Investasi Gedung dan Kewajiban Zakat
Para ulama yang mengemukakan pendapat terakhir di atas tidak menjelaskan ketentuan tentang nisab gedung dan pabrik itu, berapa dan bagaimana cara menghitungnya, apakah dihitung berdasarkan besar nisab hasil tanaman yaitu 5 wasaq (50 kila Mesir), apakah dihitung berdasarkan nilai bijian, buahan yang terendah, pertengahan, atau terbaik kualitasnya, apakah kecenderungan di atas lebih berat untuk menghitungnya berdasar kan produksinya dengan ukuran produksi tanaman, ataukah dihitung berdasarkan nisab uang, yaitu dengan nilai seharga 85 gr emas berdasar kan bahwa emas adalah satuan harga pada setiap masa.
Tampaknya perhitungan secara terakhir inilah yang lebih benar dan lebih mudah dilakukan, oleh karena agama memandang orang yang memiliki kekayaan sebesar itu adalah kaya dan mengenakan zakat atasnya, sedangkan atas orang yang memiliki di bawah dari itu tidak mewajibkannya.
Dan selama pemilik gedung dan pabrik itu memegang produksinya dalam bentuk uang, maka yang lebih baik adalah menghitung nisab itu berdasarkan uang pula.
Masa Penghitungan Nisab:Bila nisab mutlak perlu dihitung, oleh karena merupakan batas minimal seseorang yang mempunyainya bisa disebut kaya, maka perlu ditentukan bila nisab itu dihitung. Apakah dihitung setiap bulan sehingga produksi sebulan perlu dihitung apakah cukup senisab, ataukah setiap tahun sehingga produksi tiap bulan dijumlahkan sampai setahun dan bila cukup senisab dikeluarkanlah zakatnya?
Perhitungan tiap bulan mem punyai keuntungan tersendiri, yaitu kemungkinan mereka yang berpendapatan sedikit karena perusahaannya kecil yang penghasilannya sebulan tidak cukup senisab, dapat bebas dari kewajiban zakat, dan hal itu merupakan keringanan bagi pengusaha lemah tersebut.
Tetapi perhitungan berdasarkan tahun lebih menguntungkan fakir miskin dan mereka yang berhak lainnya, karena memperbesar kemungkinan terkena zakat dan kekayaan yang terkena itu sendiri, mengingat dalam keadaan seperti itu kekayaan yang terkena menjadi besar karena pendapatan bulan demi bulan dijumlahkan sehingga sampai cukup senisab.
Perhitungan seperti inilah agaknya yang lebih benar, oleh karena pendapatan se seorang, seperti juga pendapatan negara, dihitung setiap tahun bukan setiap bulan, dan kebiasaan dahulu orang menyewakan rumahnya per tahun. Oleh karena itulah kita memberikan catatan atas pendapat ulama
yang mengatakan bahwa kekayaan penggunaan wajib zakat bila sudah dipegang di tangan, yaitu bila sewa gedung itu dalam setahun sudah cukup senisab.Menurut perhitungan seperti itu, produksi bulanan, misalnya produksi tanaman dan kurma yang berbuah berkali-kali, ditambahkan terus, demikian pendapat Ahmad. Ia mengatakan dalam al-Mughni, "Seluruh hasil tanaman dalam satu tahun harus dijumlahkan, baik yang waktu berbuah dan panennya sama atau berbeda. Bila satu tanaman tumbuh kemudian diikuti yang lain lalu habis buahnya, maka hasil keduanya harus ditambahkan, dan bila satu kurma misalnya dalam setahun berbuah dua kali, maka kedua hasil harus ditambahkan."
Berdasarkan hal itulah cara menghitung zakat gedung-gedung dan pabrik. Tetapi pada pabrik hanya dihitung hasil bersih selama setahun bukan perbulan.
Ongkos-ongkos dan Hutang Terlebih Dahulu Dikeluarkan:Dalam hal ini saya berpendapat bahwa zakat dipungut dari penghasilan bersih, artinya setelah biaya-ongkos dan biaya-biaya seperti gaji hanya, pajak, biaya perawatan, dan lain-lain yang dikeluarkan. Juga dikeluar kan terlebih dahulu terlebih dahulu berhutang-hutang yang pasti kebenarannya.
Pengeluaran biaya-biaya ini sesuai dengan pendapat 'Atha dan lain-lain tentang hasil pertanian dan buah-buahan. 'Atha berkata, "Keluarkan terlebih dahulu yang kau keluarkan barulah dikeluarkan zakat sisa." Pendapat ini didukung dan dipandang oleh Ibnu Arabi dalam Syarh at-Turmizi lebih benar.
Membebaskan Kebutuhan Hidup Minimal:Ada satu persoalan terakhir tentang zakat gedung-gedung ini, yaitu tentang kedudukan biaya hidup minimal pemilik dan keluarganya bila mereka tidak mempunyai sumber mata pencarian lain, apakah zakat tetap diwajibkan atas penghasilan bersih tanpa membebaskan suatu jumlah kebutuhan hidup minimal pemilik dan keluarganya dalam setahun itu sesuai dengan istilah ulama-ulama fikih sebagai kebutuhan dasar mereka, ataukah kebutuhan pokok itu dipotong terlebih dahulu.
Sebagaimana diketahui banyak orang yang tidak mempunyai sumber penghidupan yang lain selain rumah yang disewakannya atau pabrik kecil yang dijalankannya sendiri atau dengan seorang pembantunya, dan bahkan kadang-kadang pabrik atau rumah itu kepunyaan seorang kakek, anak yatim, atau janda. Dibebaskankah bagi orang-orang itu pendapatan sebesar kebutuhan hidup mereka dan zakat hanya dikenakan atas penghasilan bersih ataukah tidak dipungut dari seluruh pendapatan itu?
Yang lebih sesuai dengan prinsip keadilan Islam adalah bahwa sejumlah minimal biaya hidup itu dibebaskan dari kewajiban zakat, sesuai dengan besar yang ditetapkan oleh para ahlinya tentang hal itu, dan bahwa zakat hanya dipungut dari pendapatan bersih selama setahun bila cukup senisab. Ini hanya berlaku bagi mereka yang tidak mempunyai sumber pendapatan lain selain itu. Alasan kita atas hal itu sebagai berikut:- Para ulama fikih memandang kekayaan yang dibutuhkan oleh pemiliknya sebagai kebutuhan pokok itu berarti tidak ada menurut kaca mata agama. Mereka menyamakan kekayaan seperti itu sama dengan air yang sangat dibutuhkan oleh orang yang membolehkannya bertayammum sekalipun air itu ada, oleh karena ia dengan kebutuhannya yang sangat penting itu dipandang sama dengan orang yang tidak mempunyai air.
- Hadis-hadis mengenai hal itu, yang sudah kita turunkan, misalnya mengenai penaksiran buah kurma dan anggur dengan memberikan keringanan dan kemudahan bagi pemiliknya dan bahwa Nabi s.a.w. tentang hal itu bersabda: "Tinggalkan sepertiga, bila tidak sepertiga seperempat!" Artinya sejumlah sepertiga atau seperempat itu dibebaskan dari zakat, yaitu jumlah yang menjadi kebutuhan mereka. Berdasarkan hadis itu adalah lebih tepat dan ringan bila sepertiga atau seperempat pendapatan itu dibebaskan dari zakat.