari, dia juga akan semakin dekat dari sebab datangnya rezeki dan terkumpulnya harta. Istighfar ini, harus dilakukan secara benar, tulus dan ikhlas dengan meninggalkan semua perbuatan dosa, karena dengan itulah permohonan ampunan akan dikabulkan. Karenanya, ia tidak cukup hanya dilafalkan dengan lisan saja.
Kutipan dari Buku Menjadi Pria Sukses Dan Dicintai Tulisan Syaikh Adnan Ath-Tharsyah