Kebutuhan Manusia Kepada Rasul
Pendapat-pendapat manusia dalam soal kenabian dan kerasulan bermacam macam. Karena itu, perlu soal ini direntangkan agak panjang agar mendapat kejelasan.
Orang Brahma mengatakan: “Kedatangan rasul itu, suatu hal yang mustahil, percuma, tidak ada gunanya; karena akal manusia itu telah cukup untuk menjadi penunjuk, pemimpin, penerang jalan yang harus ditempuh dan yang harus dijauhi oleh manusia "
Baca juga:
Ahli falsafah berpendapat: “Kenabian atau kerasulan itu suatu hal yang amat perlu untuk memelihara ketenteraman hidup dan kehidupan di dunia, untuk mewujudkan peraturan yang sempurna guna menghasilkan dan men datangkan kebahagiaan hidup manusia umumnya. Kenabianlah sebab yang menghasilkan kebajikan umum. Lagi pula, tidak patut sekali-kali Allah Yang Maha Adil membiarkan saja penduduk bumi ini hidup dengan tidak mem punyai penuntun ke jalan utama."
Kata Ahlussunnah ( pengikut sunnah Nabi Muhammad saw. ): “Kerasulan itu suatu hal, suatu urusan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Karena akal manusia itu, berlebih berkurang tidak setingkat semuanya. Ada di antara manusia yang lurus ingatannya, benar pikirannya, sehingga dap at memper gunakan akal sebagaimana mestinya. Akan tetapi ada pula yang tidak berketentuan ingatannya, tidak lurus pengertiannya.
Walhasil tidak dapat semua akal sama kemampuannya untuk mengetahui Allah dan urusan yang abadi, hidup sesudah hidup ini.
Oleh karena demikian, perlulah akal manusia diberi penolong, pemimpin dan penuntun untuk menentukan segala rupa hukum dan cara mempercayai adanya Allah, sifat-sifat-Nya dan untuk mengetahui mana yang pantas dan layak diketahui tentang urusan hari kesudahan, jalan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Penolong itu, ialah: Nabi, orang yang mendapat nubuwwah ( nubuat ) ". Nubuat itulah yang membataskan sifat-sifat Allah yang wajibul wujud yang seyogianya diperhatikan. Nubuat itulah yang menerangkan apa-apa yang dibutuhkan oleh manusia semuanya dan menetapkan kepada beberapa orang yang teristimewa dari mereka, hal-hal yang dengannya orang-orang istimewa itu dapat melebihi manusia yang lain. Nubuat itulah yang meminta kita mempercayai adanya Allah, mengesakan-Nya, mengakui sifat-sifat-Nya yang telah ditetapkan itu, menurut cara-cara yang telah diterangkan panjang lebar ploh ilma tauhid.
Nubuat itulah yang membataskan hampir segala pekerjaan manusia yang menghasilkan kebahagiaan dan menyuruh serata manusia berhenti di batas-batas yang telah ditentukan; kerapkali pula nubuat itu menerangkan hikmat yang dikandung oleh suruhan dan oleh larangan.
Nubuat sendirilah yang menetapkan kewajiban, kesunnatan, keharaman dan ke makruhan sesuatu perbuatan. Selain dari itu, nubuat menerangkan pula pahala dan siksa, yang diperoleh dari amalan-amalan yang dikerjakan. Menerangkan pahala dan dosa ( siksa ), adalah pekerjaan yang tidak sanggup akal memikir kannya. Di bawah ini kami bentangkan beberapa keterangan dari ahli falsafah dan agama.
1. Kata asy-Syaikhul Rais
Telah diketahui bahwa manusia amat membutuhkan kepada berkumpul dan bersekutu di dalam mengurus keperluan hidup satu sama lain.
Tegasnya, manusia perlu bermuamalah dan ber-mu'awadah, beri-memberi, tukar-me mukar, jual-beli dan lain-lainnya. Muamalah itu berhajat kepada hukum dan aturan-aturan yang sempurna dan juga keadilan.
Untuk menghasilkan yang demikian perlu kepada orang yang memegang keadilan itu, yang terdiri dari manusia sendiri. Tidak patut sekali-kali manusia itu dibiarkan masing-masing menuruti kemauannya sendiri-sendiri, karena hal yang demikian itu, mem bawa kepada kekacauan dan kerusuhan. Si A mengatakan begini yang adil, dan si B mengatakan begitu yang jujur. Keperluan manusia kepada " manusia " yang menegakkan keadilan itu, lebih perlu dari menumbuhkan bulu mata dan bulu kening.
Jika Allah telah mengadakan bulu-bulu itu, padahal kepentingan nya tidak seberapa, maka tentulah Allah akan mengadakan manusia yang menegakkan keadilan, memegang tampuk masyarakat; karena kepentingan manusia kepada yang tersebut ini amat nyata.
Dengan demikian wajiblah Allah mengadakan seseorang manusia yang bernama " nabi ", seseorang manusia yang mempunyai beberapa perbedaan dari manusia biasa, yang disertai pula dengan beberapa mukjizat yang menyatakan, bahwa mukjizat itu dari Allah. Nabi itu menyuruh hamba Allah kepada tauhid, menegah mereka dari memperserikatkan Tuhan, menyusun hukum dan aturan dan menggerakkan manusia berperangai baik dan berbudi mulia, suci dan murni, menegah manusia berbenci-bencian, berdengki-dengkian; menggemarkan manusja kepada pahala akhirat, dan mengerjakan beberapa macam ibadat untuk jalan ingat kepada Tuhan yang ma'bud ( yang disembah ) dan untuk memperoleh kekuatan mencari kebenaran.
2. Kata al-JahidhSekiranya manusia dibiarkan berpedoman kepada kekuatan akal saja ( yang di sampingnya terletak keinginan syahwat, kejahilan dan kegemaran akan hal-hal yang merusakkan ) berartilah Tuhan menyerahkan manusia hidup dalam kerusakan.
Berartilah Tuhan menyerahkan manusia kepada musuh yang ganas yang akan menjahannamkan mereka dan lalailah manusia dari mentaati Allah Oleh karena itu Tuhan membaguskan susunan tubuh manusia, menjadikan mereka berangsur-angsur besar, dari satu fase ke fase berikutnya, dari fase kecil sampai ke fase sampai umur, dari fase bodoh ke fase pandai. Semua itu untuk melaksanakan firman-Nya: “Dan tiada Kujadikan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada-Ku ".
Dengan demikian kita mengetahui, bahwa Allah menjadikan manusia, untuk kebaikan manusia sendiri, dan tidaklah manusia memperoleh kebaikan, melainkan dengan hidup damai dan rukun. Untuk mewujudkan arti kebagusan susunan tubuh dan guna akal diberikan, Tuhan mengadakan perintah yang mengandung suruh dan tegah.
Kemudian oleh karena manusia itu hidup di tengah-tengah akal dan nafsu, di antara sahabat dan musuh, Tuhan mengada kan berbagai-bagai ancaman, Tuhan mengancam mereka dengan azab yang pedih yang akan menimpa mereka di hari akhirat. Oleh karena akal manusia tidak mungkin sampai kepada mengetahui segenap rupa kemaslahatan dunia, istimewa lagi kemaslahatan akhirat, berhajatlah mereka kepada seorang imam, seorang ikutan, seorang mursyid, seorang penunjuk jalan. Itulah Rasul. Rasulullah yang mengadakan aturan-aturan dan menuntun manusia menuruti aturan-aturan itu.
3. Kata ath-Thusi
Amat perlu ada nabi-nabi untuk menyempurnakan manusia. Untuk menerangkan kepercayaan yang benar, budi yang utama, pekerjaan yang terpuji lagi berguna bagi manusia dunia dan akhirat. Untuk menyempurnakan urusan hidup manusia dengan menyuruh mereka bertolong-tolongan mengerjakan kebajikan dan untuk memberi pengajaran kepada mereka yang keluar dari garis kebenaran.
4. Kata ar-Razi
Kebanyakan makhluk berkeadaan kekurangan. Mereka perlu kepada yang menyempurnakan, perlu kepada seorang penunjuk. Penunjuk itu ialah nabi-nabi. Menurut ketetapan fitrah, hendaklah orang yang berkekurangan itu, menuruti orang yang sempurna.
5. Kata pengarang Hikmatut-Tasyri'Ketahuilah bahwa hidup di dunia ini adalah ibarat jalan yang me nyampaikan kita ke akhirat, kepada hidup yang abadi, hidup yang kekal. Akan tetapi jalan itu gelap, kelam, tidak dapat ditempuh oleh manusia dengan berpenerangan dan berpedoman kepada akalnya saja, walaupun betapa kuat nya akal itu; karena mereka tidak mempunyai sifat kamal dan jamal.
Oleh karena itu, berhajatlah mereka kepada pelita yang menerangi, yang akan menyuluh jalan yang dilalui itu, agar mereka memperoleh keselamatan dalam memaju ke alam yang abadi. Pelita itu ialah " syariat " yang didatangkan oleh Rasul Tuhan yang telah diutus untuk keperluan memberi petunjuk dan hidayah.
Dalam pada itu boleh jadi ada orang yang berkata: “Mengapakah tidak diserahkan saja urusan tersebut kepada akal ? " Maka hal itu dapat dibantah begini: “Akal itu tidak mempunyai ke-kamal-an ( kesempurnaan ), hingga ia dapat mengetahui segala yang perlu baginya dalam penghidupannya.
Karena itu Tuhan mengadakan penolong akal itu, yaitu: ' rasul ', untuk membentuk akal, menuntun dan memimpin ke jalan kebahagiaan duniawi dan ukhrawi ".
Sebahagian ahli falsafah Bashrah dahulu berpendapat, bahwa akal itu cukup untuk menjadi pemimpin hidup. Pendapat ini, dibantah, tidak benar, karena siapakah yang mengadakan hukum keadilan ? Jika mereka katakan " akal ", dapat dibantah pula. Akal itu tidak sanggup mengupas segala rupa soal. Bukankah kejadian sehari-hari menegaskan benar, akan kekurang sanggupan akal ? Sebenarnya, cukup untuk mengetahui faedah Tuhan meng utus Rasul-Nya dengan memahami ayat yang tertera di bawah ini:
Sungguh Allah telah memberi nikmat kepada semua orang mukmin, karena Allah telah membangkitkan seorang Rasul dari golongan mereka sendiri. Rasul itu membaca untuk mereka ayat-ayat Tuhan, membisikkan budi pekerti, mengajati kmah dan hikmat, walaupun mereka sebelum kedatangan Rasul itu tinggal di dalam kesesatan yang amat nyata. ( QS. Al-Imran / 164 )
Juga Allah jelaskan Dalam surat An-Nisa' ayat 165:
Beberapa rasul memberi kabar gembira dan duka, mempersuka dan mempertakurkan supaya manusia tidak dapat menghujahkan Allah sesudah Allah mengutus rasul-rasul-Nya itu, dan adalah Allah Tuhan yang amat mulia lagi bijaksana.
Dengan keterangan-keterangan di atas, tertolaklah paham Brahma, satu paham tidak berhajatnya manusia kepada rasul.