Hukum Bunga Koperasi
Masyarakat akan mendirikan koperasi. Di antara usahanya adalah meminjamkan uang kepada masyarakat dengan bunga antara 3-4%. Untuk gaji 2%, 1-2% masuk kantor.
2). Samakah hukum bunga uang dengan riba?
Jawab:
1) Koperasi adalah merupakan bentuk muamalah baru ang pada zaman Rasulullah saw belum ada. Karena itu masalah koperasi termasuk masalah ijtihadiyah. Dengan pengertian bahwa untuk menetapkan hukumnya tidak ada nash yang tegas yang berhubungan dengan koperasi itu, sehingga dengan nash itu dapat ditetapkan hukumnya.
Koperasi semacam usaha yang dilakukan bersama dan didirikan bersama- sama oleh anggotanya. Kemudian jika ada untungnya, maka keuntungan itu di bagi di antara para anggota yang mendirikan koperasi itu.
Dalam koperasi tersebut semacam "mu'ananah" (tolong-menolong) diantara sesama anggotanya. Jika ada bunga, maka bunga itu diperoleh dari para anggota dan dibagikan pula kepada para anggotanya.
Karena itu pendapat yang berkembang di antara para anggota Majlis Tarjih tahun 1989 ialah bahwa hukum koperasi itu ditetapkan berdasarkan musyawarah dan keadilan, tidak ada yang merugikan dan tidak ada pula yang dirugikan, berdasarkan firman Allah SWT ayat 279 al-Baqarah:
2) Berdasarkan penjelasan pada butir 1 (satu) di atas, dapat ditetapkan bahwa bunga koperasi tidak sama hukumnya dengan hukum riba. Riba hukumnya haram, sedangkan bunga koperasi hukumnya mubah.
3) Koperasi tidak sama dengan Bank Pemerintah yang menerima pembayaran Ongkos Naik Haji (ONH). Tentang koperasi telah dijelaskan pada butir 1 (satu) di atas. Tentang Bank telah ditetapkan oleh Muktamar Tarjih di Sidoarjo sebagai berikut:
Bank dengan sistim riba hukumnya haram dan Bank tanpa riba hukumnya halal. Bunga yang diberikan oleh bank-bank pemerintah kepada nasabahnya atau sebaliknya termasuk "Musytabihat".
Rasulullah saw mengingatkan kepada kaum muslimin agar berhati-hati menghadapi perkara-perkara yang "Musytabihat" ini. Menjauhi perbuatan "murytabibat" lebih baik dari mendekatinya, kecuali jika ada kepentingan yang sesuai tujuan syariat Islam menetapkan hukum, maka dalam keadaan demikian perkara-perkara "musytabibat" boleh dilakukan.
Dalam pada itu yang harus diingat bahwa ada perbedaan tujuan mendirikan Bank Pemerintah dengan tujuan mendirikan Bank Swasta. Keuntungan yang diperoleh Bank Pemerintah digunakan untuk kesejahteraan rakyat, sedang Bank Swasta merupakan milik dari pemilik Bank itu. Karena itu pembayaran ONH yang demikian tidak haram.
Referensi Berdasarkan Buku Fatwa Tarjih Tanya Jawab Agama Oleh TIM Tarjih Dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah