Sejarah Zakat Mal dan Zakat Fitrah
Zakat Mal, atau zakat harta benda, telah difardlukan Allah sejak awal Islam, sebelum Nabi Saw. berhijrah ke kota Madinah. Tidak heran masalah ini sangat cepat diperhatikan Islam, karena urusan tolong-menolong, urusan yang sangat dibutuhkan oleh pergaulan hidup, diperlukan oleh segala lapisan rakyat.
Pada awalnya zakat difardlukan tanpa ditentukan kadarnya dan tanpa pula diterangkan dengan jelas harta-harta yang dikenakan zakatnya. Syara' hanya menyuruh mengeluarkan zakat. Banyak sedikitnya terserah kepada kemauan dan kebaikan para penzakat sendiri. Hal itu berjalan hingga tahun kedua Hijrah. Mereka yang menerima pada masa itu, dua golongan saja, yaitu: fakir dan miskin.
Pada tahun kedua Hijrah bersamaan dengan tahun 623 Masehi, barulah Svara' menentukan harta-harta kadarnya masing-masing yang dizakatkan.
Ketetapan pembagian ini, yakni pembagian kepada fakir miskin saja, kita istinbatkan dari firman Allah Swt:
Ayat yang tertera ini diturunkan dalam tahun yang kedua Hijrah. Dengan memperhatikan tahun turunnya, kita mendapat kesan bahwa zakat itu, diperintahkan pada tahun yang kedua Hijrah itu dan beberapa tahun berikutnya.
Dari hadits yang diriwayatkan oleh Jama'ah dari Ibnu'Abbas bahwa Rasul Saw bersabda kepada Mu'adz dikala junjungan mengutus Mu'adz pergi ke Yaman guna menjadi utusan Rasul:
إن الله يلزمهم بإخراج الزكاة التي تؤخذ من الأغنياء ثم تعطى للفقراء
Pembagian zakat pada saat itu kepada dua golongan ini saja, berlangsung hingga tahun kesembilan Hijrah.
Pembagian zakat kepada kedua golongan tadi hingga tahun kesembilan dengan alasan karena ayat yang menerangkan, bahwa yang menerima zakat, tujuh atau delapan golongan baru diturunkan pada tahun yang kesembilan Hijrah.Pada tahun kesembilan Hijrah, Allah menurunkan ayat 60 surat At Taubah, atau Al Bara'ah. Setelah turun ayat 60 itu, barulah tertentu bagian-bagian (mereka-mereka) yang berhak mengambil zakat dan menerimanya.
Namun demikian Nabi tidak juga membagi penuh delapan, hanya memberikannya kepada bagian-bagian yang dipandang perlu menurut keperluan dari bagian yang delapan itu.Untuk memastikan, perhatikan keterangan yang di bawah ini: Nabi Saw. mengutus Mu'adz pergi ke Yaman dengan menyuruh mengambil zakat dari orang-orang kaya memberikannya kepada orang-orang fakir, adalah pada tahun yang kesepuluh sebelum Nabi Saw mengerjakan haji Wada. Demikian menurut keterangan Al Bukhari
Kata Ibnu Sa'ad dalam Thabanatnya: "Mu'adz ke Yaman pada tahun 10 Hijrah, dibulan Rabi'ul Akhir Dalam pada itu, menurut kata Al Wagiqi : kepergian Mu'adz ke Yaman adalah pada tahun yang kedelapan atau tahun yang kesembilan di ketika Nabi Saw, kembali dari Tabuk.?Maka, jika kita ambil riwayat yang menerangkan bahwa Mu'adz ke Yaman pada tahun kedelapan atau kesembilan, kita mendapat kesan bahwa, zakat hingga tahun-tahun itu, masih dibagi kepada fakir miskin saja. Peperangan Tabuk terjadi pada bulan Rajab, tahun sekitar tahun 630 M
Dan jika diambil dari riwayat Bukhari dan Ibn Sa'ad, maka ia menegaskan, bahwa zakat itu boleh diberikan kepada sesuatu shinf (golongan) dari yang delapan itu, yaitu golongan yang dipandang lebih berhajat menurut kemaslahatannya; dan menegaskan, bahwa ayat 60 itu bukan memastikan zakat dibagi delapan, atau sebanyak yang ada diketika membaginya, hanya menerangkan bahwa yang berhak menerima zakat itu delapan bagian saja. Orang yang tidak masuk ke dalam golongan yang delapan, tidak menerima zakat.
Sejarah zakat nafs
Pada suatu hari di tahun yang kedua Hijrah, 623 Masehi sebelum Syara' menentukan harta-harta yang dizakatkan (Zakat mal) dan kadarnya masing-masing, Nabi Saw. diumumkan di hadapan para sahabat beberapa kewajiban Islam. Diantara butiran kata beliau pada hari itu, yaitu "Kewajiban mengeluarkan zakat nafs, (zakatul fithri) yang sangat terkenal di masyarakat kita dengan nama fithrah"
Nabi mengumumkan hal itu dua hari sebelum hari raya puasa ('Idul Fitri), yang pada tahun itu baru dimulai. Pada hari itu Nabi dijelaskan kewajiban dan kefardluan fithri sebelum pergi ke tempat sembahyang hari raya (sebelum sembahyang hari raya)
Dan apabila Nabi Saw. membagi zakat nafs ini kepada faqir miskin saja juga, seperti halnya membagi zakat harta sebelum diturunkan ayat 60; bahkan sesudahnya pun Nabi Saw. sangat mementingkan fakir miskin, sehingga ada ulama yang mengatakan bahwa zakat nafs ini hanya diberikan kepada fakir miskin saja.Dari apa yang dikerjakan Nabi Saw dapatlah diketahui, bahwa hendaklah kita mementingkan fakir miskin dikala membagi zakat nafs, dan kita boleh menghabiskan zakat untuk keperluan fakir miskin saja.
Kita boleh membagi zakat kepada yang selain fakir miskin, namun jangan sampai menyebabkan kurang perhatian kita kepada fakir miskin, atau menyebabkan kita menyamakan hak fakir miskin dengan hak bagian-bagian lain.
Referensi Dari Buku Pedoman Zakat karya Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqiey