Cara Mendidik Anak Usia Remaja
Jika Islam telah memberikan perhatian yang besar kepada anak berkenaan dengan segala hal yang telah disebutkan, maka perhatian Islah menyangkut pendidikan keimanan si anak dan penerapan ajaran Islam lebih besar lagi. Islam telah membebankan tanggung jawab pendidikan anak kepada kedua orangtua, yaitu dengan pendidikan keislaman yang dapat menjaga mereka dari api neraka Allah Ta'ala berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan, “
Sebagian ulama berkata, ketika Allah Ta'ala berfirman, “Peliharalah diri kalian, “maka tercakup di dalamnya anak, karena anak merupakan bagi dari keluarga. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Dan laki-laki menjadi pemimpin bagi keluarganya dan dia bertanggung jawab terhadap mereka. Dan seorang wanita juga sebagai pemimpin atas rumah dan anak suaminya, dan dia bertanggung jawab atas mereka "
Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda, “Sesungguhgnya Allah Ta'ala akan bertanya kepada setiap pemimpin mengenai apa yang dipimpinnya, apakah menjaga atau menyia-nyiakannya, sehingga Dia akan bertanya kepada seorang laki laki mengenai anggota keluarganya.”
Berdasarkan ayat dan hadits di atas, seorang bapak berkewajiban untuk mengajarkan tauhid dan akidah yang benar kepada anaknya serta mengaitkannya dengan dasar-dasar keimanan, seperti iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir, qadha ' dan qadar, yang baik maupun yang buruk. Juga iman kepada surga, neraka, hari kebangkitan, pahala, pertanyaan yang diajukan oleh dua malaikat, adzab kubur, dan semua yang gaib. Selain itu, wajib juga membiasakan anak untuk selalu mengingat rukun Islam yang merupakan ibadah badaniyah dan maliyah, seperti shalat, puasa, zakat. shadaqah, haji, dan umrahز
Demikianlah seorang ayah harus mengikat anaknya dengan ibadah dan baitullah ( masjid ) la harus selalu memantau pelaksanaan shalat lima waktu di masjid yang dilakukan oleh anaknya dari sejak usia sepuluh tahun. Hendaknya seorang ayah tidak pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat shubuh, sebelum dia membangunkan anaknya dan mengajaknya bersama.
Di samping dia juga harus mengikatnya dengan kitab Allah dengan mendaftarkannya di lembaga pendidikan halalan Al-Qur'an ( Tahfuh Al-Qur'an ) jika hal itu memungkinkan atau dia sendiri atau ibunya yang mengajarkan Al-Qur'an kepada anaknya. Secara berkala, hendaknya ia juga membiasakan anaknya untuk berpuasa puasa seperempat hari, kemudian setengahnya, dan demikian seterusnya
Selanjutnya, orangtua juga berkewajiban untuk mengajari anaknya tentang dasar-dasar syariat dan akhlak Islam yang terpuji. la harus mengajarkan tentang halal dan haram serta berbagai ketetapan hukum lainnya. Juga menanamkan pada diri anaknya kecintaan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan kepada ahli bait serta mengajarkan sirah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Khulafaur rasyidin serta para sahabat lainnya.
Di samping, dia juga berkewajiban untuk menghindarkan anaknya agar tidak terjerumus ke dalam kemusyrikan, kesesatan, bid'ah, berbagai kemaksiatan, perbuatan dosa, dan akhlak tercela. Sedapat mungkin, seorang wali juga harus mengikat anaknya dengan buku-buku dan kaset-kasset islami yang dapat meringankan sebagian besar tugas dan perannya sebagai pendidik dalam memberikan dakwah, bimbingan, dan tau'iyah.
Agar semua aspek pendidikan anak terpenuhi, maka selain memberikan perhatian khusus terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan Islam, harus diberikan pula perhatian terhadap beberapa pendidikan lainnya yang juga dianjurkan Islam, seperti:
a. Pendidikan Akhlak
Seorang ayah harus mengajari anaknya akhlak yang baik dan tingkah laku yang terpuji serta mencegahnya dari akhlak yang buruk serta sifat-sifat yang tercela seperti: berdusta, mencuri, mencela, taklid terhadap orang kafir dalam kefasikan dan kejahatan mereka, melihat dan mendengar hal-hal yang haram, baik itu berupa gambar maupun lagu, tidak berhijab dan ikhtilath. Selain itu, ia juga harus senantiasa memantau akhlak anaknya secara teliti. Jika dia mendengar dari anaknya suatu kebohongan atau kata-kata tidak terpuji, maka dia harus segera melarang anaknya agar tidak mengulanginya kembali.
Baca juga:
Dan kalau masih terus saja berbohong. maka dia harus memberikan sangsi. la juga harus memantau semua tingkah laku dan aktivitas anaknya. Ia harus memperhatikan dengan siapa anaknya bermain dan bergaul, sehingga dengan demikian dia dapat melindungi anaknya dari penyimpangan akibat pergaulan dengan orang-orang jahat. Sebaliknya, ia harus mengajurkan dan menyuruh anaknya untuk bergaul dengan orang-orang saleh serta menjauhi or ang-orang yang suka melakukan pengrusakan.
Dengan peringatan yang terus-menerus kepada anaknya, maka hal itu akan membekas dalam hatinya, sehingga dia akan membenci segala bentuk kejahatan dan kerusakan, di samping mewariskan ketidaksukaan pada penyimpangan dan penyelewengan.
b. Pendidikan Jasmani
Seorang ayah juga harus memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan jasmani anaknya agar dia bisa tumbuh dengan baik dan memiliki badan yang kuat, sehat, penuh semangat dan gairah hidup. Hal itu dilakukan dengan mengikuti cara hidup sehat dan kaidah kaidahnya dalam makanan, minuman dan tidur. Anak juga harus dijauhkan dari penyakit menular dan diobati dengan segera apabila terserang penyakit. Selain itu, ia juga harus memperingatkan anaknya untuk tidak merokok dan meminum minuman keras serta obat-obatan terlarang Juga memperingatkan agar tidak mendekati zina, praktik hubungan sejenis, serta berbagai kebiasaan buruk lainnya. Selain itu, sang ayah juga harus menjelaskan hukum syariat yang berlaku mengenai semuanya, juga bahayanya bagi tubuh.
Seorang ayah juga harus membiasakan anaknya bersikap sederhana, hemat dan tidak tenggelam dalam kenikmatan la harus membiasakannya untuk hidup jantan dan sungguh-sungguh dan menjauhkannya dari sikap cengeng.
Untuk itu, ia harus mengenalkan anaknya dengan olah raga, khususnya yang terkait dengan bela diri, memenuhi perintah Allah Ta'ala kepada kaum muslimin agar mempersiapkan segala bentuk kekuatan dalam menghadapi musuh. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وأعدوا لهم ما استطعتم من قوة ومن رباط الخيل ترهبون به عدو الله وعدوكم و اخرين من دونهم لا تعلمونهم الله يعلمهم وما تنفقوا من شيء في سبيل الله يوف إليكم وأنتم لا تظلمون
[ الأنفال: 60]
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang ( yang dengan persiapan itu ) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya ; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya ( dirugikan ).”
Sekaligus sebagai wujud ketaatan pada perintah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang telah memberitahu kita bahwa orang mukmin yang menempuh jalan untuk memperkuat dirinya dan menghilangkan kelemahan dirinya adalah lebih baik dan lebih dicintai Allah Ta'ala daripada orang mukmin yang lemah. Beliau bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang mukmin yang lemah. Meski dalam keduanya ada kebaikan.”
Selain pendidikan di atas, juga harus diperhatikan perkembangan intelektual anak agar pemikirannya dapat terbentuk dengan baik, yaitu melalui pengajaran berbagai ilmu syariat, peradaban ilmiah kontemporer dan kesadaran berpikir dan berkebudayaan, sehingga dengan demikian si anak menjadi dewasa dalam berfikir dan matang secara keilmuan dan kebudayaan.
