Kiat Sukses Dalam Berbisnis
Islam telah membolehkan umatnya untuk bekerja di bidang perdagangan dan jual beli, di mana Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman, " Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Dalam ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman, " Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah ( di jalan Allah ) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” ( Al-Baqarah: 267 ).
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah ditanya, " Wahai Rasulullah, apakah usaha yang paling baik ? " Beliau menjawab, "Pekerjaan seseorang yang dikerjakan dengan tangannya sendiri, dan setap jual beli yang baik.”
Baca juga:
Sejak zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sampai sekarang ini, seluruh umat Islam telah bersepakat bahwa jual beli hukumnya boleh Islam sendiri telah mensyariatkan kaidah-kaidah dan pokok-pokok yang harus diikuti dan diterapkan untuk meraih kesuksesan dalam berdagang dan berjual beli sehingga bisa menghasilkan keuntungan. Di antara kaidah-kaidah dan pokok pokok tersebut adalah:
Berniat Ikhlas Karena Allah dalam Berdagang dan Berjual Beli
Setiap pekerjaan yang dikerjakan umat manusia harus diawali dengan niat, yaitu menentukan tujuan dari pekerjaan tersebut. Sebab, semua amal perbuatan itu tergantung pada niatnya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, " Semua perbuatan itu ada niatnya Dan setiap orang mendapatkan bagian dari pekerjaannya tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya untuk dunia yang dia dapat atau wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa yang dia tuju.”
Dengan niat, amal perbuatan dapat dibedakan, karena Allah Ta'ala atau karena riya kepada selain Dia. Jika dengan suatu perbuatan seseorang bertujuan untuk suatu makna yang berkonsekuensi pada pahala, seperti misalnya berniat karena Allah Ta'ala, maka Allah Azza wa Jalla akan memberikan pahala kepadanya atas perbuatan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka orang yang mendasari dagang atau jual belinya untuk merealisasikan tujuan-tujuan syariat yang diinginkan dan dindhai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka dia akan memperoleh pahala atas hal tersebut. Sedangkan orang yang niat berdagangnya untuk tujuan tujuan yang bertentangan dengan syariat serta dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka baginya dosa atas hal tersebut, sebagaimana yang disyaratkan oleh hadits berikut, "Dan pada kemaluan salah seorang di antara kalian terdapat shadaqah yang telah disebutkan sebelumnya pada pembahasan yang lalu.
Mengetahui Hukum-Hukum yang Berkenaan dengan Dagang dan Jual beli
Sebagian besar pedagang dan para pemilik toko yang berjual beli telah mengabaikan untuk belajar hukum-hukum syariat yang khusus menyangkut pekerjaan mereka. Mereka mengabaikan masalah ini dan tidak mempedulikan harta yang mereka peroleh, apakah halal atau haram.
Sehingga banyak dari mereka yang makan dari hasil yang haram, baik mereka sadari maupun tidak. Ini jelas sebagai kesalahan besar dan musibah yang sangat berat yang akan menghasilkan kerugian yang besar di dunia dan di akhirat. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri telah memberitahukan hal tersebut pada zaman beliau seraya mengingatkan akan fitnah harta, di mana beliau bersabda:
يأتي على الناس زمان لا يبالي المرء ما أخذ منه أمن الحلال أم من الحرام
"Akan datang kepada umat manusia ini satu zaman, di mana seseorang tidak lagi peduli terhadap apa yang diperoleh, apakah halal atau haram.”
Merupakan suatu hal yang wajib bagi para pedagang untuk belajar dan memahami apa yang dihalalkan dan diharamkan dalam jual beli yang digelutinya agar mu'amalatnya halal dan jauh dari yang haram. Sehingga, dia pun dapat meraih kesuksesan, dimana Allah Ta'ala akan menganugrahkan kepadanya rezeki yang melimpah serta memberikan berkah kepadanya. Telah diriwayatkan bahwa Umar Radhiyallahu Anhu pernah berkeliling di pasar sembari menepuk para pedagang seraya mengatakan, "Jangan ada di pasar kami yang berjualan melainkan orang yang memahami agama. Jika tidak, maka dia akan makan riba, baik menginginkannya maupun menolak.”
Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu mengatakan, " Barangsiapa berdagang sebelum memahami agama, berarti dia telah tercebur ke dalam riba, lalu tercebur, dan kemudian terceburز"
Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu mengemukakan, " Kami meninggalkan sepersembilan yang halal, karena kami takut ribaز"
Sesungguhnya mempelajari ilmu yang khusus menyangkut dunia usaha dan jual beli adalah mudah bagi setiap pengusaha atau pedagang yang ingin mendalami ilmu tersebut. la dapat mempelajarinya dari kitab kitab As-Sunnah yang membahas tentang jual beli, misalnya Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, dan lain-lainnya.
Dengan mempelajarinya, dia akan mengetahui apa saja yang diharamkan dan dilarang dalam jual beli, seperti: Menjual atas jualan orang, tipu daya, curang, jual beli haram yang khusus menyangkut emas dan perak yang banyak dilakukan oleh para pedagang emas dan hal lainnya yang diharamkan oleh Islam.
Jika seorang pedagang tidak mampu mendalami sendiri agama melalui buku-buku, maka hendaklah dia bertanya dan meminta fatwa kepada para syaikh, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Ta'ala, " Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”
Jika setiap pedagang dan pembeli mau mempelajari semua hukum yang menyangkut dunia dagang dan jual beli, maka dia akan dapat membedakan yang halal dari yang haram, yang mubah dari yang dilarang, sehingga dia pun akan memilih usaha yang baik dan meninggalkan usaha yang buruk. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, " Mencari ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap orang muslim."
Selain itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda, " Sesungguhnya yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas, dan di antara keduanya terdapat beberapa syubhat ( yang meragukan ) yang tidak diketahui oleh banyak orang. Barangsiapa berhati-hati terhadap hal-hal yang syubhat, berarti dia telah melindungi agama dan harga dirinya. Dan barangsiapa terjatuh ke dalam syubhat berarti dia telah terjatuh dalam hal yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar daerah terlarang, maka dimungkinkan ia akan memasuki daerah terlarang tersebut. Ketahuilah, sesungguhnya setiap raja itu mempunyai tempat terlarang ( bagi orang lain ), dan ketahuilah bahwa tempat terlarang milik Allah adalah semua yang diharamkan-Nya.”
Melalui hadits di atas Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengingatkan agar setiap orang mencari yang halal dan meninggalkan yang haram. Selain itu, beliau juga menjelaskan bahwasanya ada beberapa hal yang termasuk syubhat, di mana hukum syariatnya tidak diketahui, karena tidak adanya dalil syariat yang menegaskan kehalalan atau keharamannya. Barangsiapa mampu meninggalkan hal-hal yang bersifat syubhat ini, maka ia telah memiliki sifat wara ', dan akan terbebas dari celaan syariat dan kehormatannya pun akan terlindungi dari kata-kata orang lain.
Bekerja dalam Usaha dan Jual Beli yang Halal
Setiap orang yang ingin sukses dalam berdagang dan berjual beli serta ingin diberkahi Allah Azza wa Jalla dalam menjalaninya, dia harus memilih usaha dagang dan jual beli yang halal dan diterima di sisi Allah Ta'ala, bukan dagang dan jual beli yang haram, karena memang tidak setiap usaha dagang dan jual beli yang sukses hukumnya halal dan dapat diterima di sisi Allah. Bahkan terdapat usaha dagang dan jual beli yang mungkin sukses, tetapi Allah Azza wa Jalla akan menimpakan siksaan yang berat kepada pelakunya. Misalnya, orang yang memperjual-belikan hal-hal yang haram dan dilarang, seperti narkoba dan obat obatan terlarang lainnya.
Meskipun dia sukses dalam menjalankan usahanya, dimana pihak yang berwenang tidak mengetahuinya, namun belum tentu dia akan selamat di akhirat, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menghisab perbuatannya dengan adzab yang sangat pedih di dalam neraka, karena obat-obatan terlarang yang dijualnya telah diharamkan oleh Allah Ta'ala untuk diperjual-belikan.
Kalaupun usahanya tersebut terungkap di dunia, maka dia akan ditangkap oleh pihak yang berwajib dan akan dihukum dengan hukuman yang berat, yang tidak jarang sampai pada hukuman mati. Contoh lain, memperjualbelikan khamer. Meskipun produksi dan penjualannya diperbolehkan di beberapa negara, namun hal tersebut tidak dpat mengubah hukum syariat sama sekali. Memproduksi dan menjualnya tetap diharamkan, termasuk menikmati hasil penjualannnya.
Demikian juga hal-hal lainnya, yang penjualan dan perdagangannya diharamkan Islam. Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengenai usaha yang baik, " dan setiap jual beli yang baik, " yakni, jual beli yang halal, tidak diwarnai tipu daya dan pengkhianatan, tidak diharamkan dan tidak dimakruhkan.
