Kebijakan Negara Terhadap Non-Muslim
Dipungutnya pajak Jizyah dan Kharaj selama ad ministrasi keuangan pada waktu Islam dini, merupakan pembenaran mengenai hal ini. Di zaman modern pun soal kebijakan penghasilan yang berbeda terhadap kalangan non-Muslim ini tampaknya bukan tidak dapat dilaksanakan.
Bila hanya kaum Muslimin yang diminta untuk membayar sejumlah tertentu pajak sehingga membebaskan warga negara non-Muslim, ada kemungkinan bahwa kekayaan akan berpindah dari kaum Muslimin kepada kalangan non Muslim yang mungkin sudah memiliki perdagangan dan perniagaan yang makmur, sehingga merugikan kaum Muslimin. Dinilai dari norma keadilan dan persamaan mana pun, hal ini tidak sesuai dengan prinsip umum keadilan sosial.
Pada tahap ini, haruslah jelas diakui bahwa pemungutan zakat mempunyai sanksi ganda-rohani dan duniawi, dan bukan bersifat ganda-religius dan sekular. Kini bila pemasukan Zakat dipungut dari kaum Muslimin dan di keluarkan untuk kesejahteraan golongan miskin Muslimin maupun non Muslimin, maka kaum Muslimin bertindak sesuai dengan suruhan Al Qur'an dan dengan demikian melaksanakan kewajiban agama mereka.Kini timbul pertanyaan apakah suatu negara Islam modern harus mengenakan suatu jenis pajak kesejahteraan pada minoritas non-Muslim. Penulis menyetujui dikena kannya pajak kesejahteraan demikian pada kalangan non-Muslim hanya bila ini khusus digunakan untuk kesejahteraan para warga non-Muslim yang miskin di suatu negara Islam.
Ide penghasilan Zakat adalah ibadat kepada Allah oleh karena itu janganlah dihubungkan atau dipertalikan dengan suatu pajak sekular mana pun, yang dibuat berdasarkan tingkah para pembuat kebijakan negara.
Tulisan Ini Berdasarkan Buku Teori Dan Praktek Ekonomi Islam Oleh Muhammad Abdul Mannan