Selain melalui pendidikan formal di sekolah, anak juga harus dididik dengan ilmu syari'at, dan itu ditanamkan sejak kecil melalui tau ' iyah, keteladanan dan bimbingan.
Yang dimaksud dengan pendidikan jiwa adalah pendidikan anak sejak mampu berpikir, untuk berani dan bersikap tegas, merasa sempurna, percaya diri, mampu mengendalikan diri sendiri, suka memberi kebaikan kepada orang lain dan menghiasi diri dengan berbagai keutamaan mental dan akhlak.
Tujuan dari pendidikan ini adalah untuk membentuk kepribadian anak, menyempurnakan dan menyeimbangkannya, sehingga ketika memasuki usia taklif, ia mampu menunaikan semua kewajiban yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan sarat dengan makna.
Oleh karena itu, sudah harus ditanamkan kepada anak dari sejak kecil dasar-dasar kesehatan mental yang akan membentuk dirinya menjadi orang yang memiliki akal yang matang, pemikiran yang cemerlang, sikap yang seimbang dan tekad yang kuat.
Selain itu, seorang pendidik juga harus menjauhkan anaknya dari semua unsur yang merusak kehormatan, kemuliaan dan kepribadiannya serta membuat dirinya menatap kehidupan dengan pandangan iri, benci, dan pesimis. Di antara unsur negatif yang harus dijauhkan dari seorang anak adalah sifat sifat berikut: sifat malu, takut, tidak percaya din, dengla, pemarah, suka mencela, dan tidak peduli terhadap
Seorang ayah juga harus memperhatikan pendidikan anaknya dan kecil agar selalu berpegang pada etika sosial yang baik dan dasar dasar kejiwaan yang mulia, bersumber dari akidah Islam dan perasaan keimanan yang mendalam.
Dengan itu, anak akan tampil di tengah tengah masyarakat dengan sebaik-baik penampilan, menjunjung tinggi etika dan keseimbangan, berpikiran matang, serta bijak dalam segala hal. Hal itu bisa dilakukan dengan menanamkan dasar-dasar kejiwaan, seperti ketakwaan, persaudaraan, sikap suka mendahulukan orang lain, memberi maaf, dan berani.
Bisa juga dengan cara memilihara hak-hak orang lain, misalnya: hak kedua orangtua, hak kaum kerabat, hak tetangga, hak guru, hak teman, dan hak orang yang lebih tua. Juga dengan berpegang teguh pada etika sosial yang bersifat umum, seperti: etika makan dan minum, etika mengucapkan salam, etika meminta izin, etika majelis, etika berbicara, etika bercanda, etika memberi selamal, etika menjenguk orang sakit, etika bertakziyah, etika bersin dan menguap. Serta bisa juga dengan mengamati dan melakukan kritik sosial, misalnya: membiasakan anak untuk menegakkan kewajiban amar makruf nahi mungkar dan mengajarkan dasar-dasarnya, rajin memberi nasehat, memberi kritik membangun, dan berdakwah di jalan Allah serta menyampaikan berbagai ajaran Islam.
Suri Teladan
Kerukunan dan keakraban orangtua memberikan pengaruh yang sangat besar pada jiwa anak. Bukan rahasia lagi bahwa anak sangat terpengaruh oleh kedua orangtuanya, baik dalam hal yang positif maupun negatif. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah menegaskan masalah panting ini, di mana beliau bersabda, “Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orangtuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, maupun Majusi.“
Seorang penyair mengungkapkan: Seorang pemuda di tengah-tengah kami Tumbuh besar dengan kebiasaan orangtuanya Ada yang berkata, “Barangsiapa bergaul dengan orang yang mengerjakan shalat, dia akan shalat. Barangsiapa yang bergaul dengan penyanyi, dia akan suka bernyanyi.”
Suri teladan dalam dunia pendidikan merupakan sarana yang paling penting dan memiliki pengaruh yang besar dalam mempersiapkan moral anak sekaligus membentuk kejiwaan dan sosialnya. Yang demikian itu, karena seorang pendidik merupakan suri teladan yang paling baik dalam pandangan anak, di mana dia akan meniru tingkah laku dan mengikuti akhlaknya.
Bertolak dari hal tersebut, keteladanan menjadi faktor yang sangat signifikan dalam kebaikan atau kerusakan anak. Bukankah, sebagaimana keadaan orang yang diteladani, begitu pula keadaan orang yang meneladani ?
Karena itu, bagaimanapun besarnya bakat dan potensi seorang anak untuk menerima suatu kebaikan, dan sebersih serta sesehat apa pun fitrahnya, si anak akan tumbuh dan menerima apa yang diberikan dan dibiasakan oleh orangtuanya sekalipun itu kekufuran ataupun kesesatan.
Bagi seorang pendidik, sangat mudah untuk menyampaikan berbagai teori pendidikan, namun yang sulit adalah bagaimana si anak mau menerima teori yang didapatk annya, kalau dia melihat orang yang mendidik dan memberinya pengarahan tidak menjalankan teori tersebut dan tidak menerapkan kaidah-kaidah dan dasar-dasarnya.
Dengan demikian, semua yang disebutkan berkenaan dengan pendidikan keimanan, keislaman, akhlak terpuji, dan berbagai pendidikan baik lainnya, jika sang ayah tidak menerapkannya, tidak berpegang teguh padanya dan tidak memeliharanya, maka akan sangat sulit bagi anak untuk menerima ajaran tersebut apalagi menerapkannya. Bahkan dia mungkin akan mengikuti langkah ayahnya serta menerapkan dan mengamalkan apa yang dia lihat dari ayahnya, baik itu berupa ucapan maupun perbuatan.
Contoh kongkret dari hal tersebut adalah hijab. Bagaimana mungkin seorang ayah menghendaki anaknya berpegang teguh pada sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang jenggot, sedang dia sendiri tidak memanjangkan jenggotnya bahkan biasa mencukurnya setiap hari ? Bagaimana mungkin seorang ayah menghendaki putra-putrinya agar selalu mengerjakan shalat sedang dia sendiri tidak shalat ? Demikian juga dengan hal-hal lainnya.
Dari hal di atas dapat disimpulkan bahwa keteladanan merupakan sarana pendidikan yang paling ampuhr, paling menyentuh, serta paling berpengaruh. Ketika seorang anak mendapatkan suri teladan yang baik dari ayahnya dalam segala hal, niscaya dia akan menyerap dasar-dasar kebaikan yang didapatkannya dan menghiasi dirinya dengan akhlak islami.
Untuk itu, seorang ayah dituntut untuk menerapkan perintah Allah Ta'ala dan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, baik dalam bentuk tingkah laku maupun perbuatan, karena anaknya akan selalu mengamati lalu menirunya.
Bagi seorang ayah tidak cukup untuk memberi teladan yang baik kepada anaknya dan merasa bahwa dirinya telah menunaikan kewajiban, lebih dari itu, dia harus mengikat erat anaknya dengan sang teladan yang terbaik, yaitu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, sebagaimana yang difirmankan Allah Azza wa Jalla:
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجوا الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا [ الأحزاب: ۲۱ ]
"Sesungguhnya telah ada pada ( diri ) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu ( yaitu ) bagi orang yang mengharap ( rahmat ) Allah dan ( kedatangan ) Hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Selain itu, seorang ayah juga harus memilihkan sekolah yang bermutu bagi anaknya dan teman yang baik. Dengan demikian, ia telah menunaikan kewajiban kepada anaknya dan kelak di hadapan Allah Jalla Jalaluhu akan dimaafkan jika anaknya melakukan penyimpangan serta menempuh jalan kerusakan dan kesesatan.