Memakai Wadah Dari Kulit Bangkai, Bolehkah..???
مر رسول اللہ ﷺ بشاة بجرونها فقال : لو أحذتم إهابها ؟ فقالوا : ميتة ، فقال : يطهرها الماء والقرظ
Ibnu Abbas ra, berkata:
سمعت رسول اللہ ﷺ یقول : أيما إهاب دبغ فقد طهر
“Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Kulit bangkai itu suci setelah disamak.” ( HR. Ahmad, Muslim, At-Turmuzi dan Ibnu Majah )
Ibnu Abbas ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda:
قال النبي ﷺ : أنما حرم أكلها
“Hanya saja yang diharamkan ( dari bangkai ), ialah memakannya.” ( HR. Al-Jama'ah selain Ibnu Majah ; Al-Muntaqa 1 : 35 )
Baca juga:Hadits (pertama) di atas diriwayatkan oleh Malik, Abu Dawud, An-Nasa'y dan Ibnu Hibban, serta di-shahih-kan oleh Ibnus Sakan. Ad-Daraquthny menyatakan sanad hadits ini, shahih. Hadits ini menyatakan bahwa kulit bangkai suci dengan disamak.
Hadits ( kedua ) ini menurut Ar-Turmudzy adalah hasan shahih. Hadits ini me nyatakan bahwa kulit bangkai suci dengan disamak.
Hadits ( ketiga ) menyatakan, bahwa kulit bangkai biarpun suci dengan disamak, tetap haram dimakan.
Al-Mutawalli menukilkan dari Ibnu al-Qaththan, bahwa kulit bangkai sebenarnya suci. Kita disuruh menyamaknya, karena ada lendir-lendir padanya. Lendir-lendir itu najis. Maka disuruh basuh kulit itu adalah untuk menghilangkan lendir-lendirnya, disuruh basuh seperti membasuh kain dari najasah.
Asy-Syafi'y mengatakan: “Segala kulit bangkai, baik yang bisa dimakan daging nya, maupun yang tidak, selain anjing dan babi, bisa suci dengan disamak, suci luarnya dan suci dalamnya, dan boleh dipakai untuk tempat menyimpan sesuatu yang padat dan yang cair.” Demikian juga pendapat Abu Hanifah.
Malik berpandangan bahwa segala kulit bangkai, suci dengan disamak. hanya saja kesucian kulit bangkai itu luarnya saja. Sedangkan bagian batinnya ( bagian dalamnya ) itu tidak suci. Yakni tidak boleh kulit bangkai yang disamak itu, dipergunakan untuk menyimpan benda yang cair. Ahmad mengatakan ( menurut riwayat ter masyhur ): “Kulit bangkai, najis, tidak dapat disucikan oleh sesuatu, biarpun dengan menyamaknya.”
Al-Auza'y dan Ibnul Mubarak mengatakan: “Kulit bangkai yang suci dengan disamak, hanyalah kulit bangkai yang dimakan dagingnya saja, seperti kambing. Sedang kulit bangkai yang tidak dimakan dagingnya, tidaklah suci walaupun dengan disamak.”
Az-Zuhry mengatakan: “Kulit bangkai, boleh diambil manfaatnya, walaupun dengan tidak disamak, dan boleh dipergunakan untuk tempat menyimpan benda yang keras dan cair.”
Abu Yusuf dan Ahluzh Zhahir menetapkan, bahwa benda yang keras dan segala kulit bangkai, bahkan babi dan anjing, suci dengan disamak, suci luar luar dan dalamnya ( batinnya ).
An-Nawawy dalam Syarah Muslim mengatakan: “Kulit bangkai boleh disamak dengan benda yang dapat membersihkan lendir dan menghilangkannya, seperti daun kertau ( jati ), kulit buah delima dan lain-lainnya, tidak dimestikan dengan daun jati saja.”
Sebagian ulama menetapkan bahwa hadits di atas hanya mengharamkan kita makan kulit bangkai, maka tidaklah dapat kita menajiskannya.
Hadits ini menyata menurut kata mereka bahwasanya kulit bangkai, suci; karena yang diharam kan, memakannya, lain tidak. Tegasnya, memakainya boleh selain untuk dimakan.
Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla mengatakan: “Kulit bangkai, apa saja walaupun kulit bangkai anjing dan babi atau binatang buas atau lain-lain, adalah suci setelah disamak, yang tidak boleh adalah memakannya. Hanya kulit manusia yang tidak boleh dikupas dari badannya dan wajib dikubur.”
Bulu bangkai, rambutnya, haram sebelum disamak, halal sesudahnya. Tulangnya, tanduknya, dibolehkan kita memakainya cuma tidak halal dimakan.
Menurut pendapat sebagian ulama, hadits tersebut memberi pengertian bahwa kulit bangkai, najis. Sebagian ulama tidak menajiskan kulit bangkai. Pen dapat yang terakhir ini ditolak oleh ungkapan: “Bahwasanya kulit yang telah di samak adalah suci.” Hal ini memberi pengertian, bahwa kulit bangkai adalah najis.
Menurut penelitian ( pentahqiqan ) kami, pendapat Abu Yusuf dan Ahluzh Zhahir-lah yang kuat dalam masalah ini. Karena segala hadits yang berkenaan dengan urusan kulit bangkai, secara umum, tidak ada yang mengecualikan anjing dan babi.
Pendapat yang paling lemah adalah pendapat Az-Zuhry yang menganggap suci kulit bangkai yang tidak disamak. Segala hadits yang menyatakan kulit binatang tidak bisa suci dengan disamak, lemah dan tidak ada yang dapat menyanggah hadits yang mensucikan dengan disamak itu.
Zhahir hadits Ibnu Abbas ini, menyatakan bahwa yang diharamkan dari bangkai hanyalah memakannya, bukan mengambil manfaatnya atau selain dari memakainya. Menurut pentahqiqan kami, hadits ini tidak bertentangan dengan hadits yang menyuruh menyamak, supaya dapat mengambil manfaatnya.