Seorang wanita bertakwa berkata kepada suaminya setiap suaminya akan berangkat berdagang dan berjualan, " Sesungguhnya kami lebih sabar menahan lapar daripada harus menerima siksaan neraka. Yang demikian itu karena memakan makanan yang haram adalah haram. Dan setiap daging yang tumbuh dari penghasilan yang haram, maka neraka merupakan tempat yang paling tepat baginya, sebagaimana yang diberitahukan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, " Sesungguhnya tidaklah daging itu membesar yang tumbuh dari penghasilan yang haram, melainkan neraka lebih baik baginya."
Toleransi dalam Berdagang dan BerjualanIslam telah memerintahkan untuk toleran dalam bermu'amalat dengan sesama manusia. Menurut Islam, orang yang penuh toleran adalah orang yang dicintai Allah Ta'ala. Yang dimaksud dengan toleran disini adalah memberi kemudahan dan kemurahan. Selain itu, toleran juga merupakan bagian dari iman, sebagaimana disabdakan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, " Iman itu sabar dan toleran.”
Karenanya, apabila seseorang menjadi pedagang, pemilik usaha atau pelaku jual beli, maka dia harus bersikap toleran ketika berjualan, ketika membeli dan ketika menuntut hak kepada orang. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, " Sesungguhnya Allah menyukai toleransi dalam berjualan, toleransi dalam membeli, dan toleransi dalam memenuhi ( hutang ).”
Toleransi dalam jual beli berarti tindakan memberi kemudahan dan kemurahan ketika berjualan atau membeli. Toleransi dalam memenuhi atau menuntut hutang adalah menuntut haknya dengan mudah, lemah lembut, tidak memaksa dan tidak memberi mudharat. Jika menagih hutang, maka dia akan menagihnya dengan cara yang lembut dan penuh sopan, tidak disertai kekasaran dan kekerasan. Kalau dia yang berhutang, maka dia akan melunasi hutangnya dengan baik, tanpa menunda-nunda.
Dalam hadits di atas, toleransi dalam berjualan disebut terlebih dahulu, untuk menunjukkan bahwa toleransi dan memberi kemudahan dalam bermu'amalat menjadi sebab diperolehnya kecintaan ( mahabbah ), dan menjadikan pelakunya berhak untuk mendapatkan rahmat Allah dan tambahan rezeki Allah Subhanahu wa Ta'ala sendiri menyukai orang yang toleran, karena kemuliaan dirinya dan kebaikan akhlaknya, yang tampak pada kesediaannya untuk menghilangkan ketergantungannya pada harta yang merupakan hiasan dunia, dan memberikannya kepada hamba-hamba Allah, serta memberi manfaat kepada mereka melalui harta tersebut. Dengan demikian, dia telah memenuhi panggilan untuk mencintai Allah. Dan barangsiapa yang melakukan itu, maka dia telah menjadi hamba yang berhak mendapatkan petunjuk dan kesuksesan dalam pekerjaannya.
Banyak Bershadaqah
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda, " Wahai para pedagang sekalian, sesungguhnya jual beli itu diwarnal dengan ucapan yang tidak baik dan sumpah. Oleh karena itu, warnailah ia dengan shadaqah "
Dalam hadits tersebut, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah menjelaskan bahwa seorang penjual terkadang melontarkan kata kata yang tidak berarti dan tidak bermanfaat, baik untuk kepentingan agama maupun dunianya. Atau terkadang mengucapkan sumpah palsu, atau banyak mengeluarkan sumpah meskipun sumpah itu benar.
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah memerintahkan untuk mencampurinya dengan shadaqah, karena shadaqah tersebut dapat memadamkan api kesalahan, sebagaimana air dapat memadamkan api. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan untuk berinfak dari harta yang baik, di mana Dia berfirman, " Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah ( di jalan Allah ) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” ( Al-Baqarah: 267 ).
Sebagaimana Islam telah membolehkan berbagai macam hal untuk dipergunakan dalam berdagang dan berjual beli, Islam pun telah mengharamkan berbagai hal, mu'amalat dan jual beli tertentu yang akan menyebabkan pelakunya terjerumus ke dalam yang haram, sehingga layak mendapatkan siksaan dari Allah Ta'ala.
Refensi Dari Buku Menjadi Pria Sukses dan Dicintai tulisan Syaikh Adnan Ath-tharsyah