Kiat Sukses Dalam Mendidik Anak
Allah Ta'ala telah menciptakan laki-laki dan menempatkan pada fitrahnya kecintaan pada anak agar bisa melanjutkan generasinya sekaligus meramaikan dunia ini dengan manusia, sampai pada waktu yang dikehendaki Allah. Atas dasar itu, seorang laki-laki akan berusaha untuk menikah, lalu mempunyai anak. Dan tentunya, sebagai seorang ayah, la ingin sukses dalam mendidik anaknya agar menjadi generasi yang saleh dan sukses dalam kehidupannya di masa depan. Sehingga untuk itu, dia akan berusaha dengan ilmu yang dimilikinya untuk mendidik anak-anaknya.
Baca juga:
Jika seorang ayah sukses dalam melakukan hal tersebut, tidak diragukan lagi, saat dia benar-benar telah memiliki anak yang berhasil dan sukses, dia akan memetik buah dari kesuksesan dalam mendidiknya berupa bakti anak, kepatuhan, ketaatan dan kebaikan yang lain.
Akan tetapi jika gagal, sangat mungkin malah anaknya akan menjadi musuh baginya, dimana dia tidak mendapatkan darinya kecuali rasa sakit, mudharat, kedurhakaan, dan keburukan lainnya, sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni ( mereka ) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( At Taghaabun: 14 )
Agar seorang ayah sukses dalam berinteraksi dengan anaknya, dia harus mengikuti berbagai kaidah, manhaj dan landasan yang sudah baku yang bisa mengantarkan kepada kesuksesan dengan izin Allah Ta'ala Manhaj itu tidak lain adalah Tarbiyyah Islamiyyah yang shahih, yakni yang didasarkan pada ajaran yang dibawa Islam dalam hal mendidik anak.
Seandainya dia benar-benar menjalankan semuanya, maka dia telah membangun jalan untuk memperoleh manfaat yang besar dari anaknya, dan selanjutnya dia akan menjadi hamba yang paling dicintai Allah Azza wa Jalla, sebab Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda, “Hamba yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat bagi keluarganya.”
Orang yang paling bermanfaat bagi keluarganya seperti yang dimaksud dalam hadits di atas adalah yang bermanfaat bagi anak anaknya, karena telah berhasil melindungi mereka dari neraka, dengan mengajarkan agama, membesarkan mereka berdasarkan ajaran ajarannya, menanamkan kepada mereka kedisiplinan untuk selalu menaati aturan agama, mengerjakan ibadah dan ketaatan dan menunaikan semua amalan yang menyebabkan mereka pantas untuk mendapatkan surga dan kebahagiaan di akhirat.
Selain dengan menjauhkan mereka dari larangan Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu Alaihi wa Sallam, meninggalkan semua yang haram dan berbagai kemungkaran serta segala amalan yang dapat mengantar mereka ke neraka Jahanam dan kesengsaraan di akhirat hlam telah memberikan perhatian yang cukup besar terhadap pendidikan anak la datang dengan membawa manhaj yang komprehensif lagi lurus dalam mendidik anak dan mencetak generasi serta menyiapkan mereka agar menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat dan menjadi orang-orang yang saleh dalam menjalani kehidupan.
Syariat Islam telah menjelaskan secara rinci segala hal yang berkaitan dengan anak, baik itu menyangkut hukum, perintah, larangan. maupun dasar-dasar pendidikan, dari sejak lahir sampai dewasa.
Agar para pendidik benar-benar memahami segala kewajiban yang harus dikerjakan terhadap anak didiknya, maka hendaknya ia benar-benar melaksanakan kewajibannya dengan baik berdasarkan nilai-nilai dan kaidah yang telah ditetapkan Islam dan dicontohkan oleh pendidik pertama umat Islam, yakni Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Apabila semua pendidik berpegang teguh dengan manhaj Islam dalam mendidik dan mengajar, niscaya ketenangan, keamanan, dan kebahagiaan di tengah-tengah umat manusia akan menggantikan posisi kekacauan, ketakutan, dan kesengsaraan. Dan kemenangan, kemuliaan, serta keunggulan pun akan menggantikan kekalahan, kehinaan dan ketakberdayaan.
Pertama-tama, Islam sejak pertama datang telah melarang para orangtua untuk membunuh anak mereka karena takut miskin, sebagaimana firman Allah Ta'ala, “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepada kalian dan kepada mereka.”
Dalam ayat lain, Allah Ta'ala juga berfirman, “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”
Maksudnya, janganlah kalian takut miskin karena harus memberi nafkah kepada meneka, karena rezeki mereka itu ada di tangan Allah Ta'ala.
Dua ayat di atas, menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala lebih pengasih kepada hamba-hamba-Nya daripada orangtua mereka sendin. Buktinya, Dia telah melarang pembunuhan terhadap anak dan menjanjikan untuk memberi rezeki kepada mereka, juga rezeki kepada orangtua mereka. Dan janji Allah Azza wa Jalla, pasti akan dipenuhi.
Dalam haditsnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah menegaskan betapa besarnya dosa pembunuhan terhadap anak. Abdullah Radhiyallahu Anhu bercerita, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Apakah dosa yang paling besar di sisi Allah ? " Beliau menjawab, “Engkau menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dialah yang telah menciptakanmu.” Aku tanyakan, “Lalu apa lagi ? " Beliau menjawab, “Engkau membunuh anakmu karena takut dia akan makan bersamamu.” Kemudian kutanyakan lagi, “Kemudian apa lagi ? " Beliau menjawab, “Engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Abdullah juga berkata, “Ayat berikut turun sebagai pembenaran terhadap sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tersebut di atas. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, “Dan orang orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah ( membunuhnya ) kecuali dengan ( alasan ) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat ( pembalasan ) dosa.
Selanjutnya, Islam menjelaskan bahwa seorang ayah merupakan penanggung jawab anak-anaknya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Seorang laki-laki merupakan pemimpin bagi keluarganya dan dia bertanggung jawab atas mereka.”
Jika seorang ayah lalai menunaikan kewajiban terhadap anaknya karena sibuk mengurus pekerjaan atau kesibukan lainnya, sementara istrinya juga lengah dalam mengurus anaknya, maka tidak diragukan, anaknya akan tumbuh sebagai anak yatim piatu dan akan tumbuh dan hidup dalam keadaan liar Atau bahkan lebih parah dari itu, ia akan tumbuh menjadi anak yang rusak, jahat dan menjadi aib bagi keluarga dan umatnya. Dalam hal ini, seorang penyair mengungkapkan:
Tidak lagi memiliki keinginan hidup
Dan meninggalkannya dalam keadaan hina dina
Sesungguhnya yatim adalah yang mendapatkan
Seorang ibu yang tidak bertanggung jawab
Atau ayah yang terus menerus sibuk